5. Ingin Jadi Bintang?

18.7K 1.3K 20
                                    

Akila bersembunyi di balik tembok yang tak jauh dari kelasnya saat bel pulang berbunyi. Matanya menyipit mengamati Bu Isma yang baru saja keluar dari kelas sambil menenteng tas jinjing, menuju kantor guru yang ada beberapa meter jaraknya dari tempat itu.

"Yes. Akhirnya Akila bisa ke kelas." Akila mengusap dada sambil tersenyum penuh siasat. Berselang detik, dia berlari kencang menuju kelasnya. Tanpa memperdulikan seragam dan rambutnya yang berantakan.

Di dalam kelas, Zania tentu telah memungut semua perlengkapan belajar Akila yang berada dalam laci termasuk botol air milik gadis itu yang berwarna pink. Setelah semuanya ia masukkan ke dalam ransel Akila, ia melangkah menuju pintu.

"Huaaa," teriak Zania saat Akila mengejutkannya. Nyaris ia terjungkal ke belakang ulah gadis itu yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya, seperti hantu.

Akila tergelak lalu menepak pelan lengan Zania yang mengusap dada berkali-kali saking terkejutnya.

"Lo mau bikin gue jantungan?" delik Zania sambil memberikan ransel Akila ke tangan gadis itu.

"Enggak dong, Zania Sayang."

Akila dan Zania beranjak dari kelas. Keduanya berlari-lari kecil menghindari keramaian menuju parkiran yang saat ini dipenuhi lautan murid berseragam putih abu. Tentunya siswa siswi SMA Rajawali yang ingin mengambil kendaraan masing-masing.

"Aku nunggu di sini ya, Zan." Seperti biasa, Akila memilih menunggu di bawah pohon saat Zania berjalan santai menuju mobil yang ada di ujung parkiran. Tempat yang aman dari terik mentari.

Sembari menunggu, Akila mengedarkan pandangan. Pertama kali yang ia lihat keluar dari lobi adalah Alfan dan Bayu. Akila menyunggingkan senyum, tak sabar menunggu pangerannya di tempat itu.

"Kak Langit mana, sih?" Akila beranjak menuju Alfan dan Bayu yang terlihat tengah memperbincangkan sesuatu. Alfan menyandang gitar di punggungnya.

Obrolan Alfan dan Bayu seketika terhenti saat Akila melambaikan tangan padanya dengan raut malu-malu. Alfan memilih mendekat. Ia teringat perkataannya saat di belakang sekolah pada gadis itu. Sementara Bayu menunggu sesekali mengamati Akila.

"Lo nunggu Langit?" tanyanya langsung.

Akila mengangguk. "Iya, Kak Alfan."

"Langit masih ada di ruang musik. Mungkin bentar lagi nyampe sini," jawab Alfan membuat Akila manggut-manggut mengerti.

"Gue duluan."

Karena tak ada yang perlu diperbincangkan lagi dengan Akila, Alfan memilih beranjak menuju mobilnya diikuti oleh Bayu.

"Tumben Kak Langit lama keluar dari ruang musik," gumam Akila dengan kepala celingukan kanan kiri.

Saat menunggu kehadiran Langit. Akila dikejutkan oleh kehadiran Pak Nodi. Guru itu menepuk pundak Akila membuat Akila menampilkan wajah melas sambil terkekeh masam. Ia seperti maling yang kepergok oleh warga sekampung.

"Eh, ada Pak Nodi." Akila berusaha tenang.

"Eh, ada Akila. Tadi kabur ke mana?" Pak Nodi membawa Akila duduk ke bangku yang ada di dekat lobi. Akila menurut saja. Tak bisa kabur yang untuk kedua kalinya.

"Akila enggak kabur kok Pak. Tadi itu Akila lagi kebelet. Makanya lari kenceng," bohong Akila yang membuat Pak Nodi manggut-manggut.

"Mau surat panggilan yang pertama, nggak?" tanya Pak Nodi sembari menampilkan raut sangat ramah.

Akila menggeleng kencang. "Enggak, Pak. Akila janji enggak ribut lagi sama Kesha. Habisnya dia yang salah, Pak. Akila udah ngomong baik-baik tapi malah di dorong ke lantai," ujar Akila membela diri.

I'm Not A Narsis Baby (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang