|42.| Renggang

169 12 0
                                    


Tepat satu minggu, Raya menjalani hari tanpa sang kekasih di sisinya. Ya. Obrolan terakhir mereka mengakibatkan perang dingin terjadi di antara keduanya. Makanan di restoran saat itu pun tak tersentuh. Dokter Cakra meminta pelayan yang mengantar untuk makanannya dibungkus saja.


Selama seminggu ini, Raya semakin menjadi gadis yang pendiam. Bagaimana tidak? Memikirkan tentang Lilac saja sudah membuatnya pusing, ditambah sekarang hubungannya dengan Dokter Cakra merenggang.

Setetes air mata meluncur ke pipi mulus Raya tanpa disadari. Selain menjadi pendiam, ia juga lebih sensitif dan mudah menangis.

"Sayang." Raya menoleh sejenak. Itu suara ibunya. "Kamu di sini ternyata. Makan malam dulu, yuk? Papa sama Gio udah nungguin di bawah."

"Aku makan di kamar aja." Gadis itu melengos. Masuk kembali ke kamarnya setelah lama berdiam diri di balkon.

Melihat punggung putrinya menjauh, Rose dibuat pedih hati. Selain kematian anaknya, melihat penderitaan anaknya yang lain juga merupakan siksaan bagi Rose.

Menghela nafas sejenak, Rose beranjak keluar dari kamar Raya. Ia mengambil nampan, piring, mangkok dan gelas. Kemudian mengisinya dengan makanan yang tersaji di atas meja.

Sementara itu, Gilang dan Gio saling pandang. Merasa aneh dengan tingkah Rose. Baru salah satu di antara mereka akan bertanya, Rose terlebih dahulu bersuara. "Kalian makan duluan aja. Raya minta makan di kamar."

Lalu, Rose beranjak kembali menuju kamar putrinya. Tanpa berniat untuk melihat reaksi Gilang maupun Gio. Sampai di kamar Raya, Rose menadapati putrinya itu tengah berbaring meringkuk dan menghadap jendela.

"Ayo makan dulu, Sayang," ucap Rose lembut.

🥑🥑🥑

Di lain tempat, seorang laki-laki dewasa tampak kacau dengan muka kusut. Selama 27 tahun hidup, untuk pertama kalinya seorang Dokter Cakra merasa hilang kendali atas dirinya sendiri. Raya bukan perempuan pertama yang menjalin hubungan spesial dengan Dokter Cakra. Jelas, mengingat usia mereka terpaut cukup jauh. Tapi, Raya adalah perempuan pertama yang sukses mengacaukan isi hatinya.

Seminggu ini Dokter Cakra benar-benar dilema. Ia tahu dirinya salah. Sangat salah. Ingin punya pasangan yang normal katanya? Itu berarti, secara tersirat Dokter Cakra mengatakan bahwa Raya tidak normal.

Di satu sisi, Dokter Cakra ingin menemui gadis yang ia cintai itu, lalu meminta maaf dan segera menyelesaikan permasalahan ini. Tapi di sisi lain, Dokter Cakra merasa tidak punya muka untuk kembali menampilkan wajahnya di hadapan Raya.

"Huft!" Untuk kesekian kalinya, Dokter Cakra menghela nafas berat. Laki-laki itu baru selesai menangani pasien terakhir. Cukup menguras emosi. Seorang gadis SMA dengan segudang masalah keluarga. Tekanan yang tiada henti membuat gadis itu harus bergantung pada obat penenang.

Dokter Cakra meraih ponsel yang sejak tadi tidak tersentuh. Begitu menyala, foto seorang gadis cantik dengan senyuman manis terpampang memenuhi layar. Ya, siapa lagi kalau bukan Raya? Foto gadis itu diambil secara candid oleh Dokter Cakra saat mereka ke Dufan.

"I miss you so bad, Ay," lirihnya terdengar parau.

'Ceklek!'

Bunyi pintu yang dibuka dari luar membuat Dokter Cakra refleks mendongak. Keningnya mengernyit heran. Biasanya, siapapun selain pasien yang akan masuk ke ruang prakternya akan mengetuk pintu terlebih dahulu. Tapi, ini tidak. Lalu, Dokter Cakra semakin dibuat bingung dengan orang yang memasuki ruangannya.

"Papa?"

"Hai, Son!" Genta. Seorang pria paruh baya yang sangat berjasa di hidup Dokter Cakra. Orang yang membuat Dokter Cakra sampai ada di titik ini, membantunya melewati masa terpuruk atas kematian orang tuanya, serta memberikan Dokter Cakra pemahaman apa itu keluarga.

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang