46 - KITA YANG SELAMANYA

1.2K 57 21
                                    

Hallow, i'm back😫

Btw part ini panjang banget😔

Selamat membaca, semoga kalian nggak kecewa sama endingnya😁🤟

Yups, ini udah ending, vrennn. Sedih banget aku😫💖💖

🌻🌻🌻

"Sejahat apa pun dunia ke kamu, kamu harus tetap hidup."

_Atlasta

"Kata dokter gimana?"

Starla yang baru saja balik dari kantin rumah sakit itu menatap satu persatu teman-teman Atlas. Hari sudah malam, sedari pagi Starla memang belum makan. Bahkan, di sekolah dia hanya membeli roti itupun hanya dapat mengganjal perutnya supaya tidak terlalu lapar.

Teman-teman Atlas menyuruh Starla untuk makan dulu, lebih tepatnya memaksa. Karena, gadis itu selalu saja menolak, bahkan di saat yang lain makan dia hanya diam menundukkan kepala. Starla benar-benar kacau, sampai membuat dia tidak nafsu makan. Sedari tadi hanya duduk di depan ranjang Atlas, dengan atlas yang masih memejamkan matanya.

Kata dokter, luka Atlas tidak berpengaruh pada luka tembaknya, benturan meja juga tidak tepat mengenai dadanya. Tapi tetap saja Starla tidak kuasa melihat keadaan Atlas, yang penuh lebam. Memang, Gara tadi hanya memukul habis-habisan wajah Atlas.

"Tadi waktu lo keluar, keadaan Atlas tiba-tiba memburuk," jawab Afghan.

Saat ini Afghan dan yang lain duduk di depan ruang IGD. Mereka tidak berani menatap Starla, pandangannya jatuh pada sepatu sekolah yang masih mereka pakai. Baju seragam yang berantakan juga belum diganti.

"Tapi Atlas nggak apa-apa, kan. Dia nggak apa-apa, kan?" tanya Starla panik. Gadis itu berdiri di depan Afghan. Tidak ada yang menjawab, semuanya diam.

Starla mendesis mengkal ketika melihat teman-teman Atlas hanya diam.

"Kok lo semua pada diem sih, jawab!" Masih tidak ada yang menjawab. Seolah semuanya kompak tidak ingin memberi tahu keadaan Atlas sekarang.

Starla berjalan mendekati Mikha, dia lalu memegang bahu Mikha. Mikha pun sama, hanya diam, menundukkan kepala.

"Mikh, Atlas nggak apa-apa, kan?"

"Mikh jawab, jangan diem aja!" Mikha hanya menggeleng, Starla semakin resah. Dia kemudian berjalan ke tempat duduk Excel, menepuk pundak gadis itu

"Cel, Atlas nggak apa-apa, kan?" Tidak ada jawaban.

"Af."

"Riel."

"Budeg lo semua? Gue tanya Atlas nggak apa-apa, kan?"

"Kita semua maunya gitu, Star. Tapi----"

"Nggak! Atlas nggak apa-apa, dia nggak apa-apa."

Starla mengacak rambut panjangnya, pikirannya kalut. Dia tidak mau sampai Atlas ikut meninggalkan dirinya. Tapi, sebisa mungkin Starla berpikir positif, semua akan baik-baik saja.
Namun, saat mendengar celetukan Afghan, Starla langsung menggelengkan kepalanya kuat. Pikiran positif yang dia jaga sudah lebur, sekarang pikirannya penuh dengan hal-hal menakutkan. Apa Atlas juga ingin meninggalkan dirinya? seperti bundanya. Starla tahu, semua yang hidup pasti akan mati. Karena sejatinya tidak ada yang abadi di dunia ini. Tapi, untuk kali ini, Starla belum siap. Dia belum siap kehilangan lagi.

"Starla, lo kuat." Mikha dan yang lain sudah berdiri, mereka memeluk Starla mencoba memberi kekuatan.

Starla masih menggelengkan kepalanya. Dia belum siap. Gadis itu melepaskan tubuhnya dari pelukan teman-teman Atlas. Dengan deru napas tidak beraturan, dan rasa takut yang begitu hebat dia berlari masuk ke dalam ruang IGD. Menemui Atlas.

ATLASTA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang