Hula, Bebs! 💖 Maaf ya aku lama nggak update dan bikin kalian menunggu.
Seperti yang aku bilang, akhir-akhir ini kesehatanku sedikit bermasalah dan sekarang sudah mulai membaik. Kalian bagaimana? Sehat semua kan? Aku doakan kalian selalu sehat ya sayangku semuanya.
Oh iya, menurut kalian bagaimana dengan cerita I'm Not A Narsis Baby ini? Apakah seru atau justru membosankan? Ada beberapa kesalahan, typo dan segala macam ku lihat, itu aku akan perbaiki.
Dan, aku mau tanya. Semisal cerita Bayi Narsis ini ku novelkan, apakah kalian senang dan bersedia memeluknya? Peluk Akila, peluk Zania, peluk Langit, peluk Alfan peluk Bayu dan peluk semuanya?😁
Sudah sudah ... aku malah curhat wkwk!
Kalian pasti udah kangen banget sama kebawelan Bayi Narsis yang bikin Langit naik darah, bukan? Hihi!
Ga buang waktu, happy reading semuanya!
***
Hujan dimatanya tak kunjung reda dari setengah jam yang lalu. Telapak tangannya yang dingin masih setia ia genggam, menandakan dirinya benar-benar cemas dan takut saat ini.Dua anak laki-laki duduk di pinggir brankar yang kosong, tak jauh dari dirinya berada. Sorot mata keduanya terus memantau dan penuh harap, agar sang sahabat yang terbaring di brankar seberang segera siuman.
"Kira-kira, tadi Om Daniel sama dokter ngomongin apa, ya? Kok kita nggak dikasih tau? Kita kan juga berhak tau karena kita temennya."
Alfan menoleh menatap Bayu sekilas. "Cuma dari pihak keluarga yang dikasih tau. Semisal lo mau tau, kita bisa tanyakan sama Om Daniel."
Alfan kembali menatap lurus ke arah Akila dan Langit. Tatapan matanya sesekali mengamati tangan Akila yang sedari tadi menggenggam tangan Langit, tak di lepas meski Daniel datang ke ruangan.
Bunyi derit pintu terbuka membuat ketiganya menoleh. Daniel masuk dengan raut murung tapi sebisa mungkin dia tampilkan senyum pada ketiga teman putranya yang ada di sana.
"Om Daniel, apa kata dokter?" tanya Akila gelisah. Sebelah tangannya menyeka ujung matanya yang berair. Meski takut, ia tetap ingin mendengar kondisi Langit.
Daniel mengembuskan napas lalu tersenyum lebih ceria. "Dokter bilang sebentar lagi Langit akan siuman. Kepalanya terbentur makanya jatuh pingsan karena getaran yang ditimbulkan," katanya menjelaskan.
"Semua ini karena Akila." Akila semakin menangis karena dadanya terasa nyeri. Ia terus menyalahkan diri sendiri karena kejadian ini. Andai saja ia jatuh tak menabrak tubuh Langit, hal ini tak akan pernah terjadi sampai kapan pun.
"Sudah Akila, jangan menangis. Semua ini bukan kehendak kamu dan juga bukan salah kamu. Om tau, hal ini terjadi karena ketidaksengajaan. Om juga tak bisa menyalahkan kamu, Nak," kata Daniel bijaksana.
Akila menunduk dengan kedua pundak semakin bergetar kencang. Ia merasa sedih sekaligus terharu karena Daniel tak membencinya meski sudah membuat putranya terbaring di tempat ini.
"Akila bakal tanggungjawab ... Akila janji bakal jagain Kak Langit sampai sembuh ... Akila nggak akan berisik dan ganggu Kak Langit kalau udah bangun nanti," isaknya kencang. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan kecuali menjaga Langit.
Daniel mengangguk-angguk lalu duduk di samping brankar. Tangannya bergerak mengusap rambut putranya penuh kasih sayang. Langit adalah anugerah terindah yang dititipkan Amira - Sang istri padanya.
"Mama Langit curang," katanya tertawa pelan.
"Curang kenapa Om?" tanya Akila. Ia usap kedua matanya yang basah lalu menatap Daniel, penuh rasa penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
JugendliteraturFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...