Deep Talk

4.6K 169 10
                                    

Cecil keluar dengan tampilan yang lebih segar. Tubuhnya terbalut dress putih tulang sepanjang lutut, bermotif bunga tulip dan rerumputan yang menjulang sebatas pinggang. dress tanpa lengan itu berpadu matching dengan kulitnya yang putih. Biasanya, Cecil memakai pakaian seperti ini ketika menjelang tidur. Tapi sepertinya, gadis itu akan memadunya dengan kardigan hitam pemberian almarhumah ibunya.

"Cari apa?" Tanya Devan ketika melihat gadis itu sibuk mengubek-ubek isi lemari. Tak kunjung ketemu, cecil pun frustasi.

"Cari kardiganku," jawab Cecil masih dengan mengubek isi lemari.

"Mau ke mana? Kok pakai kardigan?"

"Gak kemana-kemana.  Ya aku risih aja, pakai baju gini depan kamu. Makanya aku cari kardigan. Giliran dibutuhin, malah gak ketemu." Ingin menangis rasanya.

"Kalau risih ngapain di pakai? Kan masih ada baju lain. Sengaja ya, biar aku tergoda?" Tebak Devan, membuat Cecil memutar bola matanya.

"Aku kalau mau tidur biasa pakai gini. Lupa, kalau sekarang udah gak tidur sendiri lagi. Makanya, pindah ke kamarmu sendiri dong, Mas. Biar aku bisa nyaman."

"Udah sih. Anggap aja aku patung. Gak usah dibuat masalah, orang cuman hal sepele dibesar-besarin."

Cecil menarik selimut. Kemudian menutup tubuhnya sebatas leher. "Sepele buat kamu, tapi masalah buat aku. Kamu udah biasa lihat yang bening-bening, tapi aku gak biasa berpakaian seperti ini di depan laki-laki. Lagian, mana ada patung bisa ngaceng!"

Mendengar itu, Devan terkekeh, membenarkan ucapan Cecil. 'Iya juga. mana ada patung nafsuan.'

"Aku suamimu loh. Bahkan, aku berhak melihat sesuatu yang gak boleh dilihat orang lain." Devan ikut memasukkan tubuhnya ke dalam selimut. Merapatkan tubuhnya dan Cecil, sambil terus mendusel. Sepertinya, menempel pada perempuan cantik itu adalah hobinya sekarang.

Cecilia sedikit bergeser, membuat tangan Devan terulur untuk mencegah pergerakan gadis itu. "Ngapain jauh-jauh sih? Aku bukan virus! Nggak bakal bikin kamu alergi."

Melihat kekesalan Devan, Cecil terkekeh pelan. Memang sangat menyenangkan membuat lelaki itu marah. "Aku risih," jawabnya enteng.

"Apa katamu? Risih? Istri durjana!" Devan semakin mempererat pelukannya, membuatku cecil terus bergeser. Andai lengan kekar lelaki itu tidak menahan tubuhnya, pasti sekarang dia sudah berguling ke bawah.

"Mas, aku mau jatuh!" Pekik Cecil saat tubuhnya hampir merosot.

Dengan sigap, Devan mengguling tubuh Cecil hingga perempuan itu berada di atas tubuhnya. Cecil sendiri berusaha menahan tubuhnya dengan kedua tangan, agar tidak jatuh menimpa tubuh Devan.

Tanpa disadari, posisi intim mereka berhasil membangunkan sesuatu yang tidur di bawah sana.

"Cil, adikku bangun," Devan menunjuk arah bawah dengan dagu dan matanya.

Sontak, Cecil mengikuti arah pandangan Devan. Ya, di bawah sana memang ada yang bangun. Tapi bukan yang bernyawa.

Gegas, Cecil bangun dari atas tubuh Devan sebelum hal yang tidak diinginkan beneran terjadi.

"Mau ke mana? Tanggung jawab dulu!" Membayangkan itu, Cecil lari tunggang langgang. Lebih baik dia membantu Mbok Darmi menyiapkan makan malam daripada harus menuruti suaminya.

"Enggak! Aku mau bantu Mbok Darmi di dapur. Lagian, siapa suruh dia bangun." Teriak Cecil hampir meraih gagang pintu.

"Kamu yang bangunin adikku. Tanggung jawab kamu! Bikin tidur lagi!"

"Gak mau. Wlekkk." Setelah mengejek, Cecil menarik gagang pintu dan menutupnya kembali. Meninggalkan Devan sendirian.

Hampir sampai di dapur, Cecil teringat sesuatu. Dia memandangi tubuhnya yang hanya berbalut dress tanpa lengan. Sangat tidak sopan.

Terpaksa, mau tidak mau Cecil kembali ke kamar dengan berjalan mengendap-endap agar tidak ada yang melihatnya.

Sesampainya di depan kamar, gadis itu bergegas membuka pintu, berlari kecil seperti orang dikejar maling.

"Hah!" Cecil menarik napasnya yang sedikit ngos-ngosan.

"Kenapa balik?" Sindir Devan pada istrinya.

Cecil melirik sekilas, berjalan mengambil jaket yang tergantung di hanger. "Bajuku kurang bahan. Gak sopan kalau dilihat orang rumah."

Cecil segera memakai jaketnya, menutupi lengan mulusnya yang terekspos.

"Sudah tidur, macannya?" Sindir Cecil pada Devan membuat lelaki itu memutar bola matanya.

"Gak usah tanya-tanya. Percuma! Kamu juga gak mau tidurin." Mendengar penuturan itu, Cecil meringis. Dia jadi merasa bersalah. Lagian, ini salah Devan sendiri, kenapa hobi banget nempel-nempel padanya. Kalau tiba-tiba adiknya bangun, kan bukan sepenuhnya salah Cecil.

"Ya sudah, aku minta maaf. Sebagai permintaan maafku, aku temenin kamu di sini. aku tahu, kamu pasti malu keluar dengan kondisi tegang seperti itu." Cecil berjalan menghampiri Devan yang menutup sebagian tubuhnya dengan selimut.

Devan sendiri hanya bisa memutar bola matanya. Cecil memang tidak peka. Padahal, bukan itu yang dia inginkan sekarang.

"Jangan terlalu dekat, entar aku makin on." Mendengar itu, Cecil menggeser tubuhnya sedikit menjauh. Agar tidak memancing sesuatu yang memang sudah bangun.

"Biasanya juga kamu yang nempel-nempel. Lagian, jadi laki napsuan banget sih! Gitu aja udah tegang."

Cecil benar-benar ya! Ingin sekali menenggelamkan perempuan itu di ketiaknya. "Itu tandanya aku pria normal. Memang kamu mau punya suami impoten?"

Cecil menggaruk kepalanya yang tak gatal, lebih memilih tidak meladeni Devan, daripada suaminya semakin menjadi. "Tau ah! Terserah kamu deh. Aku mau tidur."

Putus Cecil akhirnya. Perempuan itu memberi punggungnya pada Devan, lalu terdiam memperhatikan kamarnya.

"Cil." Peluk Devan dari belakang. Lelaki itu menenggelamkan wajahnya di tengkuk Cecil. Deru napas Devan yang hangat, membuat gadis itu meremang.

"Apa?" Cecil berusaha menjaga kewarasannya. Devan benar-benar meresahkan.

"Deep talk yuk! Jangan dingin-dingin dong. Perasaan, sikap kamu ke orang lain sangat hangat. Kalau sama aku, kayak kulkas dua pintu." Devan mempererat pelukannya. Menindih kaki cecil, dengan kaki panjangnya.

"Mau bahas apa memangnya?" Cecil mulai melembut. Perlahan, mengubah sikapnya pada Devan.

Devan berpikir sejenak. Mencari obrolan yang pas buat diperbincangkan. "Mama sama Papa  menginginkan cucu darimu. Aku gak mungkin menolaknya. Jadi, perjanjian itu --"

"Ya, poin terakhir tidak berlaku. Aku pasti akan memberimu anak, tapi gak sekarang. Aku belum siap."

Mata Devan berbinar. Ada secercah harapan untuk mendapat pewaris dari Cecilia. "Ya, aku akan tunggu."

Cecil membalik badannya menghadap Devan. Perempuan itu berani menatap suaminya sekarang. "Ingat! Jangan sentuh aku, tanpa seizinku! Dan setelah aku memberikan apa yang kalian inginkan, kontrak itu tetap berlaku. Tetap gugat cerai aku sesuai kesepakatan."

Devan menarik napasnya. Sorot matanya mendadak berubah nanar. "Maaf. Aku gak bisa janji untuk hal itu. Aku tahu, kamu melakukan ini hanya untuk membuat Mama dan Papa gak kecewa. Tapi jika suatu hari nanti, aku menjatuhkan hati sepenuhnya padamu, itu di luar kuasaku. Dan aku pastikan, kamu akan terus berada di sampingku, membesarkan anak-anak yang lucu."

Cecil menggeleng cepat. "Itu semua sangat mustahil, Mas. Karena di hatimu masih ada perempuan itu. Ya, benar katamu. Aku cuman gak ingin Mama sama Papa kecewa. Mereka sudah sangat baik padaku. Terlepas, sikapmu yang selalu berengsek, aku gak peduli sama itu. Aku juga gak mau berharap padamu. Kalau kamu mau kembali ke pelukan Mbak Dela, kembalilah! Tapi aku mohon, setidaknya jaga sikapmu selama aku masih jadi istrimu."

Untuk pertama kalinya, pembahasan mereka sama-sama serius. Tidak ada yang namanya saling egois di sini. Inilah yang namanya deep talk.






Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang