Suasana mendadak sunyi. Sepeninggal Cecil, hanya ada Devan yang berada di ruang itu. Denting jam yang mengitari poros, terdengar cukup nyaring.
Teringat suatu hal, Devan memutuskan untuk menyusul Cecil ke dalam, membahas penukaran yang akan dilaksanakan tepat jam 8 pagi di rumah ini.
Di sisi lain, Cecil yang memainkan ponselnya dengan berselonjor kaki di atas kasur, mendengus kesal kala suara ketukan pintu yang tak santai mengganggu waktu istirahatnya.
Sudah bisa ditebak, itu pasti Devan, karena Utari tidak akan se-kasar dan se-berutal itu ketika hendak masuk kamarnya.
"Sebentar! Jangan berisik!" teriak gadis itu memutar bola matanya.
Langkah kakinya dipijakkan pada lantai dengan gontai. Tanpa alas yang nyaman, gadis itu sedikit berjingkat merahan hawa dingin yang mulai menjalar dari ubin marmer megah di kediaman Nicolas.
Cecil memutar kunci, membuka kenop pintu dengan ekspresi yang datar. Benar dugaannya. Ternyata Devan yang berdiri gagah di ambang pintu dengan satu tangan dimasukkan saku celana. "Ada apa?"
Bukannya menjawab, Devan malah menegur Cecil yang tak kunjung mempersilakan masuk.
"Ajak masuk dulu kek. Gak sopan!" Tandasnya sambil menggeser tubuh Cecil agar menyingkir dari hadapannya.
Buru-buru, cecil menyetop langkah Devan dengan kedua tangan. Mengusir lelaki itu dan mendorongnya perlahan "Gak boleh! Kita mau nikah! Jangan sering-sering menemuiku. Pamali tau!"
Cecil hampir menutup pintu kamarnya. Untung Devan sigap menahan pintu itu agar tidak menutup sempurna. "Oke, oke. Gak masalah. Toh, besok juga kamu udah sah jadi istriku." Napasnya ditarik sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "aku cuman mau bilang, besok jam 8 kamu harus sudah bersiap. Rias dan yang lain-lain harus oke. Jam 8 penghulu sudah di sini. Jangan bikin malu."
"Emang jadi nikah?" Tanya Cecil dengan polosnya. Dia pikir, pembahasan tempo hari dengan Devan dan Utari adalah candaan. Bagaimana nasibnya nanti bila jadi istrinya Devan? Meski gadis itu mulai membuka hati, tapi ia tidak sepenuhnya yakin, mengingat tabiat Devan yang sering sekali menyakiti hatinya.
"Menurutmu aku bercanda? Lucu sekali. Apa aku harus tertawa, Cecilia Hutama?" Devan menyeringai picik. Akhirnya, setelah ini ia tidak harus menepati janji terkutuk itu, janji untuk tidak menyentuh Cecil sebelum mereka sah. Kalau sudah menikah, beda lagi kan?
"Oke, tidak masalah. Tapi ingat! Jangan sentuh aku sampai kita bercerai. Sesuai isi kontrak yang tertera." Cecil menarik napasnya naik turun. Bohong sekali jika hatinya akan baik-baik saja menerima takdirnya. Sesak di dada, semakin menjalar berat. Batinnya menderai tangis tanpa air mata. 'istri kontrak? Menjanjikan sekali." Batinnya bergemuruh menertawakan nasibnya.
Devan bersiul, memperhatikan Cecil dari atas sampai bawah. 'sempurna. Gadis yang cocok jadi ibu dari penerus generasiku.' ia kembali membawa pikirannya pada dunia nyata. "Gak masalah. Tapi sepertinya kamu lupa satu hal. Kontraknya memang tertulis begitu, tapi isi kontrak itu gak akan berlaku jika keluargaku menginginkan anak darimu. Bersenang-senanglah menikmati kemewahan ini. Cukup patuh dan jadi istri yang baik. Maka kamu akan jadi nyoya besar di rumah ini."
Cecil tertawa lebar. Apa gunanya semua kemewahan ini? Gak ada! "Kamu pikir, hartamu bisa mengembalikan kebahagiaanku, Devan? Bahagiaku cuman ibu. Kembalikan nyawa ibuku lagi. Jika kamu bisa melakukan itu dengan hartamu, maka aku akan dengan senang hati memberikan diriku. Jika perlu, aku akan mendeklarasikan diriku sebagai JALANGMU!"
Ada belati yang merobek di dada. Ucapan Cecil benar-benar membuat harga dirinya terluka. Sama sekali, tidak terpikir di benak Devan jika Cecil adalah jalang. Baginya, Cecilia adalah berlian mahal yang akan selalu ia jaga kilaunya. "Perempuan aneh! Mudah sekali merendahkan harga diri, seolah kamu benar-benar tidak ada harganya. Berkelas dikit jadi perempuan!"
"Jangan mendikte aku dengan kata-kata sok bijakmu! Tahu apa kamu mengenai perempuan berkelas? Bukankah, kamu percaya kalau uang bisa membeli segalanya? Bahkan, lubang kenikmatan pun bisa kau beli dengan mudah? Bukankah di matamu aku hanya perempuan yang mengemis belas kasihan? Ya, aku murahan kan? Meski aku menjelaskan sampai berbusa sekalipun, kamu akan tetap menganggapku murah. Walau uang itu kugunakan untuk biaya operasi ibuku, tapi kamu gak mau tahu. Kamu tetap menawariku pernikahan kontrak konyol itu. Kamu memang punya hati, tapi perasaanmu sudah mati."
Kaca-kaca bening di peluk matanya menjuntai. Sekali kedip saja, cairan bening itu pasti meluruh bak anak sungai.
Cecicila hutama menahan mulutnya yang bergetar, mendongak sedikit sambil sesekali mengerjap agar air matanya tak jatuh.
"Yes, I'm. Aku menang gak punya perasaan, sangat egois dan sok berkuasa. Tapi sadarilah, jika hatimu diam-diam sudah terbuka untuk lelaki brengsek ini kan? Kamu gak akan bisa pergi dari hidupku, Cecilia. Kamu mencintaiku. Percayalah, rasa cintamu itu akan semakin bertambah seiring lamanya kebersamaan kita."
Devan menggenggam tangan Cecil, meluluhkan hati gadis itu dengan sikap lembutnya. "Ya! Aku memang mencintaimu. Tapi yang aku cintai adalah sikap Devan yang manis dan lembut. Aku menyesal! Aku gak bisa mencegah cinta itu, tapi aku juga gak berhasil memahamimu. Kamu seperti orang dengan dua kepribadian. Kadang lembut, kadang iblis. Kamu benar-benar menarik ulur hatiku. Dan aku benci itu! Aku benci, karena aku harus melabuhkan hatiku pada bajingan tak punya hati."
Tak tahu harus berkata apa lagi, Devan akhirnya memilih untuk mengalihkan pembicaran. Dia masih bisa merasakan gadis itu menatapnya dengan nanar, tapi mampu menusuk retinanya.
"Sudahlah! Terima saja nasibmu. Istirahatlah! Aku gak mau dengar, kamu drop di hari pernikahan kita. Sampai besok pagi, aku gak akan menemuimu. Sampai ketemu di depan penghulu." Devan lantas menarik pintu, dan membiarkan tubuhnya hilang dari pandangan Cecil.
Tak bisa menahan tangisnya lagi, air mata itu meluruh seiring langkah kaki Devan yang berjalan menjauh. Cecilia tertunduk lesu dengan menyandarkan kepala di dekat pintu. Air matanya terus mengalir. "Ibu...," ucapnya lirih pada diri sendiri. "Cecil mau ikut ibu. Cecil gak kuat, Bu. Dunia terlalu kejam untuk orang lemah seperti Cecil. Tunjukkan pada Cecil, Bu. Dimanakah letak surga itu? Ibu pasti sudah bertemu ayah,'kan? Cecil juga mau. Cecil mau ikut kalian.
Suara Cecil terdengar parau. Bahkan rasa sesak di dadanya sudah tidak dihiraukan lagi. Melihat gunting yang tergeletak di atas nakas, membuat pikirannya tak sehat lagi.
Cecil segera berdiri dan mengambil gunting itu. Menatapnya dalam-dalam sembari berpkir sesuatu. ya, Cecil yang gelap mata, akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
"Mama Utari, Papa Nicolas, Devan. Maaf, aku harus mengambil keputusan ini. Tuhan, semestamu memang indah, tapi setelah ini, aku harap tidak akan membuka mataku lagi. Maaf, Tuhan. Jika menurutmu ini dosa, aku harap dosaku terampuni. Selamat tinggal dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romantizm"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...