Setelah mencari tahu di mana keberadaan Yaqub, Imam pun berusaha untuk menemuinya. Beruntung ia memiliki banyak kenalan orang yang kebetulan mengurus kasus Yaqub. Sehingga ia bisa dibantu untuk menemui pria paruh baya itu.
Lelaki itu bahkan tak pulang ke rumahnya dulu. Melihat Yusuf semakin gencar, Imam sudah tidak bisa menundanya lagi.
Saat ini ia bahkan sudah duduk di ruang tunggu untuk bertemu dengan Yaqub. Beberapa saat kemudian Yaqub muncul untuk menemuinya.
Melihat yaqub muncul, Imam langsung berdiri. Ia menyapanya dengan penuh rasa hormat. "Assalamualaikum, Pak! Apa kabar?" tanya Imam sambil mengulurkan kedua tangannya.
"Waalaikumsalam. Kabar baik," jawab Yaqub. Ia pun bersalaman dengan Imam.
Mereka berdua duduk berhadapan.
"Perkenalkan, Pak! Saya Imam. Dosen di kampus Anisa," ucap Imam.
"Oalah ... ternyata ini yang namanya Pak Imam?" tanya Yaqub. Sebenarnya Yaqub sudah mencari tahu tentang pria itu. Hanya saja ia sengaja pura-pura tidak tahu agar bisa menunjukkan bahwa selama ini Anisa selalu menceritakan tentangnya.
Imam jadi salah tingkah. "I-iya. Bapak tahu nama saya dari mana?" tanyanya.
"Dulu, waktu saya belum kena kasus, Anisa cukup sering menceritakan tentang dosennya yang bernama Imam. Setiap menceritakan tentang Anda, dia terlihat begitu antusias," ujar Yaqub.
Imam jadi malu karena ternyata Anisa begitu menyukainya. 'Ya Allah, kenapa aku bodoh sekali? Ada wanita yang selama ini mencintaiku dengan tulus, tapi aku malah mengabaikannya,' batinnya.
"Jadi ada perlu apa Pak Imam datang ke sini?" tanya Yaqub. Ia heran dosen itu datang menemuinya.
"Sebelumnya mohon maaf. Supaya lebih nyaman, panggil nama saja!" ucap Imam.
Yaqub mengangguk.
"Jadi maksud saya menemui Bapak adalah, saya ingin melamar anak Bapak. Anisa," ucap Imam, tanpa basa-basi lagi.
Yaqub mengerutkan keningnya. "Wah, saya cukup terkejut. Kenapa bisa tiba-tiba seperti itu?" tanyanya. Ia tahu betul selama ini Imam tak pernah merespon Anisa. Sehingga Yaqub tidak habis pikir mengapa dosen itu tiba-tiba melamar anaknya.
"Maaf jika caranya kurang baik. Tapi saya sudah memikirkannya cukup matang. InsyaaAllah saya yakin atas keputusan ini," ucap Imam.
Yaqum menghela napas. "Jika memang kamu sudah yakin, saya sih tidak ada masalah. Tapi bagaimana dengan Anisa. Apa dia setuju?" tanyanya.
"Mengenai Anisa, biar nanti saya bicara langsung. Yang terpenting saya sudah mendapat restu dari Bapak. Tapi jangan khawatir! Saya tidak akan memaksa jika dia tak bersedia," ucap Imam.
Yaqub tercenung. Ia cukup bangga karena Imam sangat gentelman. 'Pantas saja Anisa menyukainya. Ternyata dia pria yang bertanggung jawab,' batinnya.
Ia pikir bisa saja Imam memanfaatkan Anisa yang tengah menyukainya itu. Namun nyatanya pria itu malah datang menemui papah Anisa dan langsung meminta restu padanya.
'Zaman sekarang sulit menemukan pria seperti dia. Kebanyakan mereka hanya ingin main-main. Kalaupun serius, pasti pacaran dulu. Tapi dia cukup berbeda,' ucap Yaqub dalam hatinya.
"Kalau saya memberi restu, apa kamu akan langsung menikahinya?" tanya Yaqub.
Imam mengangguk. "Jika Bapak tidak keberatan. Mohon izinkan! Saya bersedia meski harus menikah di sini," ucapnya, yakin.
Yaqub langsung menoleh ke kanan kiri. 'Ya Tuhan ... apa anakku harus menikah di tempat seperti ini?' batinnya.
"Lalu bagaimana jika saya tidak memberikan restu?" tanya Yaqub.
Imam menghela napas. "Jujur, saya pasti akan bersedih. Tapi saya tidak mungkin memaksa. Namun, insyaaAllah saya akan berusaha untuk membuktikan serta meyakinkan supaya Bapak mau merestui kami," ucap Imam, serius.
"Begini saja! Semua keputusan saya serahkan pada Anisa. Jika dia mau menikah denganmu, saya setuju. Tapi jika dia menolak, tolong jangan paksa anak saya!" pinta Yaqub.
Senyuman Imam langsung mengembang. "MasyaaAllah, alhamdulillah ... terima kasih banyak, Pak. Semoga semuanya lancar dan Bapak pun bisa segera bebas dari sini. Saya yakin Bapak tidak bersalah," ucap Imam.
Yaqub sendiri merasa ada baiknya jika Anisa menikah dengan Imam. Setidaknya kalaupun ia tak bisa bebas dari hukuman tersebut, setidaknya sudah ada orang yang bertanggung jawab atas anaknya itu.
"Tapi saya mohon. Jangan pernah sakiti Anisa, ya!" pinta Yaqub.
"Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga perasaan Anisa. Lagi pula saya tulus mencintainya, Pak. Jadi tidak mungkin tega menyakiti Anisa. Apa yang dia rasakan, pasti saya ikut merasakan juga.
Tapi, sebagai manusia saya tidak boleh takabur. Sekeras apa pun saya berusaha, jika nantinya ternyata Anisa sakit hati tanpa disengaja, saya mohon maaf," ucap Imam. Ia tak ingin terlalu sesumbar.
"Iya, yang penting kamu sudah berusaha sebaik mungkin," ucap Yaqub.
Imam senang karena pria itu mendukungnya. "Mohon doanya ya, Pak. Semoga Anisa mau menerima lamaran saya. Jika dia sudah setuju, saya akan datang lagi untuk memberi tahu Bapak," ujar Imam.
Yaqub mengangguk. Setelah itu Imam pamit dan meninggalkan tempat tersebut.
"Huuh! Alhamdulillah, aku sudah maju satu langkah. Tinggal tembakan terakhir. Semoga dia tidak menolakku," gumam Imam. Ia begitu bersemangat karena sudah mendapat restu dari Yaqub.
"Sekarang aku harus cari tahu ukuran cincinnya dulu," gumam Imam. Ia pun bergegas pulang ke rumahnya untuk menemui Anisa.
Setibanya di rumah, gadis itu baru saja selesai memasak. "Gimana cara aku nyari tahu ukuran cincinnya, ya?" gumam Imam sambil menatap Anisa yang sedang sibuk di dapur.
"Udah pulang, Mam?" tanya Lusi.
Imam pun terperanjat. "Eh! Ibu. Iya alhamdulillah," jawabnya. Ia sangat kaget mendengar suara ibunya itu. Imam pun salah tingkah karena takut Anisa sadar sedang diperhatikan olehnya.
"Ya udah mandi dulu, sana! Habis itu makan," ucap Lusi.
"Iya, Bu," jawab Imam. Ia pun masuk ke kamarnya tanpa menyapa Anisa. Kemudian mandi dan bergabung dengan ibunya di meja makan.
"Anisa mana, Bu?" tanya Imam, saat ia tak melihat gadis itu di meja makan.
"Lagi shalat maghrib dulu. Kamu sudah shalat?" Lusi balik bertanya.
"Sudah, Bu. Tadi selesai mandi langsung shalat," jawab Imam.
"Kamu kok pulang-pulang langsung nanya Anisa. Kenapa?" tanya Lusi lagi.
Imam langsung salah tingkah. "Ya kan biasanya makan bertiga, Bu. Jadi aneh aja kalau dia gak ada di sini," sahut Imam.
"Oooh, kirain kangen," sindir Lusi.
"Maksud Ibu?" Imam tidak menyangka ibunya dapat mengetahui perasaannya.
"Mam! Ibu ini orang yang sudah melahirkan kamu. Jadi kamu gak perlu kaget kalau ibu tahu apa yang ada di pikiran kamu," ujar Lusi.
"Jadi maksudnya Ibu tahu kalau sekarang aku ...?" tanya Imam, ragu.
"Ya taulah. Bukan cuma sekarang. Tapi dari dulu," sahut Lusi. Ia paham apa yang dimaksud oleh anaknya itu.
Imam sangat malu karena tertangkap basah oleh ibunya. "Bu! Tolong biarkan aku mengurusnya sendiri, ya! Ibu jangan ikut campur," pinta Imam. Ia khawatir Lusi akan mengatakan pada Anisa lebih dulu.
"Eh, Nis! Ayo makan," ucap Lusi saat melihat Anisa berdiri di belakang Imam.
Deg!
Imam sangat terkejut. "Tadi aku gak nyebut namanya, kan?' batinnya. Ia khawatir Anisa mendengar ucapannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/328579666-288-k372316.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam untuk Anisa
RomanceCinta sebelah pihak tentu sangat menyakitkan. Apalagi jika orang yang dicintai justru mencintai orang lain. Anisa yang selalu ceria dan sering mendekati dosennya itu terpuruk sejak papahnya dipenjara atas tuduhan korupsi. Ia berubah menjadi pendiam...