What if What if we rewrite the stars?
Say you were made to be mine
Nothing could keep us apart
You'll be the one I was meant to find
Lagu dengan judul Rewrite the Stars mengisi ruang kamar dengan nuansa merah muda. Seorang gadis duduk dihadapan cermin berbentuk hati sambil mengepang rambutnya. Tubuhnya yang mungil dilapisi oleh seragam sekolah.
Masa skorsing telah berakhir. Semenjak Akila keluar dari rumah sakit, Mario dan Zania selalu menghabiskan waktu bersamanya. Entah itu mengajaknya bermain di taman, berkeliling mal, atau mampir ke kebun strawberry.
"Akila mau berangkat bareng Papi?"
"Enggak, Papi. Akila dianter Kak Mario."
"Ya sudah, Papi berangkat duluan, ya."
"Iya, Papi. Hati-hati di jalan," jawabnya.
"Iya, Sayang. Akila juga, ya."
Hubungannya dengan Aditama dan Denada kembali membaik. Akila meminta maaf pada keduanya, begitu juga sebaliknya. Tak seharusnya ia mengurung diri di kamar sampai membuat orang terdekatnya khawatir.
Setelah selesai mengepang rambut dan memberi jepitan buah strawberry, Akila bergegas meraih ranselnya yang baru. Kemarin semuanya dibelikan serba baru oleh maminya termasuk sepatu yang ia kenakan saat ini.
"Akila, sudah siap, Sayang?" Denada mengetuk pintu kamar yang sedikit terbuka kemudian celingukan melihat putri kesayangannya.
"Sudah, Mami." Akila berdiri di ambang pintu.
"Ayo kita turun. Mario sudah datang," katanya lalu menggandeng lengan Akila menuruni anak tangga.
"Mami nanti ke toko?" tanya Akila.
"Iya, sekitar jam sembilan."
"Pagi, Kak Mario!" Akila melambaikan tangan saat anak laki-laki itu sudah duduk anteng di sofa sambil makan roti selai.
"Pagi, Adek," sapa Mario. "Kak Mario sarapan dulu, ya, laper," katanya sambil mengangkat roti yang dia makan.
Akila berjalan mendekat dan duduk di samping Mario. "Iya, Akila tungguin. Lagi pula, bel masuk bunyi masih lama."
Mario manggut-manggut lalu membagi roti yang ada di tangannya kemudian menyuapi Akila. "Biasain kalo berangkat itu sarapan, Dek, meski bawa bekal," katanya.
"Akila lagi nggak mood sarapan. Nanti kalo udah nyampe kelas, Akila pasti makan kok," jawabnya lalu menelan roti yang disuapi Mario.
"Minum susu dulu." Mario menyodorkan segelas susu yang ada dihadapannya pada sepupunya itu.
"Makasih, Kak Mario."
Denada mengamati interaksi kedua anak itu dengan senyum mengembang. Semenjak kecil, Mario memang akrab dengan putrinya. Apa pun keinginan Akila pasti dituruti.
"Udah?" tanya Mario.
Akila menyeka bibirnya. "Udah."
Keduanya bergegas berdiri lalu berjalan mendekat pada Denada yang duduk tak jauh dari mereka.
"Mida, Mario nganter Akila dulu."
"Mami, Akila berangkat, ya," pamit Akila sambil mencium punggung tangan Denada.
"Iya, Sayang. Akila yang rajin sekolah, rajin bikin tugas. Dan satu lagi. Mami nggak mau Akila terlibat dalam masalah apa pun lagi. Ngerti, Sayang?" katanya sambil mencium kedua pipi putrinya penuh kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...