"P-- Pak Devan kok balik lagi?" Cecil bersua dengan langgam yang memelan. Ia tampak grogi melihat Devan berdiri mematung di depannya. Bukan apa-apa, gadis itu hanya tidak enak karena sudah membicarakan bosnya di belakang.
"Kalau saya tidak di sini, mungkin saya tidak akan tahu jika sekretaris saya suka gosipin bosnya di belakang. Bagus ya, kamu? Apa saya bayar kamu cuman untuk membicarakan saya di belakang?" Sambil mengambil barangnya yang tertinggal, Devan melirik sinis pada Cecil. Gadis itu terlihat tengah merunduk dalam. Ia merasa tidak enak hati, karena sudah kepergok.
"Emmm ... saya minta maaf, Pak," Ragu-ragu, Cecil mulai mengangkat kepalanya, menatap mata Devan yang masih penuh kilatan amarah.
Melihat mata teduh milik Cecil entah kenapa hati Devan menjadi tentram. Ia seperti disiram bongkahan es batu yang terasa sangat dingin.
"Saya cuman mau ambil baju yang Zaki bawakan. Kamu ... jangan ulangi lagi! Awas saja kalau sekali lagi saya dengar kamu mengatai saya di belakang!" Nada bicara Devan mulai melembut, meski terdapat ketegasan di dalamnya.
"Berarti, kalau ngatain langsung depan orangnya boleh?"
Alis Devan terangkan dengan beberapa kerutan samar di dahinya. Kali ini, Cecil benar-benar mampu memainkan emosi lelaki itu.
"Cecilia!" sentak Devan membuat Cecil tertegun, sementara Zaki berusaha keras menahan tawanya melihat kelakuan Cecil dan Devan.
"Sabar, Dev. Bukan perempuan kalau gak bikin kesal," tutur Zaki.
"Terserah kamu!"
Devan pun berlalu, sebelum itu, matanya sempat melirik tajam ke arah Cecil lalu berjalan cepat menuju kamar mandi.
Sepeninggal Devan, Cecil menatap Zaki serius, hingga membuat kedua alis lelaki itu saling bertautan. "Kamu kenapa, Cil? Kok lihatin aku kayak gitu?"
Cecil meringis, "Pak Devan galak, 'kan?"
"Sssttt! Jangan gosipin lagi. Kalau dia tahu, kelar hidupmu."
"Hehe ... maaf. Lagian, masih pagi sudah marah-marah." Cecil menarik napas dalam. Ia mencoba kembalikan suasana hati yang sempat keruh setelah Devan mengomelinya.
"Udah, sabarin aja. Banyakin istighfar kalau sama si bos."
"Entahlah!" jawabnya sambil menarik turunkan bahu. Ia tampak acuh dan lebih memilih untuk memakai heels yang Devan beri daripada melanjutkan obrolan bersama Zaki.
***
Jarum jam terus berputar, menimbulkan bunyi denting yang cukup nyaring di kala rasa sepi seperti ini. Ditambah Devan yang tak kunjung keluar dari tempatnya berbenah, membuat gadis cantik nan bar-bar itu menjadi sangat bosan
"Menunggu itu membosankan! Ckck!" decak Cecilia membuat Zaki terkekeh. Cukup menarik, karena biasanya seorang pria yang harus menunggu lama wanitanya hanya untuk bersiap, tapi kali ini berbanding terbalik.
"Sabar, bentar lagi pasti siap,"
Cecil memandang jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Angka di sana menunjuk pukul 07.00 WIB. "Sudah jam 7, belum lagi macetnya. Mau sampai kantor jam berapa?" dumel Cecil pada Zaki.
Laki-laki itu menampakkan moncongnya yang keluar beberapa centi. "Dari tadi aku sudah siap loh. Kok jadi aku yang kena omel?"
Cecil meringis salah tingkah. "Hehe ... maaf! Saking kesalnya jadi kelepasan.
Gadis manis itu tampak kikuk dengan rasa bersalahnya. Untuk mengusir kecanggungan, Cecil mengambil tas lalu mengeluarkan dua roti selai untuk mengganjal perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Romance"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...