"S-suka," jawab Anisa, gugup. Ia sangat tegang karena kini mereka hanya berdua di sebuah kamar yang suasananya begitu romantis.
Kamar tersebut pun sudah dihias sedemikian rupa untuk pasangan yang ingin bulan madu. Terdapat banyak bunga-bunga, serta lilin aroma terapi di setiap sudut kamar tersebut.
"Aku bahagia sekali akhirnya kamu bisa jadi milikku, Nis," bisik Imam, memudian ia mengecup pipi istrinya itu.
Wajah Anisa langsung merona. Pipinya pun terasa meremang. Ia khawatir Imam akan melakukannya saat itu juga. Bahkan ia sampai mematung karena saking gugupnya.
"Kamu bahagia, gak?" tanya Imam. Sejak tadi ia mengharapkan jawaban dari Anisa. Namun istrinya itu malah diam membisu.
Anisa hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. Ia tak sanggup untuk berkata-kata. Terlebih saat ia merasakan debaran jantung suaminya yang menempel pada punggungnya tersebut. Hal itu membuat jantung Anisa pun ikut terpacu.
Imam mendekap istrinya itu. Kemudian menarik istrinya supaya tubuh mereka semakin rapat.
Gluk!
Anisa menelan saliva kala merasakan embusan napas Imam yang menyentuh pipinya.
"Kamu gak gerah?" tanya Imam.
"E-enggak, kok. Tadi kan sebelum ke sini mandi dulu," jawab Anisa. Ia memang mandi sebelum berangkat ke hotel. Sebab merasa lengket karena sudah setengah hari mengenakan kebaya.
"Pantesan harum. Tapi aku mau lihat rambut kamu. Boleh, kan?" tanya Imam.
Gadis itu pun mengangguk. "Boleh," lirihnya. Mana mungkin ia melarang suaminya sendiri untuk melihat rambutnya.
"Sini, biar aku bantu lepas!" ucap Imam. Ia melepaskan pelukannya, kemudian membantu Anisa melepaskan hijab dengan posisi berhadapan.
Saat itu Imam pernah melihat Anisa tak mengenakan hijab. Ketika gadis itu hampir diperkosa di mess. Namun kondisinya cukup gelap, sehingga Imam tak melihatnya dengan jelas.
Anisa tak berani menatap Imam yang wajahnya kini begitu dekat. Setelah hijabnya terlepas, Imam pun langsung menanggalkannya. Kebetulan saat itu Anisa sedang tak mengenakan inner hijab.
Kala itu rambut Anisa masih diikat. Imam pun mengulurkan tangannya ke belakang kepala Anisa. Sehingga posisinya seperti hendak memeluk gadis itu. Kemudian ia melepaskan ikatan rambut istrinya.
'Harum banget,' batin Anisa. Ia malah gagal fokus pada aroma tubuh suaminya tersebut. Kebetulan saat itu wajah Anisa berhadapan dengan leher Imam.
Imam memang sengaja menyemprotkan parfum agak banyak. Supaya istrinya senang berada di dekatnya.
Setelah melepaskan ikatan rambut gadis itu, Imam pun kembali menatapnya. "Cantik," ucapnya, sambil menatap Anisa. Setelah itu Imam membelai wajah istrinya tersebut.
"Sekarang kita sudah sah jadi suami istri, Nis," ucap pria itu. Suaranya mulai terdengar berat.
Anisa mengangguk. Ia menghela napas kala merasakan sebelah tangan Imam melingkar di pinggangnya. Kemudian tangan itu menarik tubuhnya hingga merapat ke tubuh suaminya tersebut.
Ia memalingkan wajah karena merasa sesak saat ditatap dengan jarak begitu dekat. Namun Imam malah menarik dagunya supaya Anisa menatapnya.
"Aku cinta kamu, Nis," ucap pria itu.
Perasaan Anisa campur aduk. Diperlakukan secara romantis oleh dosennya sendiri tentu begitu menegangkan. Ia bahagia dan masih sulit percaya. Ingat betul bagaimana dulu Imam sering mengabaikannya. Sehingga kebahagiaannya saat ini sangat luar biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imam untuk Anisa
RomansCinta sebelah pihak tentu sangat menyakitkan. Apalagi jika orang yang dicintai justru mencintai orang lain. Anisa yang selalu ceria dan sering mendekati dosennya itu terpuruk sejak papahnya dipenjara atas tuduhan korupsi. Ia berubah menjadi pendiam...