.
.
.
.
.
Danu meninju mejanya dengan cukup keras, rasa sakit akibat perbuatannya itu seolah tak terasa sama sekali, perasaan gundah saat ini justru jauh lebih mendominasinya.
Danu tidak tahu apa yang membuatnya bisa semengganggu ini, semuanya terasa tak benar. Pada akhirnya hanya kesuraman yang membayanginya sepanjang hari itu.
Dan sekarang tambah satu hal lagi yang akan membuatnya semakin kelimpungan, Danu sudah membuat gadis itu menangis.
Pria itu melihat dengan jelas bagaimana mata Arini berkaca-kaca saat ia memarahinya tadi. Bukannya puas, pria itu justru merasa semakin marah.
"Aghhh" geram pria itu sekali lagi meninju mejanya hingga tangannya semakin memerah.
Sementara itu, disisi lain Arini tengah menatap pantulan dirinya dihadapan cermin besar. Sekitar mata gadis itu masih menyisakkan jejak basah dan juga sedikit memerah. Yang jelas saat ini Arini merasa dirinya terlihat mengerikan.
Sekarang gadis itu sedang berada dikamar mandi dan baru saja selesai menumpahkan tangisnya.
Arini tidak bisa menahan perasaannya kala ucapan menyakitkan itu keluar dari mulut Danu. Padahal ia sudah mewanti-wanti dirinya untuk tidak terlalu mengambil hati, apalagi ini masih dalam lingkup pekerjaan. Wajar jika Danu memarahinya ketika ia melakukan kesalahan.
Arini kembali mengusapi wajahnya sembari mengumpulkan tekad. Ia tidak boleh berlarut-larut dan harus kembali bangkit untuk melanjutkan pekerjaan jika tidak ingin mendapatkan part dua dari kemarahan Danu.
Setelah memperbaiki penampilannya, Arini lalu kembali ke ruangannya dan disambut tatapan prihatin oleh yang lainnya.
"Arini" Lia mengampirinya kemudian memberikan pelukan.
"lo gak papa kan Rin? si boss lagi mode senggol bacok gitu emang nyebelin banget" omel gadis itu berusaha menenangkannya.
"gue juga minta maaf ya Rin, pas periksa punya lo emang cuma baca sekilas" sahut Niken turut merasa bersalah.
"justru aku yang minta maaf, mbak" balas gadis itu sembari tersenyum tipis.
"ini baru buat aku. Jadi... yah lumayan kaget dan kena mental" ringisnya.
Padahal Arini sendiri sadar semua ini karena "Danu". Jika saja bukan Danu yang mengatakan hal seperti tadi, Arini tidak akan mungkin sampai menangis.
"jangankan elo yang baru Rin, gue yang udah biasa ama dia juga kesel, mau gue tonjok anjir muka nyebelinnya" ujar Aldo berapi-api dan disambut sorakan mengejek dari yang lain.
"kayak berani aja!" sahut Dion mengejek.
"badan lo aja kalah jauh mas ama si bapak" Niken ikut berkomentar.
"lah, jangan salah. Kalian belum liat aja piala silat gue"
Mendengar bualan pria itu, semua serempak kembali menyoraki heboh. Namun sorakan itu seketika terhenti ketika pintu ruangan Danu terbuka. Lia bahkan reflek menutup mulutnya dengan tangan.
Arini yakin semua yang ada disitu menahan napas mereka saat Danu muncul dengan tampangnya yang tampan tapi luar biasa menyebalkan. Ketika Danu seperti menatap kearahnya, Arini reflek menundukkan pandangannya dengan sangat cepat.
Setelah pria itu pergi, barulah semuanya menghembuskan napas dengan keras.
"serem yah" gumam Arafah sembari bergidik.
![](https://img.wattpad.com/cover/323691913-288-k121109.jpg)