13 - Tiga belas

13.2K 2.6K 212
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***


Kahfi tidak main-main. Keesokan harinya ia benar-benar menjual motornya pada orang kenalan Arkan yang memang kebetulan tengah membutuhkan kendaraan beroda dua itu untuk kerja.

Karena kualitasnya masih bagus, orang itu membelinya dengan nominal 18 juta.

"Terimakasih, bang. Ini surat-suratnya udah saya atur semua ya." Kahfi berjabat tangan dengan pria itu sebagai ajang ijab kabul jual beli yang dibalas anggukan oleh si pembeli.

"Iya, terimakasih juga. Untuk bayaran, sudah saya transfer ke rekening yang kemarin abangnya kasih, ya."

Kahfi tersenyum lalu mengangguk sopan,"Iya, siap."

"Yaudah, kalau gitu saya duluan."

"Iya, bang. Silahkan."

Setelah pria pembeli itu pergi, Kahfi segera masuk ke dalam rumahnya. Ia tak henti-hentinya mengucapkan kalimat syukur. Walau sedikit, setidaknya mengurangi.

"Alhamdulillah." Ia meraih ransel serta almamater miliknya yang terletak di sofa ruang tamu kemudian kembali melangkah keluar.

"Umma, Aba, Kahfi berangkat kuliah dulu! Assalamualaikum!"

***

Karena motornya sudah dijual, jadi Kahfi berangkat ke kampus menggunakan angkutan umum. Sebenarnya tadi Aba menawarkan untuk menggunakan motor yang biasa digunakan oleh pria paruh baya itu, tapi Kahfi menolak dengan alasan ingin mencoba hal baru.

Angkutan umum yang dinaiki Kahfi berhenti tepat di depan kampus. Laki-laki itu langsung turun dan masuk setelah membayar tentunya.

Dengan almamater yang ia pegang di tangan kanan, Kahfi berlari kecil menuju gedung fakultasnya. Ia bisa dibilang sudah terlambat karena di perjalanan tadi lumayan ramai.

Kahfi mengetuk pintu lalu membukanya. Saat itu juga semua pasang mata langsung tertuju padanya.

Kahfi sih tidak peduli. Ia justru melirik ke tempat duduk dosen dan menghela napas lega saat tidak melihat keberadaannya. Sepertinya dosennya belum datang.

Tanpa menunggu lama lagi, Kahfi melanjutkan langkahnya masuk dan duduk pada kursi.

"Serius, anjir. Kemarin gue liat tuh cewek masuk ke Apartemen Daffa! Mahasiswa kelas sebelah."

"Lo daritadi bilang tuh cewek, tuh cewek terus. Minimal spill lah siapa ceweknya!"

"Lah, gue kira lo udah tau."

"Si Aila. Eh btw, orangnya juga gak ada sekarang. Gue yakin sih dia masih di Apartemen Daffa."

Telinga Kahfi yang semula berniat bodo amat urung saat nama itu disebut. Ia menghentikan aktivitasnya lalu berdiam diri sembari memasang telinga baik-baik.

Nguping? Tidak. Suara mereka saja yang lumayan kencang, jadi bagaimana ceritanya ia tak mendengar? Ditambah posisi mereka tepat di belakangnya.

"Dari dulu sok-sokan, eh taunya ada main sama cowok. Gue gak kaget lagi sih. Orang kayak Aila emang udah keliatan jiwa-jiwa murahannya."

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang