42 - ATLAS DAN PENYESALANNYA

599 41 16
                                    

Hallow, haiii, vrennn. I'm back🤸

Satu vote + komen kalian, semangatku!!!

🌻🌻🌻🌻

-Ilusi hati yang menipu otak-

Detak jarum jam mampu mengisi kekosongan ruang inap Atlas. Tidak ada pembicaraan, hanya diam dan saling pandang satu sama lain. Afghan sudah menggaruk kepalanya yang tidak gatal berulang kali, lidahnya seketika kelu hanya untuk mengucapkan sepatah kata. Pun dengan Ariel dan Excel, mereka hanya bisa diam, sesekali meringis.

"Las---sorry," ucap Afghan yang akhirnya memecah keheningan yang hampir tiga puluh menit terjadi.

Atlas yang awalnya menatap langit-langit kamar inap, langsung beralih menatap Afghan yang duduk di depan ranjangnya. "Sejak kapan?"

"Mak---sut---nya?" tanya Afghan dengan suara patah-patah.

Atlas mengembuskan napas berat. "Sejak kapan lo usut semuanya?"

"Sejak malam itu. Makanya tiap lo semua bahas soal teror sebisa mungkin gue menghindar, gue nggak mau mulut lemes gue ini sampai ember. Lo tahu kan, mulut gue ini gimana. Malam Dies Natalis, lo suruh gue jagain Starla tapi malah pulang. Gue sebenernya nggak langsung ke rumah lo, gue ada janji sama bokapnya Marsya. Abang Las huwaaa maafin Dedek Afa." Afghan sudah menelungkupkan kepalanya di ranjang Atlas, cowok itu tidak berani menatap mata tajam sahabatnya.

"Bokapnya Marsya?" Atlas masih bertanya dengan suara berat dan dingin khasnya, yang mampu membuat orang gemetaran seperti Afghan saat ini.

Afghan masih menelungkupkan kepalanya, membuat Atlas mendorong kepala cowok itu untuk duduk seperti semula. "Iya, malam itu gue minta bokapnya Marsya buat nyewa pengacara biar Marsya bisa keluar. Tapi, nggak semudah itu. Susah banget yakinin bokapnya Marsya kalau Marsya nggak salah, itu emang mobil punya Marsya tapi bukan Marsya yang lakuin," jelas Afghan panjang lebar.

"Thanks, Af." Atlas tersenyum simpul, netranya sudah tidak menatap Afghan tajam lagi. Afghan yang melihatnya langsung berdiri---meninju udara di depannya kuat-kuat, bisa dipastikan jika tinjuan Afghan diberikan pada seseorang sudah pasti orang itu akan patah tulang.

Saking tidak percayanya dengan respon Atlas, Afghan sampai menangis tersedu. Cowok itu menangis dengan tangan masih meninju udara di depannya. Ariel dan Excel yang melihatnya juga tidak kalah bahagia.

"Gila anjir temen gue," pekik Ariel yang langsung ikut berdiri dan merangkul bahu Afghan. Ariel dan Excel juga sudah tahu, bahkan, Afghan sendiri yang memberitahu. Awalnya mereka tidak percaya, tapi, kedatangan Marsya yang ikut menjelaskan lebih tepatnya dipaksa Afghan menjelaskan langsung dipercayai oleh keduanya.

Excel juga sudah ikut berdiri, melingkarkan tangannya ke perut Ariel dan Afghan. "Nggak nyangka lo bisa kayak gini, Af. Keren."

Atlas yang duduk dengan tubuh bersender di ranjang menatap teman-temannya haru, dia sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka bertiga. Atlas tidak akan membiarkan persahabatannya hancur, apalagi hanya karena cewek.

"Ikut," celetuk Atlas. Ariel, Afghan, Excel langsung menatap Atlas.

Atlas tersenyum tipis. "Masa kalian pelukan nggak ngajak gue?"

Ariel, Afghan, dan Excel tertawa nyaring. Mereka langsung mendekat ke arah Atlas. Memeluk sahabatnya itu.

"Sumpah gue nggak ada niatan apa-apa. Gue cuma mau---"

"Caper depan Starla. Lo lebih pantes sama Starla," potong Atlas. Mendengar jawaban Atlas, pelukan mereka langsung terurai.

"Ngomong apa sih, lo?" Afghan menahan mati-matian supaya emosinya tidak naik.

ATLASTA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang