09. Sudah Mulai Nyaman

3.8K 260 18
                                    

Setelah mengambil bahan skripsinya, Anisa pergi ke ruangan Imam. Saat itu Imam sudah berada di dalam ruang kerjanya. Sehingga Anisa ragu untuk masuk ke sana.

Tuk-tuk-tuk!

Gadis itu mengetuk pintu ruang kerja dosennya tersebut.

"Masuk!" sahut Imam dari dalam.

Ceklek!

"Permisi, Pak," ucap Ima, ragu.

"Sini, duduk!" ujar Imam, sambil menunjuk kursi yang ada di depannya.

Anisa pun akhirnya duduk di hadapan Imam. Kemudian ia membuka laptopnya.

"Ini skripsinya, Pak," ucap Anisa. Ia belum melakukan print out karena skripsinya itu masih sangat jauh.

Imam melihat-lihat isi dari skripsi yang Anisa buat. Ia bahkan membacanya dengan serius.

Imam manggut-manggut. "Ini cukup bagus. Tapi ada beberapa bagian yang kurang detail," ucap Imam.

"Yang mana ya, Pak?" tanya Anisa. Ia cukup tertarik dengan arahan Imam. Anisa pun senang karena dengan begitu ia seperti mendapat bimbingan khusus.

Imam menjelaskan pada Anisa bagaimana agar skripsinya itu lebih menarik dan sempurna. Ia memberikan beberapa catatan dan arahan. Anisa pun memperhatikannya dengan seksama.

Namun, saat menoleh ke arah Imam, hatinya masih berdebar-debar. 'Duh, kenapa sih perasaan ini susah banget dikendaliin?' batin Anisa. Ia kesal pada dirinya sendiri.

"Gimana, kamu paham?" tanya Imam.

"Paham, Pak. InsyaaAllah akan saya revisi dalam waktu dekat," jawab Anisa.

"Oke, saya tunggu revisiannya. Lebih cepat lebih baik," ucap Imam.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Anisa.

"Tunggu, Nis!" Imam menahan gadis itu.

"Iya? Ada apa, Pak?" tanya Anisa.

Imam terlihat ragu mengatakan apa yang ingin ia sampaikan. Namun ia merasa perlu menyampaikan hal itu. Sehingga Imam memberanikan diri meski khawatir Anisa akan tersinggung.

"Sebelumnya maaf jika ucapan saya menyinggung kamu. Tapi kalau kamu butuh sesuatu, jangan sungkan untuk katakan pada saya! Saya akan siap membantu, entah dalam bentuk uang ataupun barang," ucap Imam.

"Dalam kondisi sesulit apa pun, usahakan jangan sampai kamu mengambil langkah yang salah," lanjutnya.

Anisa mengerutkan keningnya. Ia tidak paham ke mana arah pembicaraan Imam. Padahal Imam sedang menyindirnya yang pernah check in dengan pria di sebuah hotel.

"Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak merepotkan Bapak. Apalagi Bapak sudah banyak membantu saya. InsyaaAllah saya akan selalu berusaha mencari uang yang halal," jawab Anisa.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Imam. Ia lega karena Anisa mengatakan hal itu. Ia anggap bahwa kejadian di hotel kemarin hanya sebuah kesalahan yang mungkin telah disesali oleh gadis itu.

"Kalau begitu saya permisi ya, Pak," ucap Anisa.

"Ya, silakan!" sahut Imam.

Anisa pun meninggalkan ruangan dosennya tersebut. Sebenarnya ia masih bertanya-tanya apa maksud pembicaraan Imam barusan.

"Ya udahlah, anggap aja dia cuma gak mau aku tersesat," gumam Anisa. Ia tak ingin terlalu pusing memikirkannya.

Semakin hari, hubungan mereka pun semakin membaik. Apalagi Imam sudah cukup sering memberikan bimbingan skripsi pada Anisa secara pribadi. Sehingga Anisa mulai merasa nyaman dan tidak terlalu canggung lagi terhadap Imam.

Imam untuk AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang