08 - Delapan

13.3K 2.5K 214
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***

Malam tiba. Dan Aila masih berada di tempatnya. Meringkuk di lantai berdebu dengan mata terpejam. Gadis itu berusaha tidur. Mengabaikan rasa lapar, dingin, dan pusing pada tubuhnya.

Fisik dan mentalnya benar-benar hancur.

Ia benar-benar ingin mati.

"Semoga Tuhan gak bangunin gue lagi setelah ini," lirihnya.

***

Besok harinya Aila kembali tidak masuk kuliah. Hal itu tentu menimbulkan tanda tanya di benak sosok laki-laki dengan hoodie hitamnya yang kini masih duduk di atas kendaraan beroda duanya.

Ia terus menghubungi nomor Aila, tapi nomornya selalu tidak aktif. Dari kemarin sore.

Khawatir? Tentu.

Pandangannya beralih pada sosok laki-laki yang juga baru tiba di parkiran kampus dengan kendaraan bermotornya.

Ia turun lalu menghampiri sosok laki-laki itu dengan wajah paniknya.

"Kahfi,"

Sang empu tentu menoleh. Kahfi melepaskan helmnya setelah menurunkan standar motornya. Ia turun dari motor dan berdiri di depan sosok yang barusan memanggilnya. "Kenapa, Daf?"

"Lo tau Aila dimana?"

Dahi Kahfi sontak mengernyit. Bingung, kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?

"Biasanya sama lo, kan?"

Percayalah, ada perasaan aneh di hatinya saat mengucapkan kalimat tadi. Tapi Kahfi berusaha mengabaikan. Ia fokus pada pertanyaan Daffa.

"Gue gak tau dia dimana."

Daffa mengangguk. "Thanks."

Setelah mengucapkan itu, Daffa berbalik dan kembali menaiki motornya hingga kendaraan beroda dua itu melaju keluar dari perkarangan kampus.

Sedangkan ditempatnya, Kahfi terdiam dengan pandangan dan perasaan yang sulit diartikan.

***

Menekan bel rumah di depannya berkali-kali hingga sosok wanita paruh baya keluar dengan raut paniknya.

Tapi semua tidak bertahan lama setelah pandangan mereka bertemu. Wanita paruh baya itu mematung di tempat.

"Daffa?"

***

Gara-gara Daffa pagi tadi, perasaan Kahfi saat ini menjadi tidak tenang.

Entah kenapa, pikirannya selalu tertuju pada Aila. Pada sosok gadis yang akhir-akhir ini mulai jarang mengganggunya.

Hei, bukankah itu hal yang bagus?

Kahfi menghela napas panjang. Ia menelungkupkan wajahnya pada meja hingga tak lama seseorang menepuk bahunya membuat kepala Kahfi kembali terangkat.

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang