part 51 RUMIT

204 36 41
                                    

HALLO!
JANGAN LUPA VOTE CERITANYA YAA!
HAPPY READING!

"Ayah berangkat kerja dulu ya!" Ziyech mengusap-usap perut ku dan menciumnya.

Aku mencium tangannya lalu melambaikan tangan sambil tersenyum.

Bayi dalam kandungan ini sebentar lagi akan keluar. Setelah hari demi hari aku membawanya kemanapun kaki ini ku langkahkan. Sampai saat ini aku masih bersyukur karena bisa menjaganya. Kami benar-benar belajar pada sebuah kesalahan. Karena aku tidak ingin kehilangan calon anakku yang ke dua kalinya.

"Enak ya jadi non Alisa. Punya suami ganteng, kaya, sayang lagi." Ujar bi Inah yang sedang menyiram tanaman.

"Alhamdulillah. Nanti bi Inah juga segera nyusul." Ucapku tersenyum.

"Aamiin. Semoga aja ada duplikatnya."

Aku sedikit tertawa mendengarnya. "Ya udah, foto copy sana."

"Yang foto copy nya saya kasih ke non Alisa, yang asli saya bawa. Gimana?"

"Eits! Bisa aja bi Inah nih." Aku sembari melihat-lihat tanaman yang ada di depan rumahku itu.

"Punya suami ganteng enak kali ya? Bangun tidur mata juga langsung seger."

"Jelas dong, bi."

"Jadi pengen nikah sama mas ganteng."

"Mas gantengnya lagi patah hati."

"Wah! Kesempatan dong."

"Lagi jutek."

"Yah! Gak jadi deh."

"Hahaha!!! Ya udah, saya masuk dulu ya, bi."

"Iya, non."

Aku berjalan masuk ke dalam rumah. Di dapur terlihat Ummi yang sedang memasak. Aku menghampirinya.

"Ummi masak apa?" Aku mendekatinya.

"Biasa."

"Boleh Alisa bantuin?"

"Udah, kamu duduk aja. Masak cuma sedikit, kok."

"Gak papa, mi. Alisa mau bantuin. Alisa bosan gak ada kerjaan."

"Ya udah, kamu iris bawangnya. Hati-hati hati takut kena tangan."

"Iya, mi."

Kapan lagi coba di kasih mertua sebaik ini? Dapat anaknya yang baik dan penyayang aja udah bersyukur banget. Ini sekaligus dengan mertuanya yang juga gak kalah baik. MaasyaaAllah.

Aku membantunya memasak pada pagi itu. Karena aku sudah mengambil cuti dari rumah sakit tempat ku bekerja. Menunggunya pulang akan menjadi kebiasaan yang selalu ku lakukan mulai sekarang.

♠♠♠

Di dalam ruangannya, Aisyah hanya menatap makanannya. Setelah kehilangan orang terdekatnya, Aisyah juga kehilangan sahabatnya. Sahabat yang biasa menemani makan siangnya kini tidak lagi muncul dalam pandangannya.

Masalah itu masih menjadi penyebab dirinya terdiam. Aisyah terus berusaha untuk melupakannya dan memulai kembali kehidupannya. Namun tetap saja itu sangat sulit baginya. Sesekali kenangan dan namanya terlintas di benaknya.

ZiyechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang