بسم اللّه الرحمن الرحيم
Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-***
"Kamu mau kuliah lagi?"
Aila menoleh. Diam beberapa detik kemudian membalasnya dengan pertanyaan juga. "Emang boleh?"
Kahfi tersenyum lalu mengangguk. "Kenapa enggak? Kan menuntut ilmu, dosa justru kalau aku ngelarang. Mau? Aku daftarin ulang kamu, tapi—ulang dari awal, karena data-data kamu yang dulu ilang. Ulang dari semester satu."
Aila manggut-manggut paham, setelahnya ia menggeleng. "Gak usah deh kalau emang ribet. Lagian Ila di rumah aja belajarnya. Kan ada Kahfi, Kahfi yang ngajarin Ila. Jurusannya juga sama, kan?" Aila menaikkan alisnya dengan tersenyum lebar.
"Serius? Gak ribet kok, Cuma butuh waktu buat ngurusnya."
Aila tetap menggeleng. "Gak usah, Kapi. Belajar dari rumah bisa sama Kapi. Oh atau jangan-jangan kamu gak mau ngajarin Ila?!" mata Aila melotot garang.
Bukannya takut, Kahfi malah terkekeh. Tangannya terangkat mengusap lembut wajah Aila. "Mau, sayang, mau."
"Idih. Siying, siying, siying. Sayang aja terus sayang."
Kahfi tertawa. Ia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah Aila lalu turut merebahkan tubuhnya dengan paha Aila yang menjadi bantalan. Kini mereka tengah bersantai di ruang keluarga setelah makan malam.
Kahfi menatap wajah Aila yang terlihat serius membaca buku dari bawah. Akhir-akhir ini memang Aila suka sekali membaca buku, walau buku yang dibaca itu-itu saja—35 sirah shahabiyah—tapi Kahfi merasa bangga, Kahfi sangat bersyukur. Setidaknya waktu luang Aila bermanfaat dan gadis itu tidak terlalu memikirkan tentang masalahnya.
"Ai," panggil Kahfi.
"Hm."
"Pas aku ucap qabul kemarin kamu gak sadar. Emang kerasa vibes pernikahannya?"
Aila melirik Kahfi sekilas kemudian menggeleng. "Engga kerasa. Kaget tiba-tiba udah punya suami aja."
Kahfi terkekeh. Tangannya terangkat mencubit gemas ujung hidung Aila. "Tapi sekarang seneng gak?"
"Biasa aja," sahut Aila cuek. Kahfi mendengus mendengarnya.
"Kamu pasti seneng kan nikah sama aku?"
"Biasa aja."
"Hih." Kahfi kembali mencubit ujung hidung Aila. Kali ini sedikit ditekan membuat Aila meringis.
"Kapi!"
"Apa?!" Kahfi melotot yang dibalas pelototan juga oleh Aila. Keduanya saling tatap melempar pelototan, setelah itu sama-sama tertawa. Entah apa yang lucu.
Kahfi mencubit kedua pipi Aila lalu mengunyel-ngunyelnya. "Lucu banget kesayangan aku."
"Dih, apasih!" Aila membuang wajah hingga tangan Kahfi lepas dari pipinya. Bibir gadis itu berkedut menahan senyum. Kahfi yang menangkap hal itu tersenyum jahil. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, lalu dengan sengaja, Kahfi mencondongkan tubuhnya pada Aila.
"Heh, ngapain?!" Aila menutup setengah wajahnya dengan buku sirah tadi, matanya mengerjap cepat menatap Kahfi yang berjarak sekitar 10 cm dari nya. "K-Kapi?"
"Hm? Kenapa, sayang?" Tubuh Aila menegang saat tangan Kahfi terangkat membelakangi rambutnya yang menjuntai ke belakang telinga. Aila menahan napasnya lalu semakin mengangkat buku hingga hampir menutupi seluruh wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in sincerity (TERBIT)
Espiritual- PART LENGKAP love in sincerity versi novel bisa dipesan melalui shopee @hestheticofficial "Kebahagiaan", satu kata yang banyak sekali orang mengharapkan kehadirannya. Bahagia itu relatif, siapapun bisa menciptakannya. Termasuk, diri sendiri. Janga...