40. Ada Apa Dengan Zaki?

4.6K 179 2
                                    

Cecilia menepati ucapannya. Gadis itu tetap tidak keluar kamar meski jam makan malam sudah lewat. Dengan setia, Cecil menunggu makanannya datang diantar si Mbok di rumah ini.

Cecil memegangi perutnya yang keroncongan. Tak hentinya gadis itu terkekeh mendengar perutnya berirama. "Kamu sudah lapar ya? Ah, manja sekali."

Terdengar suara ketukan pintu yang dinanti-nanti sejak tadi. Cecil melompat kegirangan sambil berjalan membuka pintunya.

Cecil tersenyum bahagia mendapati sepiring nasi goreng cumi dan tumpukan telor ceplok dan nugget goreng di atas nampan. Jeruk panas dengan uap yang masih mengepul juga terlihat sangat menggoda.

"Makan malamnya, Non. Nasi goreng special dengan lauk kesukaan Non Cecil."

Cecil menerima nampan itu dengan tangan terbuka. "Terima kasih, Mbok Asih. Pasti nikmat sekali."

Mbok Asih tersenyum tulus, lantas pamit keluar untuk membereskan sisa makanan di meja makan. Nanti dia akan kembali lagi, untuk mengambil piring makan Cecil. "Syukurlah, kalau Non suka dengan menunya. Mbok pamit, mau beres-beres meja makan dulu. Nanti Mbok kembali lagi untuk ambil puring kotornya. Biar sekalian dicuci."

Cecil mengacungkan kedua jempolnya. "Siap, Mbok. Langsung Cecil makan, biar gak lama-lama nunggunya."

Sepeninggal Mbok Asih, Cecil kembali menutup pintunya dengan bantuan siku. Kali ini dia membiarkan pintunya tidak terkunci, karena tangannya sudah kerepotan membawa nampan yang cukup berat.

Cecil berjalan menghampiri ranjang. Meletakkan makananya di bawah, lalu duduk lesehan dengan ranjang sebagai sandaran. Mulai menyantap makanannya ke dalam mulut, setelah mengucap basmallah dan membaca doa makan.

Tak butuh waktu lama, nasi goreng yang tertata dengan apik, kini habis tak tersisa. Sambil sesekali meniup jeruk panas di tangannya, peluh gadis itu bercucuran.

"Alhamdulillah," ucapnya selesai mengunyah suapan terakhir.

Tak ingin langsung tidur, gadis itu membiarkan kakinya berselonjor di bawah sambil tangannya belseluncur di atas gaway.

Iseng-iseng, Cecil mengirim pesan pada Zaki. Teman akrab satu-satunya yang dia punya sekarang.

[Hay Zak, lagi apa?"]

Tak lama, balasan dari zaki terdengar.

[Santai saja. Kamu sendiri ngapain? Tunben jam segini tanya kabar]

Tidak berniat membalas, Cecil justru menelepon pria itu.

Tak lama, panggilan pun terhubung.

"Assalamualaikum, Cil. Ada apa? Kenapa telepon? Ada urusan?"

Terdengar kekehan Cecil, membuat Zaki mengernyit. "Waalaikumussalam. Gak papa, kok. Gak ada yang penting. Cuman, aku lagi gabut aja. Mau tidur, tapi baru selesai makan."

"Tumben, makan jam segini?"

Cecil menghela napasnya. "Iya, makanan gak datang-datang."

"Oh, lagi kencan?" Tebak Zaki.

Cecil memutar bola matanya. "Boro-boro! Justru aku nunggu makanan aku diantar ke kamar, soalnya males ketemu bos kamu itu! Cari masalah mulu. Btw, kamu besok datang kan?"

Zaki kembali mengernyitkan alis. Datang kemana memangnya. Ada dinas luar kah? "Maksud kamu gimana? Aku gak paham. Apa ada kerjaan luar kota?"

Sontak, Cecil ikut terheran. Masak, Devan tidak mengundang Zaki di acara penting begini? Apa memang Devan tidak menganggap ini hal yang penting.

"Memang, bos sialanmu itu gak ngundang kamu? Besok kan dia mau nikah?"

Cecil bisa mendengar jika handphone yang Zaki pegang, jatuh. Untung saja sambungannya masih terhubung.

"Zak, masih di sana? Kamu gak papa?" Suara Cecil kembali mengudara. Dia terlihat khawatir dengan perkataannya yang membuat Zaki cukup shock.

"Aku gak papa. Cuman sedikit terkejut aja. Tapi nikahnya sama kamu, kan? Awas aja kalau nikah sama perempuan kegatelan itu, aku culik penghulunya."

Mendengar itu, tawa Cecil memenuhi ruangan. Sangat lucu membayangkan ekspresi Zaki yang tampak kesal. "Ya sama aku, mau sama siapa lagi? Tapi ...." Cecil menggantungkan ucapannya, membuat lelaki itu menyela.

"Tapi apa? Bener-bener itu orang. Masak acara sepenting ini gak ngabarin aku? Tega banget."

Cecil hanya diam, mendengar dumelan Zaki. "Tadi siang, perempuan itu datang ke rumah. Mau ngajak Devan balikan."

"Terus-terus, si brengsek bilang apa? Jangan sampai dugaanku benar. Kalau samapi dia mau kembali ke pelukan uler keket, aku sendiri Cil yang akan menghajarnya sampai masuk kuburan. Minimal, rumah sakit lah."

Cecil kembali terkekeh. "Ngawur! Memangnya, kamu berani hajar bosmu?" Tantang Cecil.

"Gak peduli dia bosku. Aku sudah kaya dari lahir tanpa kerjaan darinya. Berhubung aku gabut, jadi aku minta kerjaan sama dia."

Cecil menggigit kukunya. Ternyata, zaki cukup berpengaruh. Apa dia minta bantuan Zaki buat kabur dari pernikahan ini? Tapi hatinya tidak tega jika harus melukai Utari.

Buru-buru Cecil menggeleng, sembari mengalihkan pikirannya. Dia lebih memilih menjawab pertanyaan Zaki barusan.

"Mas Devan gak mau diajak balikan. bahkan, dia memperkenalkan aku sebagai calon istrinya di depan Mbak Della. Tapi, aku bisa melihat kalau masih ada cinta di hati Mas Devan untuk perempuan itu. Aku gak yakin dengan pernikahan ini, Zak. Aku juga bingung dengan diriku. Bisa-bisanya aku mencintai lelaki itu, meski kadang kala dia suka menarik ulur hatiku."

Bahkan, tanpa rasa malu, Cecilia bernai mengakui perasaannya pada Devan di depan Zaki.

"Apa kamu benar-benar mencintainya, Cil?" Tanya Zaki sekali lagi.

"Entahlah, Zak. Tapi aku juga gak yakin jika aku memang benar-benar mencintainya. Karena yang aku cintai itu, Mas Devan dengan sikap manis dan lembutnya. Gak kasar dan gak arogan. Tapi orang itu aneh. Dia seperti punya dua kepribadian yang bikin aku ragu untuk mencinta sepenuhnya. Aku takut, tapi aku juga gak bisa menyakiti Mama Utari. Kalau semisal aku batalin pernikahan itu, Mama Utari pasti akan sangat terluka."

Suara Cecil mendadak parau. Zaki bisa mengetahui jika ada luka yang tersimpan di sana. Tak ingin membuat Cecil semakin sedih, Zaki pun berusaha menghiburnya. "Tenang saja. Suatu saaat, sikap arogan dan kasarnya itu pasti akan berubah. Devan sebenarnya lelaki yang lembut. Tapi, sifatnya itu seratus persen berubah semenjak kepergian Dela yang tiba-tiba dari dalam hidupnya. Devan menjadi kasar dan tak punya hati. Meski begitu, aku yakjn, jika sisi lembunya tidak akan pernah hilang."

Cecil menarik napas panjang. Senoga saja, yang dikatakan Zaki memang benar adanya. Meski tidak bisa menjadi istri seutuhnya, tapi Cecil berharap, jika Devan akan berubah setidaknya sampai kontrak itu selesai. "Aku harap begitu."

Tak menanggapi, Zaki langsung mengalihkan pembicaraan. "Oh iya. Acaranya besok jam berapa? Aku mau ke sana, meski gak diundang."

"Nanti kena usir loh. Tahu sendiri kan, gimana galaknya bosmu?" Cecil mengejek Zaki.

Dengan percaya diri, Zaki membantah dugaaan Cecil. "Memangnya, siapa yang berani mengusir aku? Aib Devan di aku semua."

"Oh ya? Apa aibnya?" Pancing Cecil membuat Zaki keceplosan.

"Nyolong gorengan di kantin sekalah. Satu piring gak tanggung-tanggung!"

Seketika, mulut Cecil menganga. Tawanya terdengar cukup keras.

"Kamu juga ikutan? Dasar sultan kere."

"Enak aja. Siapa yang kere? Itu pas lagi gak pegang cash aja. Lupa kalau di kantin gak bisa gesek. Sultan kan kemana-mana bawa black card. Jadi ya, terpaksa ambil gak bayar. Tapi akhirnya ketahuan juga."

"Emang gak bakat maling. Hahaha."

Mendengar kekehan Cecil, Zaki ikut terkekeh.

"Cil, love you!" Telepon tiba-tiba dimatikan sepihak. Entah apa maksud Zaki? Cecil pun terdiam mematung.

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang