Salju turun di dataran Hitrach, pagi hari itu diawali dengan suhu yang sangat dingin. Seorang pria memperhatikan gadis yang terbaring diatas ranjangnya, dengan seksama memperhatikan setiap detail wajah gadis itu.
"Dia cantik, namun tubuhnya masih sangat kurus. Entah apa yang telah dilakukan keluarganya dulu, hingga dia tumbuh menjadi gadis yang sangat lemah dan mudah ketakutan."
Arthur terus memperhatikan Fidellia, sudah lebih dari 10 tetes darah telah dia berikan tapi gadis itu tak kunjung sadar. Bahkan Naka yang sudah menjilati wajah gadis itu hingga lelah, kembali ke dalam ruang penyimpanan karena tuan putrinya belum sadar juga.
Perlahan Arthur mendekati kasurnya, kemudian dia mengukur suhu tubuh Fidellia dengan menempelkan punggung tangannya ke dahi Fidellia. Suhu tubuhnya normal, nafasnya juga normal dan tidak ada satupun keanehan. Fidellia saat ini seperti putri tidur yang sangat tenang, mungkin mimpinya sangat indah.
Setelah 2 jam lebih Arthur memperhatikan wajah Fidellia, tiba-tiba mata indah itu terbuka. Karena khawatir, Arthur segera memanggil tabib dengan telepati. Fidellia yang baru hanya melihat sekelilingnya, kemudian menatap Arthur dengan tatapan sendu.
"Apa kita akan mulai latihan, Yang Mulia?" Arthur berdecih.
"Ck kau buta? Lihat kondisimu yang sangat lemah. Bagaimana bisa kita latihan sekarang?"
"Aku hanya tidak ingin Yang Mulia marah."
Fidellia menunduk sambil memainkan jarinya, sedangkan Arthur yang mendengar perkataan gadis itu hanya bisa memijat pelan keningnya yang pening. Gadis didepannya ini benar-benar tidak terduga, pikirnya.
"Aku tidak akan marah, kecuali kau membantah perintahku. Sebentar lagi tabib akan memeriksa kondisimu, setelah itu kau makanlah dan tidak boleh keluar dari sini. Aku harus pergi untuk melihat beberapa berkas, saat aku kembali kau harus sudah makan."
Fidellia mengangguk dan kembali diam sambil menatap ke jendela, kemudian Arthur keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian seorang tabib datang dan segera memeriksa keadaan Fidellia. Menurut tabib, Fidellia syok karena beberapa faktor. Tanpa sadar dia mengingat kembali kenangan yang membuat traumanya muncul, hal tersebut membuat dia pingsan. Faktor lainnya yaitu dia tidak bisa bertahan lama ditengah udara yang dingin, tubuhnya akan melemah dengan cepat makanya setelah memanah seluruh kekuatannya habis.
Setelah memberikan beberapa ramuan herbal dan beberapa pil untuk kekebalan tubuh, tabib itu izin untuk kembali ke tempatnya. Tak lama setelah tabib itu pergi, Oriouze datang membawa makanan. Sebenarnya Lumy yang mengantarkan makanan itu, namun Oriouze menghadangnya karena tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kamar raja.
"Nona makanlah, setelah itu minum ramuan itu dan beberapa pil yang sudah diberikan tabib. Jika nona merasa masih sangat lemah, jangan malu untuk memanggil tabib lagi."
"Terima kasih tuan. Tapi aku boleh kembali ke kamarku?"
"Saya rasa nona belum bisa kembali, Yang Mulia menempatkan nona disini karena aksesnya lebih mudah untuk di jangkau dibandingkan dengan istana barat."
"Ah begitu, kalau begitu terima kasih tuan Oriouze. Maaf karena sudah merepotkan tuan."
"Tidak apa-apa nona. Oh ya bagaimana jika saat kita mengobrol jangan terlalu formal?"
"Boleh, sepertinya tuan juga orang yang menyenangkan."
"Nah jika nona memanggil Gazrel dengan sebutan kakak, nona bisa memanggil saya dengan sebutan pangeran tampan."
"Baik pangeran kodok, aku akan suka rela memanggil kamu dengan nama itu."
"Hei hei jangan bertingkah seperti Gazrel mentang-mentang kita akan menjadi akrab. Aku masih bisa melemparkanmu di jurang nona."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet My King [End]
FantasyPertemuan itu takdir. Pertemuan itu terjadi karena pertikaian. Pertemuan yang melibatkan dua dunia yang berbeda. Pertemuan antara seorang gadis lemah dengan raja terkuat yang pernah ada. Pertemuan yang menghadirkan suka dan duka, tawa dan tangis. K...