61. Pagelaran Lampion Berujung Petaka

4.4K 188 5
                                    

5 menit, 10 menit, bahkan hampir setengah jam, waktu Devan terbuang hanya ituk membujuk Dela. Tapi, perempuan itu sama sekali tak mau melepasnya.

Tidak banyak yang bisa Devan harapkan, lelaki itu hanya melirik Zaki, berharap jika temannya itu mau membantunya membujuk Dela dalam hal ini.

Seperti paham maksud Devan, Zaki malah dengan sengaja membiarkan gadis itu terus merengek. Bahkan, dia terkesan abai dan berniat meninggalkan mereka di ruangan ini.

"Aku pulang dulu. Urus saja wanitamu." Pamit Zaki, yang dibalas pelototan tajam milik Devan. Zaki bahkan hampir terkekeh dibuatnya.

"Have fun. Aku duluan." Zaki kemudian berlalu, tanpa mempedulikan tatapan garang dari bosnya.

Sementara Devan sendiri, masih terus membujuk Dela. "Del, aku mohon,  Jangan gini. Aku harus pulang sekarang."

Dela mencebikkan bibir sensualnya. Menatap matik hitam kecoklatan yang meneduhkan itu. "Masak baru datang udah mau pergi? Aku kan juga mau kamu perhatiin, Devan. Salah ya, kalau aku minta sedikit waktumu?"

Devan mengerang kesal. Ini bukan waktu yang tepat untuk Dela bermanja-manja. "Del, jangan kekanakan! Tolong ngertiin aku. Kurang perhatian apa aku sama kamu? Bahkan, dari kemarin aku lebih banyak menghabiskan waktu denganmu, daripada Cecilia."

Emosi dela bergejolak. Gadis itu membelot dengan sangat berani. "Oke, silakan! Silakan kamu temani istri bocilmu itu. Kamu tega biarin aku di sini sendirian? Kalau gitu, lebih baik aku pulang sekarang."

Sangat nekat. Gadis itu bahkan sudah mencabut infusnya paksa, dan tak mempedulikan darah yang terus keluar dari pembuluh darahnya.

"Dela! Apa-apaan, kamu!" Devan tak percaya dengan apa yang  Dela lakukan. Bagaimanapun, nalurinya tak tega meninggalkan gadis yang terlihat frustasi itu. Sisi kemanusiaannya terpanggil, meski dia tahu, jika kemungkinan besar, gadis itu hanya berakting.

Dengan sekali tarikan napas, Devan meraup oksigen banyak-banyak. Lelaki itu mengusap wajahnya gusar. Sangat sulit posisinya saat ini, meski dalam hatinya Devan berharap jika ancaman Cecil hanyalah sebuah gertakan.

"Oke! Aku gak pulang! Tapi dengan satu syarat, infusmu harus terpasang lagi." Ya, pada akhirnya, Devan pun memilih keputusan itu. Ini adalah sebagian bentuk dari strateginya untuk menarik kepercayaan Dela.

Dela akhirnya luluh. Perempuan itu mengangguk, sembari tersenyum manis. "Makasih, Devan."

Devan hanya menunjukkan ekspresi datarnya. Jujur saja, dia masih kepikiran dengan ancaman Cecil tadi.

Hampir satu jam. Cecil menunggu kedatangan Devan dengan cemas. Tapi sepertinya, dia harus menelan kecewa dalam-dalam karena nyatanya, pria itu lebih memilih menemani Dela daripada dirinya.

"Apa kamu benar-benar gak pulang, Mas?" gumam Cecil lirih. Kekecewaan jelas terpancar dari sorot matanya yang meredup.

'Ini pilihanmu! Jangan salahkan aku jika meniru kelicikanmu!' Cecil bergumam dalam hati. Tak lama, dia memanggil seseorang yang sangat dia harapkan bisa menghiburnya.

"Assalamualaikum, Cil. Ada apa?" Tanya seseorang di seberang telepon. Cecil tersenyum kala orang itu sangat grecep mengangkat panggilannya.

"Waalaikumussalam, Zak. Apa aku mengganggumu?"

Terdengar kekehan kecil milik Zaki. "Kamu menang selalu merepotkan, tapi aku suka itu. Bilang saja, apa yang kamu mau, Tuan Putri? Kebetulan, aku baru selesai mandi, setelah seharian menjaga Mak Lampir."

"Bisa ajak aku jalan-jalan? Aku bosan. Soal izin, aku akan memintanya pada Mama Utari. Aku tahu, Devan gak akan mengizinkan. Tapi, dia juga egois, gak mau pulang menemaniku."  Cecil menarik napas panjang. Suaranya terdengar berat.

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang