18. Seperti Tawanan

10.1K 391 3
                                    

Sudah satu jam Cecil meninggalkan kamar itu, tapi Devan tak kunjung keluar.

Bosan menunggu di luar, Cecil pun menggerutu karena Devan masih ada di sana. Ia hanya bisa mengintip keberadaan lelaki itu dari pintu yang sedikit membuka.

"Duh, kenapa gak keluar-keluar sih? Sengaja banget tuh orang!"

Di sela gerutuan Cecil. Tiba-tiba Cecil merasakan ada sesuatu yang hinggap di kakinya. Saat berusaha memastikan, ternyata ada serangga kecil bernama kecoa bergerak lincah. Cecil berlari ketakutan hingga tak sadar gadis itu masuk ke dalam kamar dan menabrak tubuh Devan yang sedang berbaring di atas ranjang. Gadis itu tejengkang di atas tubuh Devan yang kekar.

Devan sendiri tampak terkejut. "Kamu ngapain lari-larian? Kalau mau dipeluk bilang saja, gak usah modus."

Tari bergegas bangun. Ia tidak ingin membuat Devan GR. Laki-laki itu terlihat sangat percayalah diri membuat Cecil ingin muntah dibuatnya.

"Pede banget jadi orang? Tadi ada kecoa di kakiku. Aku takut, mangkanya lari."

Devan tampak meremehkan, lelaki itu bangun setelah Cecil bangkit dari tubuhnya. "Makanya rajin mandi. Kecoak aja sampai suka, apalagi tikus. Hati-hati."

Cecil bergidik ngeri membayangkan apa yang Devan katakan beneran tejadi. "Enak saja, wangi gini dibilang jarang mandi."

Cecil mencium bau ketiaknya yang beraroma vanila. Ia mendengkus kesal dituding seperti itu.

"Mana ada wangi? Gak percaya!" Devan semakin menjadi. Lelaki itu memang sengaja membuat Cecil kesal.

"Cium saja kalau gak percaya!" Cecil menyodorkan ketiaknya pada Devan. Nada bicaranya seolah menantang lelaki itu, membuat Devan merasa tertarik.

Devan yang jahil pun mendekatkan hidungnya. Cecil pikir, lelaki itu hanya bercanda, tidak tahunya malah serius menanggapi ucapan Cecilia.

Dengan ragu-ragu, Cecil pun menonjok wajah Devan yang tampan itu. "Hiyak!"

Ucap Cecil menirukan gaya kungfu orang luar.

Devan meringis kesakitan. "Adoh! Kok malah di tonjok? Tadi aja nantangin!"

Cecil menatap Devan tajam. Di matanya, lelaki itu seperti singa yang siap menerkam mangsanya kapan saja. Ia bangkit berdiri. "Aku pikir kamu bercanda. Eh, malah beneran dilakuin. Dasar omesh! Bikin orang ilfeel saja. Udah, pergi sana! Aku mau istirahat. Lagian, dari tadi gak keluar-keluar!" ucapnya berkacak pinggang.

Devan mengernyit bingung. Matanya menatap tak percaya pada Cecil yang terlihat pongah. Lelaki itu ikut berdiri."Kamu ngusir aku dari rumah sendiri? Gak salah? Kalau mau, aku bisa saja mengusir kamu dari sini."

Cecilia puh tersenyum sinis, matanya memandang Devan cukup puas. Kata-kata seperti ini yang dia tunggu sedari tadi. "Ini yang aku tunggu. Kenapa gak bilang dari tadi? Bahkan aku bisa pergi dari sini sekarang juga, tanpa kamu usir."

Devan menyesali ucapannya. Semakin dibebaskan, perempuan itu akan semakin berani.

Tak perlu menunggu waktu lama, Cecil pun melewati Devan begitu saja. Ia berlalu dari hadapan lelaki itu tanpa sepatah kata pun.

Cecil bersiap mengambil kopernya, lalu membawanya menuju pintu.

Baru dua kali Cecil melangkah, Devan terpaksa mengeluarkan ancamannya. Jika tidak di ancam, perempuan itu tidak akan mempan.
"Sekali saja kamu angkat kaki dari rumah ini, maka kupastikan benar-benar menghamilimu!" ucap Devan lantang.

Cecil tertawa meremehkan. Perempuan itu sudah tidak percaya lagi dengan ancaman Devan yang hanya bersifat gertakan. Lelaki itu tidak akan berani macam-macam padanya.

"Ancamanmu basi, Mas. Beranimu cuman menggertak! Kamu pikir aku percaya? Tentu saja tidak! Keputusan aku sudah bulat. Aku akan pergi dari rumah ini. Soal biaya operasi ibu, kamu tenang saja, aku akan membayarnya. Aku tidak akan menyicil, aku akan jual apartemen dan tinggal di tempat yang cukup untuk aku tinggali. Aku gak butuh rumah mewah, kalau aku tidak nyaman di dalamnya."

Devan yang geram pun mengunci pintu kamar. Mencabutnya paksa lalu meletakkan kuncinya di saku celana.

"Baik. Kamu perlu bukti kan? Aku tidak main-main dengan ucapanku. Silakan kamu pergi dari sini, kalau kamu bisa."

Devan semakin berjalan mendekati Cecila. Sepertinya, ucapan lelaki itu tidak main-main. Tubuh Cecil gemetaran kala lelaki itu menghempaskan tubuhnya kasar di atas ranjang. Matanya nyaris mengeluarkan air mata saking takutnya.

"K--kamu mau ngapain?" ucap Cecil terbata.

Devan melayangkan pandangan tajam pada Cecil. Matanya menyorot pada dua daging yang menonjol di bawah dada perempuan itu.

"Kenapa? Kamu tadi perlu bukti kan?"

Mata Cecil memanas. Air matanya hampir meluruh melihat Devan yang kesetanan.

"Aku mohon, jangan lakuin ini Devan." Bahkan Cecil lupa menyebut Devan dengan nama tanpa embel-embel apa pun. Saking takutnya, keringat dingin membasahi peluhnya.

"Kenapa takut? Kamu kan yang mulai? Siapa yang nantangin aku tadi? Apa kamu sengaja mancing aku buat disentuh?"

Cecil yang tidak terima dituding seperti itu, tanpa rasa takut, tangannya terangkat menampar wajah Devan. "Jaga bicaramu! Kamu pikir, aku perempuan apaan? Bahkan almarhum ibuku berusaha keras menjaga kehormatanku. Lalu dengan mudah kamu menudingku seperti itu? Jangan mentang-mentang kamu orang kaya, kamu bisa menghina orang semaumu. Aku tidak butuh hartamu, Devano Nicolas! Bahkan aku bisa mengandalkan keringatku untuk mencari uang. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir aku sama dengan wanita-wanita panggilanmu!"

Cecil mendorong tubuh Devan membuat jarak di antara mereka semakin menjauh. Air mata Cecil meluruh begitu saja. Cecil bisa terima kalau dirinya dibilang jelek, miskin dan bau. Tapi jangan sekalipun ada yang menghina kehormatannya. Karena semut yang kecil sekalipun, kalau diusik dia bisa menggigit.

Devan terdiam tak mampu berkata-kata. Dirinya cukup salut dengan keberanian Cecil dalam menegakkan prinsipnya.

Suara tepuk tangan dari lelaki itu tendengar cukup menggema, Cecil mengernyit bingung lantaran tidak mengerti dengan maksud Devan. "Nice, nice. Aku suka dengan perempuan yang berpendirian kuat seperti kamu. Kamu tidak mudah menyerah dan tidak mudah terkalahkan."

Devan mengusap puncak kepala cecil dengan lembut. "Tetaplah jadi penurut, maka aku gak akan nyakitin kamu. Sekali kamu membangkang, jangan salakan aku jika aku bisa berbuat lebih dari ini. Sikapku tergantung kamu, Cecilia."

Cecil menatap Devan sinis. Ia tidak paham lagi sebenarnya dengan apa yang Devan inginkan.

"Bunuh aku sekarang, Devan. Bunuh saja aku jika itu mampu membuatmu melepaskan diriku. Aku ingin sebuah ketenangan. Aku mau kedamaian. Dari pada kamu seperti ini, sama saja kamu membunuhku secara perlahan. Kenapa gak sekalian saja?"

Cecil merasa frustasi dengan semua ini. Ya, mungkin tertidur dengan damai adalah salah satu cara agar dirinya bisa bebas dari lelaki licik itu.

Sungguh, kali ini Cecil menyerah. Ia sudah tidak tahu lagi caranya keluar dari kandang singa.

Mengapa dirinya dulu bisa sampai mengenal seorang Devan yang ternyata bukan tandingannya.

Devan menyeringai licik. "Tidak semudah itu Cecilia. Sekeras apa pun kamu berusaha, Devano Nicolas tidak akan melepasmu begitu saja!"

Istri Bayaran Untuk Bos Galak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang