FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN SEBELUM BACA.
GAK MAU?
SEMOGA HARIMU SENIN TERUS 🔥🔥•••
"Mau naik pangkat tanpa diuji?
Coba, hidup tanpa napas."🥑🥑🥑
Karena kejadian di meja makan tadi, Rose harus menemani Raya tidur malam ini. Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Raya hanya syok saat tiba-tiba melihat sosok sahabatnya yang muncul barang sesaat.
Memang, akhir-akhir ini Raya sering memikirkan Isna. Mengingat kembali saat-saat bahagia mereka. Teman sekaligus sahabat pertama yang begitu berarti untuk Raya.
Itu sebabnya, ada makhluk yang tiba-tiba menyerupai Isna. Sejenak, Raya lupa, bahwa mereka yang telah pergi, hanya akan menyisakan memori. Sosok itu, hanyalah makhluk yang menyerap energi Raya, lalu mengubah wujudnya menjadi sosok Isna.
Niat hati menemani Raya tidur, tapi Dara menangis. Gilang yang terus berusaha menenangkan sang anak, berakhir menyerah. Akhirnya, posisi Rose digantikan Gio.
"Tidur. Biar gue bisa cepet balik ke kamar," ucap Gio yang kini berbaring di sofa panjang di samping jendela kamar Raya.
Untuk kesekian kalinya, Raya menghela napas berat. Gadis itu berbaring dengan posisi tubuh menyamping, menghadap Gio yang sedang berusaha terlelap. "Gue masih kepikiran yang tadi, Yo. Soal Isna. Dia sempat bilang ke gue, 'bukan dia', dia siapa ya maksudnya? Andra?"
Mendengar nama itu disebut, Gio lantas membuka mata dan menatap tajam ke arah Raya. Lebih dari siapapun, Gio benci saat nama itu kembali merasuki gendang telinganya.
Gio merubah posisinya menjadi duduk. "Lo yang paling tahu kalau yang tadi muncul di hadapan lo itu bukan benar-benar Isna!" tegasnya.
"Dia memang bukan Isna, tapi dia membawa memori Isna."
"Kamu tahu sesuatu kan, Lil? Maksud Isna bilang gitu apaan?"
"Aku akan kasih tahu. Tapi, kamu sendiri yang cari bukti."
"Heh!" Sentakan itu membuyarkan lamunan Raya. Ia menoleh ke arah Gio yang masih menatap nyalang ke arahnya. "Malah bengong lagi lo. Tidur!"
"Jadi, bukan Andra dalang di balik semua ini?" tanya Raya.
Lilac menggeleng. "Ada satu orang di balik semua ini. Orang dengan banyak muka dan otak penuh manipulatif."
Rokky yang sejak tadi diam di kursi depan meja belajar Raya, tertawa menyeringai. "Kadang, orang yang terlalu baik patut dicurigai."
🥑🥑🥑
Keesokan harinya, saat baru tiba di sekolah dan memasuki kelas, Raya dikejutkan dengan sosok perempuan yang duduk di kursinya. Perempuan berambut panjang dengan pakaian yang sama persis dengan Raya. Ya. Perempuan itu. Yang kemarin Raya lihat di lapangan basket.
"Kamu?"
Sosok yang semula menunduk itu, perlahan mendongak. Lagi-lagi Raya dibuat kaget dengan kedua mata perempuan itu yang memerah. Dia menangis.
"To-tolong ... tolong bantu saya ... pergi dengan ... tenang." Perempuan itu berkata lirih dan terbata-bata.
Raya menghela napas berat. Suasana kelas masih sepi, Nadia pun belum datang. Hanya ada 2 orang teman kelasnya yang duduk di bangku pojok belakang. Raya memposisikan dirinya duduk di kursi Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RALILAC
Terror"Ada yang bisa bikin kamu pergi dari aku nggak?" "Ada." "Apa?" "Kalau bola mataku ketemu." *** Ini kisah 'sederhana' antara Raya dan teman tak kasat matanya, Lilac. Si setan gemoy yang selalu ada di setiap momen dalam hidup Raya, meski Lilac sendiri...