59. Hampir Masuk

6.9K 178 4
                                    

"Bahkan, saat sudah tak berdaya sekalipun, kamu masih bisa angkuh, Cecil?"

Bukannya takut, Cecil malah menantang. Semakin dia takut, Devan akan menganggap itu remeh. "Kamu yang mengajariku. Jangan lupa akan itu!"

Saat Devan ingin menarik celana dalam gadis itu, tiba-tiba dari arah luar, Mbok Darmi mengetuk pintu.

"Non, Den, maaf. Mbok mau antar makan Non Cecil. Kata Nyonya, 'makannya di antar ke kamar saja, takutnya Non Cecil masih belum sembuh total.'

Mendengar teriakan Mbok Darmi, Cecil mengusap dadanya lega. Sepertinya, Mbok Darmi memang dikirim Tuhan untuk jadi penyelamat.

Devan mengerang kesal, membuat Cecil menahan tawa. Padahal, baru saja ingin mulai. "Bentar, Mbok! Saya keluar."

Dengan langkah gusar, Devan pun beranjak membuka pintu. Tetapi mata itu memberi kode Cecil untuk memakai selimut. Dengan cepat, Cecil pun menarik selimut sebatas leher.

Setelah pintu dibuka, Mbok Darmi berdiri di ambang pintu dengan nampan berisi makanan dan jeruk hangat. Devan mengambilnya. "Buat saya mana?"

Tampak malu-malu, Mbok Darmi berujar. "Aden bisa ambil sendiri di meja makan. Kata nyonya, 'Devan suruh makan di sini saja, Mbok. Biarin Cecil makan di kamar. Kalau Devan makan di kamar juga, pasti ganggu Cecil. Kasihan anak itu.' gitu Den."

Cecil sudah tidak bisa lagi menahan tawanya. Dia sudah tergelak melihat wajah Devan yang ditekuk masam. 'Thanks, Mama mertua.' batin Cecil.

Cecil mengacungkan jempol pada Mbok Darmi. "Makasih Mbok Darmi.

"Sama-sama, Non. Mbok permisi dulu."

Cecil hanya mengangguk, melirik Devan sekilas, kemudian kembali terbahak. "Buahahaha. Keluar sana! Ditunggu Mama."

"Puas kamu!"

"Banget!" Devan kemudian membanting pintu dengan perasaan dongkol.

Jeder!

Meski perlakuannya kadang kasar, entah mengapa Cecil tidak bisa benar-benar membencinya. Selalu dan selalu memberi kesempatan untuk lelaki itu menunjukkan rasa cintanya. Padahal Cecil tahu, jika harapannya tak selalu mulus, tapi dia selalu saja ingin bertahan, dengan alasan orang tua Devan.

Ah, inilah kelemahan Cecil. Saat dia sudah mendapat kasih sayang penuh, maka untuk menyakitinya, Cecil pun tak tega. Ya, satu-satunya alasan Cecilia bertahan ya hanya Utari. Perempuan itu yang selalu jadi penguatnya. Dia adalah sosok pengganti ibu bagi Cecil, meski ibunya tak tergantikan. Tapi setidaknya, dalam diri Utari, Cecil menemukan sosok ibu.

***

Pukul empat sore, Cecil beranjak bangun. Dia ingin mandi. Devan sendiri, entah ke mana. Cecil tidak menjumpainya lagi, selepas lelaki itu keluar dari kamarnya.

Masih dengan lilitan selimut, gadis itu berjalan ke kamar mandi. Tentu tak kupa membawa baju ganti dan handuk yang digantung di tempatnya.

15 menit berlalu. Usai mandi dan berganti pakaian, gadis itu tampak berdiri di depan cermin. Menyisir rambut hitam legam itu dengan kelembutan. Tak lupa, dia juga memoles wajahnya dengan riasan natural. Tampak cantik luar dalam.

Saat asik mengoles lip tint di bibirnya, gadis itu dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba terbuka. Dia sedikit ngedumel, karena lip tint itu mencoret garis luar bibirnya. "Ih! Mas Devan! Bisa gak sih, kalau masuk itu ketuk pintu dulu? Ngagetin orang aja! Lihat, jadi kecoret!"

Devan menahan senyum saat perempuan itu ngedumel kesal. Lihatlah, dengan gampangnya, tatapan kebencian tadi sudah menguar entah ke mana. Gadis itu bahkan kembali bersikap seperti biasa. "Maaf, aku lupa ini di kamarmu."

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang