36. Rayuan Maut

6.6K 268 15
                                    

Dengan tawa yang cukup nyaring, Devan meremehkan kejujuran Cecil. Menatap gadis itu lekat-lekat.

"Sopir, kamu bilang? Gak usah beralibi! Jangan bela gadunmu di depanku! Aku sangat muak!"

Sekali lagi, Devan menatap pria bangsat itu. Seketika, darahnya kembali mendidih. Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin, Cecil bisa tertarik dengan lelaki sepertinya? Pelet apa yang sudah diberinya pada Cecil?

Hampir, Devan hampir melayangkan tinjunya lagi. Namun dengan cepat, Cecil berdiri menantang. Memasang badan di depan lelaki tak berdaya itu.

Ya, Cecil merasa bersalah, sudah melibatkannya dalam permusuhan bersama Devan. Tapi niatnya tadi tidak seperti ini, tidak tahunya, Devan malah seperti orang kesetanan.

Cecil menunjuk Devan. Kilatan marah di ekor matanya, membuat dia tak bisa menahan diri lagi. "Jangan sentuh dia sedikit pun! Masalahmu sama aku, bukan sama bapak ini. Dia cuman laki-laki yang ingin bertanggung jawab dengan anak istrinya. Mencari sesuap nasi dengan menjadi sopir online. Cari tahu dulu kebenarannya, sebelum menghakimi orang!"

Tatapan Cecil tidak seperti biasanya. Meskipun dia seringkali benci pada Devan, tapi baru kali ini Cecil menatapnya seperti itu. Ya, Devan bisa merasa ketidak beresan di sini.

"Apa buktinya kalau dia sopir?" ucap Devan melembut. Emosinya tidak sebrutal tadi. Perlahan, tatapannya juga mulai hangat.

Cecil menoleh ke belakang, menatap bapak-bapak yang juga membalas tatapannya penuh heran. Alis bapaknya mengkerut.

Bapak sopir yang sedari tadi diam, akhirnya membuka suara. Ia mensejajarkan tempatnya dan Cecil, menatap Devan dan Cecil kebingungan. "Ini sebenarnya ada apa?"

Dengan perasaan bersalah, Cecil berusaha menjelaskan. Memberi senyum lembut, lantas berujar. "Bapak ada kartu anggota komunitas, kan? Tujukkan padanya! Biar harga dirinya jatuh, sudah menuduh Bapak sembarangan." tunjuknya pada Devan dengan tatapan sengit.

Bapak itu pun mengangguk, mengotak-atik ponselnya, lalu menunjukkan aplikasi tempatnya mencari nafkah sebagai driver. "Saya hanya sopir online yang dipesan Mbak ini. Saya tidak punya niatan apapun selain mencari nafkah. Jangankan merusak calon istrinya Mas, menggoda saja tidak berani. Saya hanya ingin bekerja dengan uang halal, Mas. "

Mendengar penjelasan sopir, Devano terdiam membisu. Emosinya yang membabi buta, sudah membuatnya sangat menyesal.

Devan lantas meraih tangan bapak-bapak yang sudah dimakinya. Bahkan, hampir terkena pukul atas ulahnya yang ceroboh. "Maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaf. Saya sudah dilanda emosi duluan."

Bapak sopir berlapang dada. Malah, dia justru memberi Devan senyum dan wejangan. Terbuat dari apa hatinya? Sabar sekali. "Tidak apa. Kesalahpahaman dalam hubungan itu wajar. Apalagi, kalian mau menikah. Pasti akan ada saja masalah-masalah kecil yang hadir. Selesaikan dengan kepala dingin, jangan main emosi. Eman-eman hubungannya."

Devan mengangguk, mewanti-wanti pesan bapak driver yang sudah dituduhnya.

Untuk menebus sedikit rasa bersalahnya, Devan meraih dompet di celananya. Mengeluarkan 7 lembar uang bergambar presiden pertama, lalu memberinya pada bapak tersebut.

"Pak, mohon diterima ya. Hitung-hitung, ini sebagai ganti rugi bensin yang sudah Bapak pakai untuk menjemput calon istri saya, tapi saya malah menuduh Bapak. Saya juga minta maaf, sudah bersikap tidak sopan pada Bapak."

Bukannya menolak rezeki, tapi apa yang Devan lakukan, dirasa cukup berlebihan. Bapak itu, tidak ingin menerimanya, lantaran ini memang tugasnya sebagai driver. "Wah, terima kasih banyak, Mas. Tapi tidak perlu repot-repot. Toh, ini sudah menjadi tugas saya menjemput penumpang."

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang