Setelah mendapat telepon dari rumah sakit yang memberi tahu jika kondisi ibunya semakin menurun, Cecil pun segera menyambar tasnya.
Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan yang masih menunjukkan pukul 3 sore. Itu berarti, jam pulang masih kurang satu jam lagi.
Cecil tidak bisa menunggu selama itu. Ia harus bergegas pergi ke rumah sakit karena ibunya sedang tidak baik-baik saja.
Tanpa pikir panjang, Cecil pun nekad menemui Devan dan meminta izin untuk pulang lebih awal dari jam pulang kantor. Ia tidak peduli kalau Devan memarahinya nanti. Yang penting, sekarang ia harus cepat sampai rumah sakit.
Dengan langkah tergesah, Cecil berjalan menemui Devan di ruangannya.
Tok ... tok ....
Suara pintu yang terketuk.
"Masuk!"
Setelah mendapat perintah, Cecil pun langsung masuk ke dalam.
"Permisi, Pak," ucuapnya ragu dengan raut wajah cemasnya.
Devan memperhatikan Cecil dari atas sampai bawah. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ini masih jam berapa, Cecilia Hutama?! Kenapa jam segini kamu sudah membawa tas? Masih mau kerja kan?! Apa sudah bosan kerja di sini?"
Cecil menarik napas panjang, sebelum akhirnya ia memohon untuk diizinkan pulang lebih awal.
Cecil meraih tangan Devan, lalu menciumnya dengan hormat. Ia benar-benar memohon kali ini. "Maafin saya, Pak. Saya memang salah karena sudah lancang untuk pulang di jam kantor. Tapi saya mohon, kali ini saja izinin saya pulang lebih awal, Pak. Kondisi ibu saya semakin menurun. Barusan, saya dapat telepon dari pihak rumah sakit, kalau ibu saya drop lagi, Pak. Saya harus ke rumah sakit sekarang. Tolong beri saya izin, Pak."
Cecil berlutut di hadapan Devan. Ia sungkem pada lelaki itu dan membuang jauh-jauh egonya.
"Berdiri, Cecil," perintah Devan tegas.
Cecil menggeleng. Ia tidak akan beranjak sedikit pun sebelum Devan memberinya izin. "Nggak, Pak. Saya akan tetap berlutut sampai Bapak mengizinkan saya."
Cecil yang kukuh dengan pendiriannya, ia tidak akan gentar.
"Cecil, berdiri!" pinta Devan.
Lagi-lagi Cecil menggeleng, hingga membuat Devan kesal.
"Oke, saya izinkan, tapi saya sendiri yang antar kamu ke rumah sakit," pungkas Devan.
Tanpa menunggu lebih lama, Cecil pun berdiri dari tempatnya. "Ayo, Pak!"
Cecil menggeret langkah Devan agar berjalan lebih cepat.
Sesampainya di parkiran, Devan menghentikan langkahnya.
"Jangan buru-buru! Saya ambil kunci mobil sebentar."
Cecil yang sudah tidak sabar, ia pun terlihat bersemangat. "Biar saya saja yang ambil, Pak! Kuncinya di mana?"
Devan menunduk sambil menunjuk saku celana bagian depan dengan dagu. "Di situ. Mau ambil?"
Cecil bergidik ngeri. Mana mungkin ia berani mengambil kunci mobil yang ada di saku celana Devan? "Tidak, Pak. Pak Devan saja yang ambil.
Setelah kunci mobil dibuka, Cecil pun segera membuka pintu penumpang bagian belakang.
"Ngapain kamu buka pintu belakang?" cegah Devan.
Cecil memutar bola matanya, lalu memasok oksigen dalam-dalam. "Ya saya mau masuk lah, Pak. Tadi Bapak bilang mau antar saya? Kalau nggak ikhlas, mending saya naik taksi. Waktu saya terbuang banyak kalau cuman buat meladeni Bapak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romansa"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...