33 - Tiga puluh tiga

14K 2.4K 469
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***

Jika biasanya Kahfi yang lebih dulu bangun, entah kenapa sekarang mata Aila yang lebih dulu terbuka, bahkan kini gadis itu sudah duduk di atas sajadah dengan wajah yang ia telungkupkan pada lutut yang dilipat. Semua itu tak lepas dari pandangan Kahfi. Laki-laki itu melirik jam dinding lalu bangun dari tidurannya. Dahi Kahfi mengernyit saat pening sedikit masih terasa, menggeleng sekilas kemudian beranjak menghampiri Aila.

Tanpa kata Kahfi duduk di samping istrinya. Tangannya ia angkat mengelus kepala Aila yang tertutup mukena. "Ai?"

Aila mengangkat kepalanya namun tidak menoleh. Gadis itu terlihat menutup dan mengusap-usap wajahnya dengan tangan. Melihatnya, Kahfi segera menghentikan.

Kahfi menahan tangan Aila lalu menariknya hingga ia bisa melihat wajah basah istrinya itu. Senyum hangat Kahfi tampakkan.

"Kenapa nangis, hm?" Tangan kiri Kahfi menggenggam tangan Aila sedang tangan satunya ia angkat mengusap lembut wajah gadisnya menghapus air mata yang masih tersisa di sana.

"Kapi udah mendingan? Badan kamu masih pan--"

"Kamu kenapa nangis, sayang?" Kahfi memotong mengabaikan pertanyaan pengalihan dari Aila.

Ia menatap tegas namun lembut kedua netra Aila yang masih terlihat berkaca-kaca. "Kenapa? hm?"

Pandangan mereka bertemu beberapa detik sebelum akhirnya Aila menjatuhkan kepalanya di pangkuan Kahfi. Isak tangis gadis itu kembali terdengar.

"Kapii, Ila capek," lirih gadis itu.

Kahfi menunduk lalu mengelus lembut kepala Aila, ia membiarkan istrinya itu menangis di pangkuannya.

Sekitar 5 menit posisi Aila tidak berubah, selama itu juga Aila menangis dengan tangan yang mencengkram baju Kahfi. Tangan Kahfi juga tak berhenti mengelus kepala Aila, sesekali mengecupnya. Saat dirasa cukup tenang, barulah Aila kembali menegakkan tubuhnya.

Aila mengusap wajahnya dengan kain mukena lalu masih dengan sisa sesegukan nya ia menatap Kahfi yang juga tengah menatapnya.

"Capek kenapa? Ada apa, Ai? Cerita." Kahfi menggenggam tangan Aila lalu menatap dalam kedua netra gadisnya.

"Kapi, p-pasti Ila beban, ya?"

Dahi Kahfi mengernyit tanda tidak setuju, kepalanya ia gelengkan. "Kamu itu hadiah istimewa dari Allah buat aku, bukan beban, Ai."

"Kenapa bilang gitu?"

Aila menarik napas dalam-dalam lalu kembali bersuara. "Ila beban, harusnya Kapi gak nikahin--"

"Ai, stop. Kamu kenapa? Gak usah ngomong aneh-aneh, aku gak suka." Tatapan Kahfi berubah tegas.

"Ada apa, Ai? Ada apa? Bilang sama aku, kalau ada masalah kita selesain bareng-bareng bukan malah ngomong ngelantur gini."

Aila membalas tatapan Kahfi yang masih terlihat sayu, wajah laki-laki itu juga masih terlihat pucat. "Kapi--maaf." Aila menunduk.

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang