35 - Tiga puluh lima

14.7K 2.5K 657
                                    

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Vote dan komennya, tie!
-Semoga suka dan bermanfaat-

***


"Maaf, apa sebelumnya Aila pernah mengalami hal-hal yang membuatnya trauma?"

Kahfi diam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh dokter. Ya, setelah Aila membisikan kalimat yang paling ia benci itu, Aila langsung tidak sadarkan diri. Kahfi langsung menghubungi Umma dan saat itu juga Umma membawakannya seorang dokter wanita yang merupakan temannya.

Kahfi menatap sang dokter lalu menggeleng. "Aila belum cerita ke Kahfi, Tante. Tapi sebelumnya---kehidupan Aila bisa dibilang---" Kahfi tidak melanjutkan ucapannya, terlalu sakit, ia hanya menggeleng.

Dokter wanita yang merupakan teman Umma itu paham lalu mengangguk.  "Menurut hasil pemeriksaan, Aila mengalami PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder. Ada kejadian yang membuat dia trauma dan tekanan yang diterimanya cukup besar. Mungkin nanti, kamu sama Aila bisa ke rumah sakit ya, temui tante lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Aila gak cerita apa-apa ke kamu, Kahfi?" Mawar--nama dokter wanita itu- kembali mengajukan pertanyaan.

Kahfi menggeleng, hal itu membuat Mawar tersenyum lembut.

"Ya sudah, tante paham. Jangan terlalu dipaksa juga buat Aila cerita, ya? Aila butuh waktu. Kamu juga jangan berhenti buat support istri kamu," ucapnya yang dibalas senyuman simpul oleh Kahfi.

"Iya, Tante."

Menjelaskan sedikit lagi apa yang harus dilakukan, setelah itu Mawar pamit untuk kembali. Awalnya Kahfi ingin mengantarkannya ke depan, tapi Umma melarang dan menyuruhnya untuk tetap menemani Aila. Biar Umma saja yang mengantarkan, katanya.

Pandangan Kahfi terus mengarah pada Aila. Penjelasan dokter tadi mampu membuat perasaan sesak itu hadir menyerangnya.

Kahfi merasa gagal untuk membuat Aila bahagia.

Kahfi merasa gagal untuk menepati janjinya.

Kahfi merasa gagal untuk menjadi suami yang baik untuk istrinya.

Kahfi merasa gagal untuk menjadi rumah pulang bagi Ailanya.

Helaan napas berat keluar dari hidung Kahfi. Laki-laki itu duduk pada pinggiran kasur tepat di samping Aila yang berbaring. Di pegang nya tangan Aila yang terasa dingin dan tatapannya jatuh pada bekas goresan yang ada di pergelangan tangan gadis itu. Ya, ia baru sadar saat dokter Mawar memberitahunya tadi. Aila sudah menyayat pergelangan tangannya.

Untuk yang kesekian kalinya Kahfi merasa gagal.

"Ai..." Kahfi menggenggam tangan Aila dan membawanya ke kening, tak lama bahunya bergetar, Kahfi menangis.

Kahfi menumpahkan semua rasa bersalah, rasa kecewa, rasa sedih, rasa sesaknya dalam tangisan tanpa suara itu.

"Allah.." Kahfi mencium lembut tangan Aila lalu setelahnya mendekatkan mulutnya ke telinga Aila.

"Aku tau kamu kuat, kamu perempuan hebat, kamu perempuan hebat, kamu hebat, hebat, hebat," bisiknya dengan suara serak dan bergetar. "Ai, kamu pasti bisa lewatin semuanya. Jangan nyerah, ya sayang? Kamu pasti bisa.."

Kahfi mengusap lembut sekitaran luka goresan di tangan Aila. "Tangan kamu terlalu cantik buat digores kayak gini, sayang...."

Kahfi kembali mencium tangan Aila, ia memposisikan tangan gadis itu di keningnya. Diam dalam posisi yang tidak berubah sampai tepukan pada bahunya membuat Kahfi mengangkat kepala.

Love in sincerity (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang