Devan tercengang dibuatnya. Kenapa Cecil jadi menaruh curiga padanya? Beginikah rasanya dicurigai? Seperti kecurigaannya pada Cecil dan Zaki. "Kenapa jadi bahas-bahas perempuan itu? Dia itu cuman masa lalu aku loh. Aku udah buang jauh-jauh semua kenangan sama dia."
"Kenapa? Bukannya mantan terindah? Kata orang, mantan terindah itu paling susah dilupa."
"Siapa bilang? Ya, aku memang susah melupakannya. Lebih tepatnya melupakan pengkhianatan yang dilakukan."
"Begitu juga dengan kenangan indah yang kalian ukir."
Sejenak, Devan terdiam. Meresapi dalam-dalam ucapan Cecil. Ya, perempuan itu tak sepenuhnya salah. Karena nyatanya, dia masih sedikit menyimpan kenangannya dengan Dela.
"Jangan pernah berusaha membuka hati untuk yang baru, jika masa lalumu belum sepenuhnya usai. Percayalah, itu menyakitkan. Baik untukmu, atau pasanganmu kelak."
Devan merunduk dalam. Lagi-lagi, ucapan Cecilia mampu menikam hatinya. "Maaf."
Cecil tersenyum, meski hatinya sedikit terasa nyeri, tapi apa gunanya. Tapi demi kewarasan, Cecil berusaha biasa saja. "Tenang saja, aku gak baperan kok. Aku sadar, pernikahan kita cuman hitam di atas putih. Gak usah merasa bersalah gitu. Anggap saja, aku istri sementara. Tapi jika nanti kamu sudah bisa menemukan istri sesungguhnya, tolong lupakan masa lalu ya. Jangan pernah diungkit lagi."
"Cil." Suara Devan semakin lirih.
Cecil sendiri merasakan sesak di dadanya. Tak ingin lama-lama mengobrol dengan Devan, cecil pun memilih tidur.
"Aku tidur dulu ya, nanti kalau butuh sesuatu, bangunin aja." Kepalaku pusing, semalam kurang tidur.
Cecil bergerak membelakangi Devan. Menarik selimutnya sebatas leher, lalu perlahan memejamkan mata.
Devan hanya bisa menatap punggung mungil yang membelakanginya. Devan mengikis jaraknya. Tangannya dilingkarkan di perut Cecil, bergerak mencium kepala istrinya, lalu menenggelamkan wajah di tengkuk Cecilia. Ikut memejamkan mata di sana.
Cecil yang pura-pura tidur, diam-diam menangis. Sakit sekali, Gusti.
***
Jam 2 siang, Cecilia terbangun. Mencari-cari keberadaan seseorang yang tak dijumpainya.
Dari arah kamar mandi terdengar gemercik air. Pasti Devan sedang ada di dalam sana.
Kesempatan itu dia gunakan untuk keluar dari kamar. Entah sejak kapan, kunci kamar sudah menggantung di tempatnya. Buru-buru Cecil keluar, sebelum Devan selesai dari kamar mandiri.
Cecil berjalan setengah berlari, menuju prasmanan yang belum dibereskan. Perutnya yang keroncongan, membawa langkahnya ke mari. Saking buru-burunya, tanpa sadar tubuhnya menabrak Zaki. Ternyata lelaki itu masih belum pulang. Dia terlihat asik mengobrol dengan sepupu Devan.
"Cil, ada apa? Kenapa lari-larian kayak dikejar hantu gitu."
Cecil meringis. Memamerkan deretan giginya yang putih. "Maaf ya Zak, aku gak sengaja. Tadi sedikit gak fokus."
Zaki terkekeh pelan. "Gak papa. Ngomong-ngomong, kamu ke sini mau ngapain? Tadi, Tante bilang Devan sakit?"
Cecil mengangguk. Tidak mengelak perkataan Zaki. "Ya, tadi Mas Devan memang demam. Tapi sudah agak baikan kok. Aku ke sini mau makan, Zak. Lapar. Tadi dikurung aku di kamar, gak bisa keluar. Ternyata, bosmu itu sangat manja ya?"
"Siapa yang manja?" Ya. Itu suara Devan. Lelaki itu menyusul ke sini karena tak didapati Cecilia di kamar. Dan, tebakannya memang benar. Cecilia memang ada di sini.
"Udah sembuh, Dev?" Tanya Zaki perhatian. Ya, di luar kantor Zaki memang hanya memanggil nama saja.
"Belum pulang kamu? Awas dekat-dekat istriku!" Ancam Devan membuat Zaki terkekeh.
"Tenang aja, aku gak naksir bini orang. Beda lagi kalau Cecilia jadi janda."
Tidak ingin mendengar perdebatan itu, Cecil memilih tak acuh, dan malah pergi mengambil bakso di meja prasmanan. Mencari duduk yang nyaman untuk menikmati makanannya.
Seperti halnya Cecilia, sepupu Devan pun tidak ingin mendengar perdebatan Devan dan Zaki. Dia datang menghampiri Cecil, lalu izin pada gadis itu.
"Boleh aku duduk sini?" Tanya lelaki yang tak kalah gagah dari Devan. Ya, sepertinya keluarga Devan tidak ada yang gagal. Semuanya tampak rupawan.
"Boleh-boleh. Silahkan saja. Maaf ya, aku sambil makan." Cecilia nampak salah tingkah.
Lelaki itu memperhatikan Cecil hingga selesai menyantap baksonya. "Aris. Sepupunya Devan." Tiba-tiba, dia mengulurkan tangan membuat Cecil gelagapan.
Cecil membalas uluran itu dengan hangat. "Cecilia, istrinya Mas Devan."
Tak sengaja, keakraban keduanya dilihat Devan. Lelaki itu segera mengakhiri perdebatan dengan Zaki yang tak kunjung usai, lalu berjalan mendekat pada Cecil.
"Makan gak ajak-ajak. Istri durjana!" Seloroh Devan sambil melirik mangkuk kosong di tangan Cecil. Bukan salah Cecil dong? Siapa suruh dia berdebat.
"Salah sendiri debat terus sama Zaki. Aku lapar, ya mending makan. Daripada lihat kamu adu mulut sama Zaki. Lagian heran aku sama kamu. Cowok kok suka banget adu mulut. Sekali-kali baku hantam kek."
Di sebelahnya Aris terkekeh mendengar cecil berceloteh. Lelaki itu juga kagum dengan keberanian Cecil membantah Devan.
"Ngapain ketawa? Gak lucu!" Tukas Devan menatap Aris tak suka.
Cecil menoleh pada Aris. Dia merasa tak enak karena Devan memarahinya. "Gak usah diambil hati, Mas Aris. Sepupumu ini memang galak. Sukanya marah-marah."
Devan mencebik, karena istrinya lebih memilih membela sepupunya ketimbang dia–suaminya.
"Ambilin makan dong, aku laper!" Devan mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin emosinya semakin naik.
"Tolong!" Pungkas Cecilia.
"Iya ... Tolong. Suamimu lapar. Ambilin makan," ucap Devan dengan nada manis membuat cecil ingin muntah.
"Mau makan apa?" Tawarnya malas. Meski begitu, ia tetap berdiri dari tempat duduknya.
"Capcay dibubuhi sate dan rendang. Sama es manadonya sekalian. Makannya di kamar aja ya. Biar gak ada yang ganggu." Sengaja, Devan berbicara seperti itu. Ya. Devan bisa melihat kekaguman di mata Aris untuk istrinya. Tatapan itu, sama persis ketika dia menaruh kagum pada Dela waktu itu. Dan ... tentu saja, dia tidak akan membiarkan orang lain merebut miliknya. Termasuk Aris–sepupunya.
"Oke. Duluan saja ke kamar. Nanti aku nyusul. Aku ambilin dulu makanannya."
Cecil beranjak. Mengambil makanan pesanan Devan. Meski begitu, lelaki itu tak kunjung meninggalkan tempatnya. Devan masih setia menunggu sampai perempuan itu kembali.
Cecilia berjalan membawa piring berisi capcay dan mangkuk es pesanan Devan.
Segera, Devan memindahkan makanan itu dari tangan Cecilia. "Ayo ke kamar." Ajaknya.
Cecil mengangguk, meski sedikit kebingungan dengan sikap Devan. "Kenapa gak langsung ke kamar?"
Devan menggeleng santai. "Kamu repot-repot bawa makananku, masak aku ke kamar sendirian? Ayo ke kamar bareng."
Cecilia tersenyum. Tenyata Devan cukup perhatian, meski hati lelaki itu belum sepenuhnya dia gapai. Cecil menoleh pada Aris, lalu memberikan senyum manisnya.
"Mas Aris, kita duluan ya." Pamitnya berjalan meninggalkan tempat. Sementara'Devan hanya memasang wajah datarnya.
Berpapasan dengan Zaki. Cecil menyapa hangat. "Zak, kita duluan ya. Bayi gedenya mau makan di kamar." Ejeknya pada Devan.
Devan tak menanggapi, tapi melempar tatapan membunuh pada Devan.
"Awas digrepe, Cil." goda Zaki pada Cecil. Bukannya Cecil yang menyahut, suara Devan yang mendominasi.
"Tenang aja. Aku perkosa sekalian!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romance"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...