Mimpi (6)

23.4K 1.4K 56
                                    

hai, sorry ya lama baru update, aku agak mumet dan bingung tiap mau nulis, jadinya nyicil dikit-dikit tiap harinya wkwk. Ini aku bikin lumayan panjang yoooo, soooooo enjoy dan jangan lupa vote mwehehe.

.

.

.

.

Giana disambut dengan sangat baik oleh ayahnya juga ibu dan saudara tirinya. Dengan ini, ia seperti bisa membuka mata dan menata hatinya kembali. Bahwasannya, orang yang selama ini dibencinya tidak seburuk apa yang ia pikirkan. Dirinya bahkan kerap berkaca-kaca melihat bagaimana tekunnya Melisa, sang ibu tiri mengurusnya selama masa pemulihannya.

Ada juga Nanda, saudara tirinya yang tidak berhenti merecokinya dengan berbagai lelucon dan rasa ingin tahunya yang besar. Giana menyesal, melewatkan semua ini dengan kebenciannya yang tak terbendung kala itu.

"kak Gi... ke kampusnya aku antar yah" Nanda yang baru turun dari atas langsung menyerbu Giana yang sedang membantu Melisa menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.

"Nanda, kamu ini baru juga nongol langsung ngerecokin kakakmu" Melisa menegur kebiasaan sang bungsu yang langsung menempeli Giana.

"yah kak, Nanda anter" pinta Nanda tanpa menghiraukan perkataan ibunya.

"memangnya kamu udah punya SIM? Sok-sokan mau nganter" balas Giana setengah mengejek, membuat remaja itu mendelik tak suka.

"jaman sekrang SIM itu cuma formalitas kali kak, selama ini aku naik motor kemana-mana juga aman-aman aja kok. Aku juga jago nyari jalan yang gak ada razianya" balas Nanda bangga dengan memainkan alisnya.

"gak, itu emang kamu lagi hoki aja, lagian kamu sekolah kok mau nganterin aku segala, mana lumayan jaraknya"

"aku bisa ngebut"

"dih, ogah" tolak Giana lagi.

Hari ini memang hari pertama ia akan kembali melanjutkan kuliahnya yang sudah lama tertunda. Setelah sepenuhnya pulih dan mencari tahu berbagai info mengenai kelanjutan studinya, akhirnya Giana memutuskan untuk melanjutkannya saat ini juga.

"kalo gitu aku jemput pulang" Nanda beralih dengan tawarannya yang lain.

"gak!!!" tolak Giana mentah membuat wajah sang adik makin cemberut.

"lagian Nanda kamu tuh sekolah, ada tugas, jangan gangguin kakakmu terus" Melisa kembali membuka suara setelah dari tadi hanya mendengarkan dua orang tersebut berdebat.

"apa sih mama, orang Nanda cuma mau antar-jemput"

"gue bisa bawa motor sendiri keles" ujar Giana.

"gak boleh!" sang ayah yang baru saja bergabung dengan mereka kemudian bersuara.

Giana baru saja pulih, tentu saja ia tidak akan membiarkan anak gadisnya itu untuk kembali membawa kendaraan sendiri untuk sementara waktu atau bahkan dalam jangka waktu tertentu.

"Pa-"

"gak!, papa yang akan antar jemput kamu" putus sang ayah tidak ingin dibantah.

"aku juga ya pa, aku bantuin antar jemput kak Gi" Nanda kembali berkata dengan semangat.

"kalo papa gak bisa" ujar Hendra membuat bocah itu kegirangan.

Nanda sangat menyukai Giana bahkan sedari pertama kali melihat gadis itu. Namun sikap benci yang gadis itu tunjukan padanya juga sang ibu membuat Nanda kerap kali tidak berani mendekati sang kakak.

Dan kini saat Giana sudah insyaf, bahkan tinggal serumah dengan mereka, Nanda tidak lagi menahan dirinya. Setiap saat ia selalu merecoki Giana, ia bahkan hampir melupakan teman-teman bermainnya karena terus menempeli sang kakak.

My Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang