Atmosfer bumi memanas. Semakin sering berduaan dengan Devan, membuat jantungnya bertalu-talu. Hawa dingin AC yang nyala, tetap terasa panas di tubuh Cecilia.
"Mas, aku ke kamarku bentar ya, mau ambil charger. Batrai ponselku mau habis." Alibi Cecilia untuk menghindar dari Devan. setidaknya, dia bisa mengistirahatkan jantungnya yang berpacu cepat.
Devan mengangguk mengiyakan. Tapi tak melepas sandarannya pada bahu Cecilia. "Langsung balik ya? Jangan lama-lama."
Cecil memutar bola matanya malas. Bagaimana dia bisa beranjak kalau Devan masih gelendotan begini? "Lepas dulu, Mas. Aku gak bisa gerak."
Devan meringis. Mengangkat kepalanya, lalu melepas cekalannya di lengan Cecil. "Dah, boleh pergi. 5 menit."
Tidak menanggapi, Cecil pun langsung keluar. Sesampainya di kamar sendiri, Cecil langsung mengunci pintu itu. Membiarkan tubuhnya terhempas bebas di atas kasur. "Ah, leganya."
Cecil sengaja tidak balik. Membiarkan tubuhnya istirahat di sini untuk beberapa waktu.
5 menit, 10 menit, bahkan sampai setengah jam, perempuan itu tak kunjung datang. Devan yang geram pun langsung menyusul Cecilia.
"Cil!" Gedoran pintu dan teriakan Devan tidak dihirakun, karena perempuan itu tengah asik nonton live streaming mukbang bar-bar dengan memakai headset.
Geram sendiri, akhirnya Devan pun mengambil kunci cadangan rumah ini di kamarnya sendiri.
Setelah pintu berhasil dibuka, nampak Cecilia yang tengah serius menonton YouTubers makan mie pedas cabe 100. Perempuan itu belum menyadari keberadaan Devan.
Perempuan itu tersentak kaget, ketika headsetnya tiba-tiba dicabut. "Astaghfirullah."
Cecil bahkan sampai melempar ponselnya ke lantai. Untung ponsel mahal, paling cuman anti goresnya yang retak.
"Bagus! Bilangnya ambil headset malah asik nonton YouTube. Aku tungguin setengah jam loh, gak balik-balik juga."
Cecil meringis, menampilkan giginya yang rapi. "Aku di sini bentar ya. Kamar kamu terlalu luas, gak enak!"
Aneh memang. Biasanya, orang menginginkan kamar yang luas dan nyaman. Cecil malah sebaliknya. Perempuan itu memang berbeda.
"Ya sudah. Aku juga ikut di sini. Geser sedikit!" Devan mendaratkan bokongnya di sebelah Cecilia.
Cecil sendiri hanya bisa mendesah pasrah. Percuma dia menghindar, kalau ujung-ujungnya nempel juga.
Devan semakin mendusel kala dirinya merasa diabaikan. Bagi cecil, mie pedas itu terlihat lebih menggoda daripada wajah tampan suaminya. "Lihatin apa sih, aku sampai dianggurin gini? Emang, ponsel lebih menarik ya, ketimbang wajahku?"
Devan mencebik, ketika sindirannya tak berpengaruh apa-apa untuk Cecilia.
"Cil." Masih tak ada respon. Cecil hanya menunjukkan ponselnya yang menampakkan orang kepedesan. Lihatin orang makan, apa yang menarik?
"Cil." Cecil sengaja mendiamkan. Dia tahu, jika Devan hanya ingin mendapatkan perhatiannya.
"Sayang," panggil Devan sensual.
Seketika, Cecil menoleh. Wajahnya geram, meski memerah. "Apa sih, Mas. Aku lagi lihat orang mukbang mie pedas ini loh. Nikmat banget kayaknya. Samyang cabe seratus."
"Nikmatan juga telorku. Dua biji, ada sosisnya."
Mata Cecil berbinar. Otaknya sudah membayangkan makanan yang Devan sebut. Seandainya dimasak bersama mie kuah ditambah irisan cabai, pasti semakin nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romance"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...