06 - Enam

13.8K 2.5K 162
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***


"Tugas kemarin sudah saya rekap nilainya. Dari banyaknya mahasiswa di kelas ini hanya 1 yang tidak mengumpulkan dan nilainya saya kosongkan."

Dosen pria itu mengangkat kepalanya lalu mengedarkan pandangan. "Alia Shanum Taleetha?"

Para mahasiswa maupun mahasiswi di sana langsung berbisik dan turut mengedarkan pandangan mereka mencari sosok yang namanya barusan dipanggil.

"Ada yang tahu Alia kemana?" Dosen kembali bertanya yang dibalas gelengan oleh semua.

Akhirnya pria paruh baya itu mengangguk. "Baik."

Setelahnya ia memulai materi. Dan semua mulai memfokuskan perhatian pada penjelasan dosen di depan.

Ah, sepertinya tidak semua. Karena ada satu yang terlihat melamun dengan pikiran yang sudah melambung jauh.

"Gak masuk? Kemana?"

"Kahfi Ghazi Abqary."

Lamunannya buyar. Kahfi sontak menatap lurus ke arah dosen yang barusan memanggil namanya. "Iya, Pak?"

"Tolong presentasikan hasil tugas kamu di depan, agar yang lain bisa mencontoh."

Kahfi mengangguk. "Baik, Pak."

***


Selesai jam mata kuliah Kahfi tak langsung pulang. Seperti biasa, laki-laki itu berdiam diri di kantin guna menyelesaikan tugas kuliah yang tiada hentinya.

Soal luka memar di punggungnya, tadi malam ia sudah mengopresnya dan mengoleskannya dengan salep. Alhamdulillah rasa sakitnya mereda, meski belum benar-benar hilang.

Tapi bagi Kahfi itu tidak masalah, makanya kini ia bisa pergi ke kampus.

Kahfi menghela napas panjang. Satu yang mengganggu kegiatannya saat ini, pikirannya yang tidak bisa fokus.

Tumben sekali. Biasanya jika ia tengah mengerjakan sesuatu, ia akan fokus tanpa memikirkan hal lain.

Tapi sekarang?

Dia baik-baik saja, kan?

Kalimat itu terus berputar di kepalanya membuat Kahfi pening sendiri. Laki-laki itu menggeleng berusaha tak peduli tapi tetap saja.

Otak dan hatinya tidak bisa dibohongi.

Oke, Kahfi mengakui ia khawatir. Apalagi kondisi terakhir kali mereka bertemu bisa dibilang tidak baik. Bahkan sangat buruk. Kahfi akan merasa bersalah jika sesuatu terjadi pada gadis itu.

Lagipula siapa yang tidak akan khawatir jika berada di posisi Kahfi saat ini?

Ya, apa yang dirasakan Kahfi itu lumrah terjadi. Rasa khawatir antara sesama manusia.

Kahfi menghembuskan napas beratnya. Ia menutup laptop lalu beranjak dan pergi dari sana. Ia akan bertanya pada mahasiswi yang berada di kelasnya tentang Aila. Mungkin saja dari mereka ada yang mengetahui.

Minimal, ia mendapat nomor telepon Aila. Kahfi harus mencari tahu keadaan gadis itu.

Tapi sepertinya harus tertunda karena hadirnya seorang gadis berkhimar syar'i. Zaskia.

"Assalamualaikum, Kak."

Kahfi melempar senyum simpulnya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada apa, Ra?"

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang