Anisa tidak menyangka Yusuf akan seserius itu menangani kasus yang menimpanya. "Ya ampun, Mas. Itu pasti akan sangat merepotkan. Apalagi kamu kan orang sibuk. Aku rasa tidak perlu mengurus hal seperti itu," ujar Anisa.
"Sudahlah, kamu tidak perlu memusingkan itu! Sekarang lebih baik kamu lanjut kerja. Aku mau cek CCTV dulu," ucap Yusuf.
"Iya, Mas. Terima kasih banyak, ya," ucap Anisa.
"He'em," jawab Yusuf. Kemudian ia pergi ke mejanya untuk mengecek pantauan CCTV.
Sesekali Anisa melirik ke arah Yusuf. 'Kok ada ya pria sebaik dia? Padahal dia sibuk, tapi masih mau bantu aku. Ya Allah, lindungilah selalu orang baik itu. Berikan kemudahan baginya,' batin Anisa.
Yusuf terlihat begitu serius. Ia tak melewatkan sedikit pun momen yang ada di sana. Namun sayang, Yusuf tidak dapat menemukan momen penting itu.
"Sepertinya dia sudah menghapusnya. Sial! Aku semakin yakin kalau ini perbuatan orang dalam," gumam Yusuf, geram.
Namun beruntung ia masih bisa menemukan rekaman CCTV yang ada di belakang cafe. Sehingga ia bisa menjadikan rekaman itu sebagai bukti bahwa Anisa telah dilecehkan.
Akhirnya Yusuf beranjak dan pamit pada Anisa. "Aku pergi ya, Nis," ucapnya.
"Mau pergi ke mana, Mas?" Anisa balik bertanya.
"Ke kantor polisi. Nanti sore kamu jangan pulang dulu kalau belum aku jemput, ya! Pokoknya mulai hari ini aku yang antar jemput kamu."
"Tapi, Mas ...."
"Aku gak mau dengar alasan apa pun. Aku pergi sekarang. Assalamualaikum."
"W-waalaikumsalam," lirih Anisa. Ia sudah tidak bisa melarang Yusuf untuk pergi ke kantor polisi lagi.
"Duh! Kalau begini caranya jadi bikin repot semua orang. Lagian itu ulah siapa, sih? Bisa-bisanya orang itu masuk ke mess aku?" gumam Anisa.
Setelah itu Anisa kembali fokus pada pekerjaannya. Ia tidak ingin Yusuf kecewa. "Aku harus berterima kasih dengan cara memberikan dedikasi serta loyalitas di cafe ini," gumam gadis itu.
Siang hari saat baru masuk ke mobil, Imam dikejutkan oleh kehadiran Yasmin. Wanita itu tiba-tiba masuk ke mobilnya tanpa permisi.
Brug!
Yasmin buru-buru menutup pintu. Imam pun menoleh ke arahnya.
"Mau apa kamu?" tanya Imam, kesal.
"Sayang, kamu jangan jutek begitu, dong!" ucap Yasmin, manja. Ia langsung merangkul lengan Imam.
"Jangan sentuh aku! Maaf, aku jijik disentuh oleh wanita murahan seperti kamu," cibir Imam. Hatinya masih sakit jika mengingat bagaimana wanita itu berada di hotel bersama pria.
"Oke, aku akui kesalahanku. Tapi apa hanya karena satu kesalahan, lalu kamu langsung menjauhiku seperti itu? Kamu lupa apa yang sudah kita lalui selama ini?" tanya Anisa.
"Hanya kamu bilang?" tanya Imam, geram.
"Selama ini aku berusaha tidak menyentuh kamu karena aku ingin menjagamu. Menghormatimu sebagai perempuan yang aku cintai. Tapi nyatanya kamu malah memberikan tubuhmu pada pria lain," ujar Imam, emosi.
"Kamu jangan cuma salahin aku aja, dong! Kan selama ini kamu juga gak pernah mau kalau aku ajak. Aku tuh wanita dewasa normal, punya kebutuhan biologis. Karena kamu gak mau, jadi aku terpaksa melakukannya dengan pria lain," kilah Yasmin.
Imam tersenyum miris. Ia tidak habis pikir Yasmin bisa berpikiran seperti itu. "Kamu pikir aku gak normal?" tanyanya. "Pantas saja selama ini kamu selalu menolak jika aku ajak menikah. Ternyata kamu lebih suka hubungan haram dari pada yang halal."
"B-bukan begitu, Sayang. Aku ...."
"Ya, aku tau. Kamu sudah pengalaman jadi tidak bisa menahannya. Kalau kamu belum pengalaman, kamu pasti tidak akan mudah menginginkan hal itu. Apalagi sampai rela melakukannya dengan pria lain.
Oh iya, aku rasa itu bukan pria lain. Sepertinya dia pun memiliki hubungan spesial denganmu. Sudahlah! Aku sudah bicara dengan orang tuamu dan mulai saat ini kita tidak ada hubungan lagi," ucap Imam, yakin.
"Gak bisa gitu dong, Sayang! Hubungan kita ini bukan cuma sebentar, lho. Masa kamu mau mutusin begitu aja?" tanya Yasmin. Ia malah bicara seolah Imam yang salah.
"Kalau kamu sadar akan hal itu. Lalu kenapa kamu malah selingkuh? Kamu pikir aku gak jijik lihat tunanganku ditiduri oleh pria lain, hah? Bahkan melihat wajahmu saja sudah membuatku muak!" bentak Imam. Emosinya sudah sampai diubun-ubun.
"Sayang ... kamu tega banget ngomong kayak gitu sama aku?" lirih Yasmin. Ia pura-pura memelas. Yasmin bahkan mengeluarkan air mata supaya Imam mengasihaninya. Ia tahu selama ini pria itu paling tidak bisa melihatnya menangis.
"Jangan kamu pikir aku akan tertipu oleh air matamu. Lebih baik kamu keluar atau aku yang akan menyeretmu!" ancam Imam. Pendiriannya sudah teguh. Ia tak ingin tergoda lagi oleh wanita itu. Terlebih kini ada Anisa yang sudah jelas mencintainya sejak lama.
"Sayang ... tolong pikirkan baik-baik!" pinta Yasmin.
"Justru karena aku sudah memikirkan dengan sangat baik, aku jadi semakin yakin," ucap Imam.
"Yakin apa?" tanya Yasmin.
"Yakin bahwa wanita seperti kamu tidak pantas untuk aku perjuangkan. Terima kasih kamu telah menyita waktuku. Bahkan aku sampai tidak sadar bahwa selama ini ada seseorang yang jauh lebih berharga dibanding kamu," ucap Imam sambil menatap tajam mata Yasmin.
"Siapa dia?" tanya Yasmin, penasaran.
"Bukan urusan kamu," jawab Imam.
"Kamu tega sama aku?" tanya Yasmin.
"Sudahlah. Tidak perlu banyak drama. Tolong keluar sekarang juga sebelum aku berbuat kasar!" pinta Imam.
Akhirnya mau tidak mau Yasmin pun terpaksa keluar dari mobil Imam. Ia khawatir pria itu akan mengamuk jika dirinya tetap memaksa.
"Siapa yang dia maksud? Apa gadis kampung itu?" gumam Yasmin. Ia masih belum tahu siapa Anisa sebenarnya.
"Kurang ajar! Aku harus memberinya pelajaran," ucapnya.
Imam mengusap kasar wajahnya. "Kenapa selama ini aku buta? Bisa-bisanya aku berhubungan serius dengan wanita seperti dia? Aku yakin apa yang kulihat tempo hari bukan yang pertama," gumamnya, kesal.
Sore hari, Imam datang ke cafe untuk menjemput Anisa. Namun sayang, gadis itu sudah tidak ada di sana.
"Permisi! Apa Anisa ada?" tanya Imam pada staf.
"Wah, Anisanya baru aja pulang, Mas. Tadi dia diantar sama Pak Yusuf," jawab staf itu.
Mendengar nama Anisa disebut, Metta pun menguping.
"Oke, terima kasih," ucap Imam. Ia pun langsung meninggalkan tempat itu.
"Nyari Anisa?" tanya Metta.
"Iya, Mbak."
"Dasar wanita gatal! Sudah pergi dengan Pak Yusuf, masih main-main sama pria lain," cibirnya.
Sementara itu Imam melajukan kendaraannya secepat mungkin. Ia sangat kesal mendengar Anisa pulang bersama Yusuf.
"Jika seperti ini terus, bisa-bisa hubungan mereka jadi lebih dekat lagi," gumam Imam.
"Ah iya! Lebih baik aku langsung temui Pak Yaqub saja," ucapnya, yakin.
***
Hai ... terima kasih masih setia dengan Imam dan Anisa.
Kira-kira Imam mau ngapain ketemu Pak Yaqub, ya?
See u,
JM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam untuk Anisa
Roman d'amourCinta sebelah pihak tentu sangat menyakitkan. Apalagi jika orang yang dicintai justru mencintai orang lain. Anisa yang selalu ceria dan sering mendekati dosennya itu terpuruk sejak papahnya dipenjara atas tuduhan korupsi. Ia berubah menjadi pendiam...