63. Saatnya Jujur

5.2K 214 7
                                    

Setelah menyalurkan hasratnya, Devan berguling di samping Cecil, memberi kecupan singkat pada gadis itu, sebagai rasa terima kasih. "Terima kasih, Sayang. Terima kasih sudah menjaga kehormatan itu untuk suamimu. Maaf, aku sudah merenggutnya darimu."

Tidak ada jawaban apa pun, Cecil hanya diam seperti patung. Dia lelah, dia sudah lelah untuk melawan Devan.

Cecil bangkit, berniat ke kamar mandi meski dengan menahan rintih, rasanya masih sangat nyeri. "mau ke mana? "Tanya Devan seolah semuanya tidak pernah terjadi apa-apa."

"Kamar mandi." Menjawab sekenanya. Bisa dibilang, Cecil akan membiasakan diri untuk irit ngomong sekarang.

Devan bangkit dari rebahannya. Ya, meski keduanya sama-sama masih polos, tapi Cecil tidak peduli. Toh, Devan juga sudah melihatnya dalam keadaan naked begini?

"Biar aku gendong. Kamu pasti kesakitan."

Cecil hanya mengangguk tanpa berniat menanggapi. Mulai sekarang, Cecil tidak akan berontak lagi.

Dengan hati-hati, Devan menggendong Cecil ke kamar mandi. Lalu meninggalkan gadis itu di sana sendiri.

Di dalam kamar mandi, Cecil membuka pil kontrasepsi yang dia beli saat bersama Zaki tadi. Ya, Cecil sudah menduga, jika Devan akan melakukan ini. Jadi ... gadis itu sudah bersiap.

Cecil memang sengaja menaruh pil itu di kantung baju yang Devan robek, lalu mengambilnya, dan menyembunyikan di tangan kala Devan sedang memejamkan mata tadi.

"Maaf Mas. Bukannya aku gak mau mengandung anakmu, tapi aku belum siap dengan semua ini.

Cecil meminum satu butir pil berbentuk tablet itu. Meski tidak ada air minum, tapi Cecil nekad menenggaknya dengan air keran. Meski nantinya perut Cecil akan sakit dengan air mentah itu, tapi Cecil tidaklah perduli.

Cecil kemudian mengguyur tubuhnya dengan air. Dia merasa kotor sekarang. "Aku benci kamu, Mas Devan! Aku benci!" racaunya.

Setelah beberapa lama, Devan mengetuk pintu kamar mandi, karena Cecil tak kunjung keluar.

"Cil, sudah selesai?" tanya Devan khawatir. Lagi-lagi tak ada suara.

Tapi melihat pintu yang dibuka, Devan menarik napas lega. Devan berniat menggendong tubuh Cecil kembali ke ranjang, tapi gadis itu menolaknya. "Gak perlu. Aku bisa sendiri."

Devan mengangguk. Kali ini, dia tidak mau berdebat. Cecil hari ini sudah cukup terluka karenanya.

Meski jalannya terseok, Cecil berusaha terlihat biasa. Dia tidak ingin lemah di depan Devan.

Cecil menutup tubuhnya dengan selimut, setelah dia menghempas diri di atas ranjang. Ya, perempuan itu tidak berniat mengambil pakaian meski dingin menusuk tulangnya. Sementara Devan, sudah rapi dengan kaos polos dan jeans pendeknya.

Perlahan, Cecil mulai menutup mata, dan berusaha melupakan semua yang terjadi hari ini.

***

1 tahun semenjak kejadian itu, Cecil dan Devan semakin berjarak. Ya, di sini sepertinya Cecil yang memang sengaja memberi jarak pada lelaki itu. Dia memilih untuk fokus bekerja dan sibuk membangun dunianya sendiri. Terkadang, Devan jadi geram dengan perubahan Cecil yang tidak lagi suka berdebat dan membantah. Tidak lagi cerewet dan sangat-sangat dingin, seperti sikapnya pagi ini.

Di depan mertuanya, perempuan itu memang bersikap seperti Cecil yang mereka kenal. Tapi setelah hanya berdua dengan Devan, Cecil kembali memasang benteng tinggi-tinggi.

Selama 1 tahun juga banyak hal yang berubah. Mulai dari Dela yang bekerja di kantor Devan, Cecil yang mulai dekat dengan Aris, dan Zaki yang menjalin kedekatan dengan Laras-teman sekantor Cecil yang sudah dianggapnya sebagai sahabat itu.

"Ke kantor bareng aku aja."

Cecil menolak dengan gelengan. Ya, meski rasa sayangnya pada Devan tidak berubah. "Gak usah. Aku dijemput Laras. Bentar lagi, dia sampai."

Devan memijat keningnya frustasi. perempuan itu memang keras kepala.

"Sampai kapan, Cil? Sampai kapan kamu hukum aku seperti ini? Ya, aku memang pernah melakukan kesalahan fatal. Please, maafin aku. Aku kangen istriku. Istri yang bawel, pembangkang, suka ngebantah. Kembalikan Cecilku."

Cecil menatap sinis pada Devan. "Aku Cecil. Aku masih istrimu."

Devan menyahut. "Ya, kamu masih istriku, tapi bukan Cecilku."

"Anggap saja, Cecil yang dulu sudah mati, bersamaan dengan rasa kecewa yang aku dapatkan."

Seiring dengan perdebatan mereka, Mobil Honda jazz merah metalik mulai memasuki pekarangan. Ya, itu pasti Laras.

"Tebenganku sudah datang, aku berangkat dulu." Cecil meraih tangan Devan. Bagaimanapun, lelaki itu masih suaminya, dan Cecil harus menghormatinya.

Saat Devan hendak melayangkan kecupan di kening Cecil, perempuan itu menghindar dengan memundurkan langkah. "Salim saja sudah cukup."

Devan mengangguk dengan wajah kecewa. "Ya, hati-hati."

Cecil kemudian berjalan menuju mobil Laras dan langsung masuk. Laras sendiri hanya berani menunggu di mobil, karena Cecil sendiri yang selalu melarangnya keluar.

Setelah Cecil masuk, Laras hanya berani menyapa Devan dari kaca mobil yang dibuka. "Duluan Pak Devan."

Devan hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak lama, mobil pun melaju meninggalkan rumah megah itu bersamaan dengan Devan yang masih mematung di tempatnya.

Di perjalanan, Laras sengaja mengajak Cecil mengobrol. Kapan lagi dia bisa mengobrol berdua begini, jika bukan sekarang? Ya, karena Cecil pasti akan selalu sibuk dengan misinya.

"Sampai kapan kamu terus berpura-pura seperti ini, Cil? Kasihan Pak Devan. Aku gak tega, lihat dia yang semakin gak keurus gitu?"

Cecil menatap Laras nanar. "Aku harus melakukan ini, Ras. Justru, aku sangat menyayangi Mas Devan. Aku harus berpura-pura begini agar tahu siapa dalang di balik semua ini. Aku gak mau ada orang yang berniat jahat sama orang yang paling aku cinta. Aku harus tahu, rencana Dela dan Mas Aris kedepannya. Untuk Sekarang, aku harus pura-pura dekat dengan lelaki itu dan menyakiti Mas Devan."

Ya, awalnya Cecil memang sangat membenci Devan, tapi sekarang kebencian itu hanyalah pura-pura, setelah perempuan itu mengetahui kebenarannya.

Ternyata selama ini, Dela dan Aris memang sekongkol untuk menjatuhkan perusahaan Devan. Tapi, mereka tidak sendiri. Tentu ada bekingan kuat dari orang lain. Cecil sangat yakin, itu. Dela dan Aris tidak akan seberani ini jika mereka tidak punya pion. Dan Cecil harus tahu siapa orang itu.

Untuk itu, Cecil harus terus berpura-pura menjaga jarak pada Devan, agar tidak ada kecurigaan padanya.

Hanya Laras, satu-satunya orang yang tahu masalah ini. Cuman Laras yang dia percayai. Bahkan, sama Zaki yang sudah dianggapnya abang saja, Cecil tidak cerita.

"Apapun keputusanmu, aku pasti dukung, Cil. Ingat! Kamu jangan gegabah. Mereka semua licik. Kamu harus main cantik."

Cecil menyunggingkan senyumnya. "Thanks Besti. Kamu yang terbaik. Habis ini, bantu aku bikin Mas Devan cemburu ya. Aku harus memainkan emosinya Dela. Aku lihat, masih ada cinta di mata gadis itu untuk suamiku. Kalau Mas Devan Cemburu padaku, pasti akan mengabaikan Dela. Itu akan sangat menguntungkan buat aku, karena perempuan itu pasti akan bertindak ceroboh untuk mendapat perhatian Mas Devan."

Laras mengangguk. "Pasti kubantu."

"Tapi ...." Cecil menggantung ucapan. "apa kamu gak cemburu kalau aku dekat dengan Zaki? Soalnya yang bisa bikin Mas Devan cemburu buta cuman Zaki. Aku mau ajak Zaki makan siang bareng. Boleh?" tanya Cecil penuh harap.

Laras seperti memasang tampang tak suka. "Cuman demi kamu. Kalau perempuan lain, gak akan!"

Setelahnya, keduanya sama-sama terkekeh.

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang