بسم اللّه الرحمن الرحيم
Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-***
Sesuai rencana, keesokan harinya Kahfi mengajak Aila untuk pindah ke rumah baru mereka. Rumah itu hadiah pernikahan dari Umma Aba juga keluarga Aila dari pihak Ibu. Tadinya akan diberikan setelah resepsi, tapi karena dilihat butuh sekarang, jadi mereka memberikannya langsung.Bukan hanya rumah, perabotan yang ada di dalamnya pun sudah lengkap. Semua dipersiapkan oleh para orangtua.
Kahfi sempat menolak, karena memang ia ingin mencari uang sendiri untuk membeli rumah, tapi para orangtua terus bersikeras dan mengatakan 'tidak baik menolak pemberian orangtua.'. Kahfi mengalah, tapi dengan satu syarat, mereka tidak perlu lagi memberikan uang. Entah itu sebagai hadiah atau sebagainya. Biar Kahfi sendiri yang berusaha.
"Aila, bangun, udah sampai."
Sepasang kelopak mata itu bergerak sebelum akhirnya benar-benar terbuka.
Aila menegakkan posisi duduknya lalu menoleh ke luar jendela. "Udah sampe, ya?"
"Iya. Ayo turun." Kahfi membuka pintu mobil bagian pengemudi lalu turun, diikuti oleh Aila dari pintu penumpang sebelahnya.
Aila berdiri menghadap rumah, sedangkan Kahfi bergerak mengambil dua koper yang ada di bagasi setelah itu menghampiri Aila.
"Masuk, ayo."
Aila menoleh menatap Kahfi lalu tangannya bergerak mengambil satu dari dua koper itu. "Sini Ila bantu."
"Gak usah. Kamu masu--"
"Gak papa. Lagian ini kopernya punya Ila." Aila tersenyum dan itu tertular pada Kahfi yang juga ikut tersenyum.
Tangan laki-laki itu terangkat memasukan helaian rambut Aila yang terlihat keluar dari hijabnya.
Ya, ada kemajuan pada Aila. Gadis itu perlahan mulai menutup rambutnya dengan kain hijab. Meski belum syar'i, tapi hal itu menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Kahfi. Sudah ia bilang bukan kalau Aila istimewa dan bahkan di matanya sangat spesial. Gadis itu langsung mempraktekkan ilmu yang sudah ia dapat tanpa membantah.
"Gak papa, kopernya aku aja yang bawa. Kamu bantu aku bukain kunci rumahnya aja, ya?" Kahfi memberikan kunci rumah pada Aila lalu mengambil alih kembali koper gadis itu.
"Ayo."
Aila mengangguk cepat. Gadis itu berlari ke arah pintu masuk, Kahfi tersenyum kecil melihatnya lalu mulai melangkah menyusul.
"Bisa gak buka kuncinya?"
"Bisa. Masa gini doang gak bisa." Aila memutar kunci lalu menggerakkan gagang pintunya, berkali-kali, tapi benda kayu itu tak kunjung terbuka membuat Kahfi yang menunggu di sampingnya terkekeh.
Ia mengambil alih kunci rumah dari tangan Aila. "Katanya bisa."
Aila mendengus. "Bisa. Itu pasti macet."
"Halah." Kahfi memutar kunci dan suara 'krek' terdengar. Laki-laki itu mendorong gagangnya dan pintu itu terbuka. Ia menoleh lalu menaik turunkan alisnya membanggakan diri pada Aila yang terlihat mendengus malas.
"Bisa kan? Gak macet tuh."
"Hm." Aila mengambil kopernya lalu berlalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kahfi yang kini tengah tertawa kecil di ambang pintu.
"Ditinggal mulu. Tungguin, Ai!"
"Lama!"
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in sincerity (TERBIT)
Espiritual- PART LENGKAP love in sincerity versi novel bisa dipesan melalui shopee @hestheticofficial "Kebahagiaan", satu kata yang banyak sekali orang mengharapkan kehadirannya. Bahagia itu relatif, siapapun bisa menciptakannya. Termasuk, diri sendiri. Janga...