Devan bingung dengan perasaanya sendiri. Ya, dia tak bisa membohongi hati kecilnya. Nyatanya, nama Dela masih tersimpan di ruang terdalam milik Devan. Bahkan, lelaki itu tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
"Kamu benar, Cil. Aku memang laki-laki berengsek! Aku memang masih memiliki rasa pada Dela, meski tidak sepenuhnya, walaupun perempuan itu sudah menyakiti aku sebegitu teganya. Tapi di sisi lain, aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiranmu di hidupku. Bahkan, aku merasa cemburu, saat orang-orang terdekatku berusaha mendekatimu. Aku menginginkan kalian berdua."
Cecil berusaha menahan air matanya, kala kalimat itu terdengar dari mulut Devan. Pengakuan Devan benar-benar menghantam hatinya.
Ya, mulut lelaki itu memang jujur, tapi Cecil tidak pernah menyangka sebelumnya, jika kejujuran itu akan membuatnya melemah. Sakit sekali ya Gusti.
Cecil hanya bisa diam, menatap manik Devan. Apakah dia sanggup bertahan selama satu tahun? Sepertinya, dia tidak bisa. Baru sehari saja, rasanya sudah mau mati. Seperti di bunuh, tapi tidak mati.
"Perasaanmu padaku bukanlah cinta, Mas. Tapi kamu hanya gak ingin kalah. Kamu gak mau tersaingi. Makanya, kamu marah kalau ada yang berusaha mendekatiku. Kamu gak mau mereka merebutku darimu."
Devan mengangguk, membenarkan ucapan Cecil. Dia memang berengesek, egois, bahkan gak peduli dengan perasaan orang lain. "Maaf, karenaku, kamu jadi terluka. Kasih aku kesempatan. Aku akan belajar melupakan masa lalu yang masih tinggal."
Cecil menggeleng cepat. Dia cukup sadar diri. Menggapai Devan sama halnya melempar sebutir debu di atas langit. Sangat sulit. "Gak, Mas. Aku gak akan bisa membuatmu lupa akan masa lalu. Demi kewarasan hatiku, aku akan berusaha menghilangkan perasaanku sendiri untukmu. Aku gak mau egois. Aku gak akan maksa kamu buat ngertiin aku. Aku terima takdirku. Jika ini memang sudah jalanku, aku akan menjalaninya dengan sebaik mungkin. Aku cuman berharap, nantinya akan ada seseorang yang mampu memberiku bahagia. Mampu mencintaiku tanpa tapi. Meski orang itu, bukan kamu."
Tidak terasa, jarum jam terus berputar hingga malam benar-benar berada di penghujung.
Cecil tersenyum, mengusap lembut pipi Devan lalu mendaratkan ciuman di sana. "Selamat malam, Mas. Tidur yang nyenyak, mimpi indah. Sudah malam, jangan begadang. Aku tidur duluan." Setelahnya, barulah cecil memejamkan mata. Membiarkan hatinya menangis, meski matanya terpejam.
"Malam. Mimpi indah, istriku." Balas Devan dengan mencium kening Cecil. Hatinya benar-benar mencelos sekarang.
***
Keesokan harinya, Devan benar-benar menepati janji. Lelaki itu mengajak Cecil untuk berkunjung ke panti asuhan.
Sebelum ke panti asuhan, mereka mampir membeli mainan, sebagai hadiah untuk anak-anak panti.
"Mas, aku seneng deh, bisa ke panti lagi," ujar Cecil menggambarkan kebahagiaan yang terukir di wajahnya.
Devan yang masih fokus menyetir, hanya mengacak rambut Cecil sekilas.
Setelah melewati pertigaan, tiba-tiba jalanan menjadi macet.
"Macet banget, Mas," gumam Cecil sembari mendesah kecewa. Karena mereka pasti akan sampai sedikit terlambat.
"Kayaknya, ada kecelakaan, Cil."
Ya, benar saja. Ketika mobil di depan mulai bergerak, Cecil dan Devan bisa melihat mobil ambulance, yang terparkir di tepi jalan.
Devan pun segera mengikuti mobil di depannya untuk melaju.
Tapi setelah melihat mobil yang terlibat kecelakaan, Devan pun mematung. Detik berikutnya, dia langsung menepikan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)
Storie d'amore"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tida...