40. Ada Hati yang Terluka

3.3K 201 14
                                    

"Bapak ... jangan begitu, dong! Khilafnya cukup sekali aja! Kalau sampai diulang, namanya sengaja bikin dosa!" ucap Anisa, sambil memalingkan wajahnya.

Imam pun tak dapat menahan senyumannya. "Maaf ya, Nis. Maklumlah, saya kan bujang tua. Jadi agak sulit mengontrol diri. InsyaaAllah saya gak akan mengulanginya lagi. Kecuali pas udah halal nanti," ucap Imam.

"Iyalah, tinggal dua hari lagi, ya kali masih mau diulangi. Kebangetan!" gumam Anisa. Ia semakin memalingkan wajahnya karena sedang tersenyum. Anisa tak ingin Imam mengetahui hal itu.

Sebenarnya ia pun senang ketika Imam menciumnya. Namun ia sadar bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

"Tapi kalau udah halal, kamu gak akan keberatan, kan?" tanya Imam, genit.

"Apaan sih pertanyaannya. Gak lucu, ah!" ucap Anisa, salah tingkah. Wajahnya merona karena malu.

"Aku kan bukan lagi melucu, Nis. Aku cuma nanya. Yaa, siapa tau nanti pas udah halal kamu masih gak mau aku sentuh," ujar Imam sambil mesem-mesem.

Membicarakan hal itu membuat hati mereka berdebar-debar. Mereka pun sama-sama salah tingkah.

"Gak gitulah. Kalau udah halal kan beda lagi. Kewajiban," jawab Anisa, malu-malu.

Senyuman Imam semakin merekah. Ia jadi tidak sabar menanti momen halal itu. "Berarti nanti bisa langsung digas, dong?" tanyanya.

"Udah dong, Pak! Jangan bahas itu terus. Lagian hal kayak gitu mah gak perlu dibahas, kali." Anisa sebal karena Imam masih saja membahasnya. Ia sampai merasa wajahnya memanas.

"Kalau gak boleh dibahas, terus bolehnya diapain, dong? Kamu lebih suka langsung praktek aja, ya?" goda Imam.

"Bapak!" Anisa sedikit menyentak. Ia kesal karena Imam semakin keterlaluan.

"Hehehe, bercanda, Nis. Abis aku seneng banget mau nikahin wanita yang udah lama cinta sama aku," ucap Imam, jujur. Ternyata ia masih belum puas menggoda gadis itu.

Set!

Anisa langsung memicingkan matanya. "Oh! Jadi cuma aku? Jadi Bapak gak cinta sama aku? Ngapain dinikahin kalau begitu?" tanya Anisa, kesal.

"Emang kamu pingin baget aku cinta sama kamu?" ledek Imam.

"Enggak. Udahlah, kalau gak cinta, aku juga ogah. Kayak gak ada lelaki lain aja," ancam Anisa. Ia marah karena Imam tak mengaku bahwa telah mencintai Anisa.

"Ya ampun, gitu aja ngambek. Ya cintalah, Nis. Kalau gak cinta, lalu apa arti dari semua yang aku lakukan selama ini? Cinta itu kan gak perlu diucapkan. Tapi dibuktikan," jelas Imam.

"Dan aku membuktikannya dengan cara menikahi kamu. Pernikahan itu kan bukan permainan, Nis. Jadi aku gak mungkin sembarangan menikahi wanita," lanjutnya.

Hidung Anisa kembang kempis setelah mendengar pernyataan cinta dari Imam. Padahal ini bukan kali pertama. Namun entah mengapa gadis itu seolah selalu membutuhkan pengakuan berulang kali.

"Tapi jujur ya, Nis. Aku tuh heran. Sebelumnya aku udah beberapa kali bilang ke kamu. Tapi sampai sekarang, entah udah berapa kali, kamu masih nanya lagi. Gimana ya biar kamu bisa percaya sama aku, Nis?" tanya Imam.

Ia heran karena sampai saat ini Anisa masih belum percaya bahwa dirinya mencintai gadis itu.

"Entahlah. Aku juga udah berulang kali bilang. Aku lihat dengan mata kepala sendiri, beberapa minggu lalu Bapak masih berhubungan dengan tunangan Bapak. Jadi jangan heran kalau aku sulit percaya," jawab Anisa, kesal.

"Oke-oke ... aku minta maaf. Ya udah kalau kamu gak percaya. Nanti pasti akan aku buktikan sampai kamu percaya," janji Imam. Ia tak akan menyerah begitu saja. Ia ingin calon istrinya itu yakin bahwa perasaannya tulus.

Imam untuk AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang