Hari terus berganti. Banyak yang berubah, namun tidak dengan perasaan Langit yang kian besar pada gadis maniac strawberry — Rubiana Akila, meski keduanya saling berjauhan.
Langit tak peduli dengan jarak. Ia selalu menanyakan kabar dan keseharian Akila di sana, begitu juga sebaliknya.
"Like the days before, i still miss you!"
Ternyata ... jarak tak begitu buruk setelah bisa dilewati dan dijalani. Anggap saja, kamu sedang menabung rindu. Kelak saat sudah bertemu dengannya, kamu bisa menumpahkannya ke dalam sebuah dekapan hangat yang membahagiakan.
Someone said, don't hate the distance but just enjoy the longing. There must be a meeting after separation.
Saat ini, Langit tengah mengerjakan tugas Biologi ditemani oleh Akila. Ya, melalui video call. Begitulah keseharian Langit agar gadis itu terasa berada di sampingnya setiap saat.
"Malem ini Kak Langit mau ngumpul bareng temen?" Di seberang sana, Akila menopang dagu sembari mengamati Langit yang sedang menulis.
Langit mengangkat wajah lalu mengetuk dahinya dengan pulpen, tatapannya tertuju pada Akila. "Kayaknya enggak, deh. Kenapa nanya gitu, Bayik?" tanyanya.
Akila menggeleng sambil tertawa kecil. "Gapapa, Akila cuma nanya doang. Biasanya Kak Langit ngumpul sama temen-temen," jawabnya.
Langit menaruh pulpen ke meja lalu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal. "Hari ini mau full time bareng Bayik ... males keluar," jawabnya.
"Nanti Kak Alfan ngambek kalo Kak Langit nggak ngumpul," ujar Akila sambil tertawa kecil.
"Alfan nggak punya banyak waktu kayak dulu. Dia ngurusin Claudia termasuk kerja," jawab Langit membuat raut Akila berubah detik itu juga.
"Ngurusin Kak Claudia? Maksudnya?"
Ah, Langit menepuk jidat. Ia bahkan belum menceritakannya pada Akila, tentang Alfan yang merawat Claudia. Ia benar-benar lupa. Sekarang Bayi Narsis-nya terdiam dengan raut penuh kebingungan, menunggu jawaban darinya.
"Panjang cerita Bayik. Tapi satu hal yang pasti, Alfan ngejaga Claudia. Di hari gue berangkat ke Belanda, Claudia kecelakaan. Claudia jadi gabisa jalan, makanya dirawat Alfan." Langit menjelaskan, seperti yang dikatakan Alfan padanya.
"Ya ampun." Raut Akila berubah sedih. "Kasian Kak Claudia. Semoga Kak Claudia cepat sembuh," ujarnya tulus.
Langit mengamini. "Sejauh ini, sepertinya dia mulai ada perkembangan karena Alfan sering ngajakin ke rumah sakit untuk periksa," tambahnya.
Akila mengulas senyum. Ia kagum sekaligus terharu dengan kebaikan Alfan. Laki-laki itu juga banyak membantunya, meyakinkannya hingga ia berhasil menggapai hati Langit seperti ini. Jika tak ada Alfan, mungkin Akila sudah menyerah karena Langit begitu beku saat itu, ditambah hadirnya masa lalu Langit.
"Kak Alfan sangat baik."
Langit mengiyakan. "Awalnya gue kaget kenapa dia ada di rumah Alfan, taunya begitu ceritanya."
Akila menatap Langit lama.
"Kak Langit baik-baik aja saat ketemu Kak Claudia di rumah Kak Alfan? Dan ... Kak Langit masih benci Kak Claudia?"
Langit balas menatap Akila lalu tersenyum tipis.
"Gue baik-baik aja, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Semuanya sudah berlalu dan tertinggal jauh di belakang." Langit berkata sambil menopang dagu.
"Gue nggak benci Claudia lagi. Di hari dia pergi ... gue gatau jika dia pergi karena keinginan kedua orang tuanya. Kita dipaksa untuk putus. Hal yang buat gue benci saat itu, Claudia bilang dia udah ada yang lain ... dia nggak butuh gue lagi. Ditambah orang tuanya ngehina Papa. Ternyata ... Claudia ngelakuin itu karena mereka berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...