41. Kutunggu Jandamu

4.8K 188 3
                                    

Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Mata Cecil membelalak, melihat nama si penelepon.

Zaki menelepon balik. Untuk apa? Padahal, tadi dia sendiri yang memutus sambungan telepon sepjhak.

Meski malas, namun pada akhirnya Cecil pun mengangkat sebelum deringnya mati, karena dia juga penasaran. "Hallo. Ada apa lagi? Kenapa dimatikan tadi?"

Di seberang sana, Zaki terkekeh sambil garuk-garuk kepala. "Hehe. Lupa. Tadi kamu belum jawab pertanyaan aku loh."

"Pertanyaan yang mana?" Cecil pura-pura tidak paham. Padahal, dia sengaja membuat asisten pribadi calon suaminya itu menjadi kesal.

Seperti menahan geram, Zaki berusaha sabar. Menarik napas berat, lantas membuangnya perlahan. "Besok acaranya jam berapa?"

Cecil berusaha menahan tawa ketika mendengar suara Zaki yang tak santai. "Jam 8. Di rumah. Gak rame-rame kok, paling cuman keluarga inti. Soalnya cuman akad, gak ada resepsi."

"Oke, jam 7 aku ke sana. Kalau gitu, aku matiin telepeonnya. Tidur kamu! Sudah jam segini." Perintahnya.

Sebelum telepon benar-benar mati, Cecil berusaha mencegahnya. "Eh, tunggu-tunggu! Tadi maksud kamu bilang gitu, apa ya?"

Zaki terdengar gugup. "Bilang apa? Aku nggak ada bilang apa-apa."

"Love you."

Sontak, Zaki pun membalas Cecilia. "Love you too."

Zaki menutup mulutnya. Lagi-lagi dia keceplosan.

Mendengar itu, Cecil menjadi geram. "Bukan itu maksudku. Tadi kamu bilang ke aku kayak gitu maksudnya apa? Mau dihajar Devan?"

Sambil terkekeh, Cecilia menakut-nakuti Zaki. Dia pikir, Zaki tadi hanya bercanda.

"Ya love you! Aku tunggu jandamu, Cil. Kalau gak betah sama Devan, bilang saja. Aku siap antri yang terdepan."

Cecil menepuk jidatnya. Lagi-lagi, kelakuan aneh pria itu membuatnya terheran. "Kalau mau ngelawak gak usah segitunya kali, Zak. Niat banget bikin aku ngakak."

"Aku serius loh. Kalau udah cerai sama Devan, kabar-kabar ya. Nanti, aku jamin kebahagaanmu." Seketika, Cecil tercengang. Zaki memang lelaki idamannya. Tapi apa mungkin?

"Memangnya kamu mau sama janda? Apalagi, bekas temanmu sendiri. Kalau aku punya anak dari dia, emang kamu bisa terima?" Tantang Cecil. Ini benar-benar sudah gila.

"Ya, aku akan terima kamu apa adanya. Kalau Devan gak terima, bukan salahku dong. Salah sendiri dia mau melepas perempuan sebaik dan secerdas kamu. Kalau sampai hal itu terjadi, berarti lelaki itu goblok. Apalagi, kalau sampai dia balikan sama Dela. Itu sama seperti buang berlian dapat tai."

Mendengar nama Dela disebut, hati Cecil mencelos. Tapi dia juga sedikit terhibur dengan Zaki yang sepertinya sangat tidak suka dengan Dela. "Oke, aku tagih kata-katamu nanti ya! Kalau sampai aku diceraikan Devan, kamu sendiri yang harus menikahiku!"

"Siapa yang mau cerai?" Entah sejak kapan lelaki itu ada di kamarnya. Tiba-tiba saja, Devan sudah nyelonong masuk dengan membawa setelan kebaya yang sangat cantik di tangannya.

"Ka--kamu." Cecil terbata, dan buru-buru menyembunyikan teleponnya di belakang.

Devan mendekat, menatap Cecil lekat. "Siapa yang mau nikahin kamu!"

Cecil terdiam bak patung. Tak ada jawaban, Devan langsung merebut telepon Cecil yang masih tergenggam di tangannya. "Zaki?"

Dahi Devan berlipat, kala membaca nama yang tertera di ponsel Cecilia. "Zak, apa maksudnya?" Tanya Devan meminta penjelasan.

Bukannya takut kena marah, Zaki malah tertawa cukup keras. "Aku cuman bercanda. Tapi, kalau kamu beneran melakukannya, aku nggak bercanda."

"Apa maksudmu? Melakukan apa?" Sahut Devan murka.

"Menceraikan Cecil. Kalau kamu sampai melakukan itu dan kembali pada Dela, aku pastikan Cecil jadi milikku." Seringai lebar Cecil terlihat mengejek. Untuk sementara, dia tidak takut jadi janda. Karena setelah dibuang Devan, masih ada yang mau memungutnya. Meski terdengar seperti piala bergilir, setidaknya dia masih jadi perempuan terhormat, karena Zaki mau menikahinya, bukan sekedar mencari kepuasan.

"Jangan mimpi! Kamu memang temanku, Zak! Tapi kalau kamu sampai merebut milikku, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Ingat itu baik-baik. Jangan berharap apa pun, karena Cecil tidak akan jadi Janda, selama aku masih bernapas."

Zaki berusaha menahan tawa. Sepertinya, Devan juga menaruh rasa yang sama untuk Cecil, hanya saja lelaki itu gengsi mengakui. "Kamu dengar kan, Cil? Kamu gak akan jadi janda. Tenang saja. Tapi aku sih berharap kamu segera janda ya." Goda Zaki sambil terkekeh, menbuat Cecil ikut terkekeh. Kedekatan mereka justru membuat Devan Semakin posesif.

"Udah lah, Zak. Jangan goda aku terus. Nanti bosmu darah tinggi. Awas dipecat loh!" Canda cecil.

"Gak takut, aku udah kaya." Seperti sekongkol membuat Devan kesal, akhirnya Devan memutuskan sambungan teleponnya sepihak.

Devan tahu, niat Zaki bilang seperti itu karena sahabatnya itu ingin dirinya mengakui perasaan di depan Cecil. Tapi tak menutup kemungkinan jika Zaki juga menyukai gadis itu. Bahaya kalau saingan Devan bertambah.

Cecil melirik Devan masam. "Kenapa? Katanya gak bakal nemuin aku sampai pagi? Ini baru jam 9, udah di sini aja."

Devan mengulurkan kebaya di tangannya. "Dari mama. Katanya besok disuruh pakai. Kalau gak karena ini juga, aku gak bakal temuin kamu."

Tanpa berlama-lama, Cecil menerima kebaya putih itu. Kebayanya simpel, tapi terlihat elegan. Cecil sangat suka. "Makasih. Ada lagi yang mau di bicarakan? Kalau gak ada, silakan keluar."

Bukan niat mengusir, tapi pamali kalau mempelai pria dan wanita berduan begini. Apa lagi di kamar.

"Jangan dekat-dekat sama Zaki! Aku gak suka. Dia temanku. Hanya aku yang boleh akrab dengannya. Kamu gak usah ikut-ikutan!" Tandas Devan membuat Cecil mengerucut. Memang apa salahnya punya teman.

"Teman kamu, ya berarti teman aku juga lah. Kenapa aku gak boleh akrab? Lagian kan, Zaki baik sama aku. Gak kayak kamu, judes dan sengak!"

Devan memutar bola matanya. Memang gadis pembangkangan. Gak pernah mau nurut. "Kalau gak boleh ya gak boleh. Suami ngomong tuh dengerin, jangan dibantah. Kamu mau jadi istri durhaka?"

Cecil menatap sewot. "Dih, suami. Masih calon!"

"Bodoamat! Pokoknya kalau dibilangin tuh nurut. Lagian, ngapain kamu minta dinikahi Zaki segala?"

"Cieee, cemburu ya?"

Cecil menoel-noel pipi Devan yang memerah. Sudah seperti tomat rebus saja. "Gak usah mengalihkan pembicaraan. Jawab pertanyaanku."

"Ya, Zaki janjinya gitu. Kalau sampai kamu ceraiin aku, dia yang akan menikahiku.

"Memang, kamu yakin kalau kita bakal bercerai?"

Cecil berusaha menahan tawa. Berarti, secara tidak langsung, Devan juga tidak yakin jika rumah tangganya akan berakhir di pengadilan agama.

Cecil terdiam sejenak. "Ya kan kontraknya cuman setahun. Jadi kalau udah, setahun, otomatis kamu bakal buang aku. Aku janda."

"Kata siapa? Emang aku pernah bilang bakal buang kamu?"

Heran dengan Devan, Cecil pun mengernyit. Menaik turunkan bahunya tanda tidak tahu. "Ya kita lihat saja nanti."

Tak punya jawaban lain, Devan mengalihkan pembicaraan. "Tidurlah! Aku gak mau kamu bangun kesiangan. Besok hari penting, jaga kesehatan. Good night, mimpi indah."

Devan mencuri ciuman di kening Cecil, sebelum akhirnya meninggalkan kamar itu. Sikap Devan yang manis seperti ini, membuat Cecil kembali meleleh. "Devan, andai sikapmu begini terus," gumam Cecil pelan.

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang