16 - Enam belas

14.2K 2.7K 165
                                        

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***


AN : Garis miring = flashback.

***

Pergi dari rumah Kahfi, mungkin itu pilihan yang tepat.

Aila tidak ingin merepotkan orang lain. Cukup sampai sini ia membawa-bawa orang lain ke dalam hidupnya, cukup sampai sini ia membuat orang lain susah karena masalahnya, cukup sampai sini ia membuat beban orang lain bertambah.

Cukup sampai sini, Aila tidak ingin bergantung pada orang lain.

"Eh jadi anak ilang gue sekarang." Aila terkekeh. Kini ia berada di trotoar jalan. Entah kemana tujuannya. Ia hanya ingin jauh dari mereka, orang-orang yang sudah banyak membantunya.

Aila mendudukkan tubuhnya di kursi kayu yang ada di depan warung yang masih tertutup. Ia mengusap peluh di dahinya. Sudah dari pagi ia berjalan dan Aila rasa sudah lumayan jauh dari tempat asalnya.

"Lumayan, ngebakar kalori." Lagi, Aila terkekeh karena ucapannya sendiri. Gadis itu menghela napas panjang seraya menyandarkan punggungnya. Matanya beredar ke segala penjuru hingga berhenti pada sebuah warung nasi yang terletak di seberang.

Aila merogoh saku dan ia menemukan selembar uang 10 ribu. Aila terdiam. "Uang gue abis, ngapain aja gue."

Aila mengedikan bahunya. Ia bangkit dan menyebrang. Aila akan membeli nasi untuk mengisi perutnya yang kosong dari siang tadi, sedangkan kini sudah ingin mendekati maghrib. Terlihat dari langit yang sudah berubah jingga. Matahari pun tampak mulai menyembunyikan tubuhnya.

Aila memesan satu bungkus nasi. Setelah selesai dilayani, Aila kembali keluar warung nasi itu. Ia menyebrang dan kembali pada tempat awalnya tadi.

Tapi pada saat ia sampai, Aila melihat adanya orang lain di sana. Dua anak kecil dengan pakaiannya yang kusam dan robek di beberapa bagian.

Saat Aila datang, keduanya langsung berdiri dari duduknya. Hal itu membuat Aila segera bersuara. "Eh, kalian mau kemana? duduk lagi aja gak papa. Aku bukan orang jahat kok."

Dua anak kecil itu saling siku, lalu satu dari mereka mengangkat kepalanya. "Gak papa, kak?"

Aila tersenyum lalu mengangguk. "Iya, gak papa. Ayo duduk lagi, aku ikut duduk juga, ya."

Keduanya kembali duduk, Aila pun ikut duduk di sampingnya. Aila mengeluarkan nasi bungkus yang dibelinya tadi dari kantung keresek. Saat ia ingin membuka karetnya, pergerakan Aila terhenti.

Gadis itu diam sejenak kemudian memasukan kembali nasi bungkus tadi ke dalam keresek. Atensi Aila berpindah pada dua anak kecil di sampingnya.

"Kalian adik kakak?" tanyanya.

Masih dengan anak yang sama, menjawab. "Iya, Kak."

Aila mengangguk. "Aku tebak, kamu kakaknya, ya?" Mata Aila tertuju pada anak yang dari tadi mengeluarkan suara.

Melihat kepala anak kecil itu yang mengangguk, Aila tersenyum kecil. "Kalian lucu."

"Oh iya, nama kalian siapa?"

Sang kakak kembali menjawab. "Aku Tiur, adik aku namanya Lala."

Pandangan Aila berpindah pada anak perempuan yang sedari tadi menunduk. "Halo, Lala. Kamu kenapa?"

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang