24 - Dua puluh empat

15.1K 3.2K 1.1K
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***


"Karena takdir aku kamu, Aila. Mau syaratnya gagal, nama yang bersanding dengan nama kamu di lauhul Mahfud sana tetep aku. Allah, Allah yang mentakdirkan nama kita bersatu. Paham?"

Kahfi menatap dalam mata Aila, sedangkan sang empu langsung memalingkan wajah.

Aila menggigit pipi bagian dalamnya, menahan senyum. Kalimat yang diucapkan Kahfi sungguh mampu membuat hatinya menghangat.

Dan jantung yang menggila tentunya.

Aila menggeleng cepat. Menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. Dan semua itu tak lepas dari pandangan Kahfi.

Laki-laki itu malah memperhatikan Aila dengan menumpu dagunya. Membuat yang diperhatikan sedikit kaku untuk menggerakkan tubuhnya. Aila melirik Kahfi lewat ekor mata. "Gak usah liatin gitu kali!" ucapnya tanpa menoleh.

"Cantik gini, sayang kalau gak diliatin."

Aila tersedak. Wajahnya memanas. Ia menurunkan kakinya lalu bangkit. Berniat menghindar dari Kahfi tapi yang terjadi justru kemalangan. Aila tak sengaja tersandung oleh bawahan mukenanya. Ia hampir jatuh, tapi Kahfi lebih dulu menahan tangannya.

"Ya Allah, hati-hati, Ai."

Aila memegang dadanya yang berdegup kencang. Bukan karena salah tingkah, tapi karena kaget.

"Lagian main kabur-kabur aja. Aku belum selesai ngomong." Kahfi menarik tangan Aila hingga gadis itu kembali duduk. "Duduk dulu."

"Tapi jangan liatin terus!" Aila bersuara yang dibalas kekehan oleh Kahfi. Rupanya gadis itu salah tingkah.

"Tapi kan kalau ngobrol harus liat lawan bicaranya."

Aila menunduk. "Y-ya tapi jangan kelamaan!"

Kahfi tersenyum. "Iya iya. Yaudah sekarang liat sini, aku mau ngomong."

Aila kembali duduk bersila di atas kasur. Gadis itu duduk menghadap sang suami tapi kepalanya masih menunduk. "Apa?"

Kahfi terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Liat aku dulu. Masa aku ngomong sama kepala kamu. Mukanya mana?"

"Gak ada! Udah lanjut, suruh siapa bikin salting."

Kahfi tertawa. "Salting, heh?"

"Ya menurut Kapi aja!" Aila mendengus. Ia bersedekap dada. "Nyebelin banget sumpah! Gak usah ketawa!"

Kahfi melipat bibirnya meredakan tawanya. Ia mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. "Iya, maap-maap."

"Miip-miip."

Kahfi terkekeh. Tangannya mencubit gemas pipi Aila membuat gadis itu memekik. "Sakit, Kapi!"

"Makanya gak usah gemes, bisa?"

"Gak!" Aila menjawab galak.

"Galak banget."

"Bodo!"

Kahfi tertawa pelan. Ia mengelus pipi Aila yang tadi ia cubit. "Maaf ya, pipi. Tolong bilangin ke majikan kamu, gak usah gemes-gemes nanti kamu yang jadi sasarannya."

"Dih."

Kahfi melirik Aila lalu menaik turunkan alisnya. "Kenapa? Salting lagi yaa?"

"Gak!" Aila memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Mulutnya terus menggerutu.

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang