54 panggilan masuk dari Devan tak dijawab. Ya, cecil sengaja tidak memedulikan ponselnya lagi. Meski data internetnya dimatikan, lelaki itu tetap tak menyerah dan mengubahnya menjadi panggilan biasa. Untung saja, ponselnya dimode getar, jadi tidak akan menimbulkan suara yang mengganggu pendengaran.
Sementara di tempatnya, lelaki itu kelimpungan, seiring dengan suara ponsel yang terus memanggil. Wajahnya geram, menahan amarah yang luar biasa.
"Kamu kenapa, Devan?" tanya Dela menatap heran pada lelaki yang terus bergerak gelisah itu. Dari ekor matanya, Dela bisa melihat kemarahan di mata lelaki itu.
"Cecil berulah," ucapnya dingin dengan ekspresi tak terbaca.
"Berulah gimana? Bukannya dia baru keluar dari rumah sakit?" Dela penasaran, entah apa yang dilakukan Cecil untuk menarik perhatian suaminya. Perempuan itu benar-benar tak bisa dianggap remeh.
Devan menarik napas panjang, lalu menghempasnya perlahan. Cuping hidungnya kembang kempis, merasakan amarah yang tak kunjung reda.
"Nyatanya memang begitu, tapi sekarang sudah kelayapan sama Zaki. Mereka pergi ke pagelaran lampion tanpa seizinku. Dan sekarang, teleponnya pun gak diangkat."
Dada Devan bergemuruh sering napasnya yang naik turun. Dia benar-benar tidak menyangka, jika Cecil senekat itu.
Kondisi yang menguntungkan bagi Dela. Dia berusaha menarik simpati Devan dengan pura-pura memahami lelaki itu. "Kalau Cecil gak mau angkat, kamu coba telepon Zaki, setidaknya, dia bawahan kamu. Pasti mau angkat teleponmu."
Sejenak Devan berpikir, tapi di detik berikutnya, dia membuka icon Whatsapp, lalu melakukan panggilan pada Zaki.
Berdering. Untuk sesaat, Devan menarik napas lega.
Tak lama, sambungan pun terhubung.
"Halo. Kenapa, Van? Butuh bantuan?" Zaki pura-pura saja tidak peka. Padahal, sudah jelas dia tahu maksud dan tujuan Devan menghubunginya.
"Gak usah basa-basi, Zak! Brengsek kamu! Cepat bawa istriku pulang!"
Zaki terkekeh dibuatnya. Tidak bisa membayangkan ekspresi Devan saat ini. Mungkin saja, dia akan membunuh Zaki hidup-hidup, jika lelaki itu ada di hadapannya.
"Masih makan pukis dia. Istrimu memang bocil. Lihatlah, sampai belepotan gitu." Zaki mengubah panggilannya menjadi Video Call.
Seketika, nampak lingkaran biru yang melompat-lompat ingin digeser ke atas. Setelahnya, nampaklah wajah Zaki yang terpampang di ponsel mahal milik Devan.
Paham dengan tatapan Devan yang seolah menanyakan keberadaan Cecil, Zaki kenudian mengubah kaneranya menjadi kamera belakang.
Di sana, terlihat Cecil yang asik memakan pukis toping coklat dengan bibir belepotan.
Tatapan Devan terlihat sangat sulit diartikan. Wajahnya datar, namun sarat akan emosi. "Berikan ponselmu padanya, Zak. Aku mau bicara dengannya. "
Zaki kembali mengubah posisi kameranya, mengangguk lemah, kemudian mengulurkan ponsel pada Cecil.
"Cil, Devan mau bicara."
Cecil yang baru selesai menyuap pukisnnya, tak langsung mengambil ponsel itu. Dia justru merogoh tasnya, lalu membersihkan mulut dan tangannya menggunakan tisu basah.
"Kemarikan," pinta Cecil setelah beres dengan pekerjaannya.
Cecil menata sedikit tantan rambutnya yang berantakan, sebelum memampangkan wajahnya di depan Devan. "Ada apa?" tanya Cecil malas.
Tanpa basa-basi lagi, Devan langsung menyemburnya. "Istri pembangkang! Pulang sekarang! Aku segera pulang! Setengah jam, aku sampai. Kamu juga harus sudah di rumah. Kalau gak, habis kamu malam ini.".
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romansa"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...