53. Phrases in Notebook

5.7K 484 102
                                    

Ada banyak hal yang harus direlakan karena mustahil untuk digenggam.

.
.
.
.
.

Hujan rintik-rintik mengantar kepergian Amanda Claudia. Gadis rapuh yang selalu berusaha kuat, yang selalu berusaha tegar di sepanjang hari. Melewati semuanya dengan senyum paksa. Tak ada seorang pun yang tahu itu bahkan kedua orang tuanya.

Kini dia pergi setelah berdamai dengan semuanya, bahkan dia berdamai dengan masalalu yang sempat berakhir runyam karena campur tangan kedua orang tuanya.

Di depan makam, Alfan berdiri dengan tatapan nanar dan perasaan pengap. Dia ditemani oleh kedua sahabatnya, Bayu dan Langit. Hanya mereka yang tersisa usai keramaian membubarkan diri dari beberapa menit yang lalu.

Tangan Alfan gemetar saat ia menaruh buket mawar putih. Ia merunduk, mengusap nisan itu. Bahkan setelah Claudia dikebumikan, Alfan masih belum percaya jika Claudia telah pergi meninggalkannya, untuk selamanya.

Alfan berjongkok. "Clau, kenapa tega ninggalin gue? Lo beneran pergi? Lo beneran pergi jauh? Bahkan ... lo belum pamit sama gue," ujar Alfan perih.

Bayu mendekat, mengusap pundak Alfan. Ia tahu Alfan tak setegar itu ditinggalkan oleh Claudia, terlebih lagi Alfan benar-benar percaya pada perjanjian di antara keduanya bahwa Claudia akan tetap berjuang bersama.

"Ikhlasin Claudia, Fan," ujar Bayu pelan.

Langit berjalan lebih dekat dengan Alfan, memayungi temannya itu. Berita memilukan yang tersebar membuatnya sempat terkejut. Langit tak menyangka jika Claudia memilih jalan seperti ini.

"Apa gue bisa ikhlas?" Alfan menunduk.

"Sebisa lo, Fan. Nggak semua harus lo paksa sekarang. Tapi lo harus terima kalau Claudia udah nggak ada di dunia ini. Hargai keputusan dia meski sakit banget buat lo. Mungkin dengan begini ... dia bisa bahagia. Dia terbebas dari rasa sakit yang selama ini dia pendam." Langit bersuara.

Air mata Alfan menggenang. Sebelah tangannya mengepal, teringat dengan semua cerita Claudia perihal kedua orang tuanya yang sering memperlakukannya seperti boneka.

"Beneran, Clau ... lo bahagia dengan keputusan lo ini? Maaf ... gue belum bisa relain kepergian lo. Gue masih butuh lo di sini, untuk selamanya." Alfan tertunduk dalam.

"Gue nggak pernah kepikiran kalo lo bakal ingkar janji gini ... lo tau kan, masih banyak hal-hal yang perlu gue ceritain ke lo." Alfan mengusap batu nisan penuh kelembutan, seperti ia mengusap rambut Claudia kala itu.

"Soal yang di rooftop, tentang kedua orang tua gue ... gue bakal tepatin, Clau. Gue bakal lakuin seperti yang lo minta. Lo mau gue balik ke mereka, kan?" tanya Alfan getir. Semua yang dikatakan Claudia malam itu berputar di kepalanya.

Bayu menengadah saat matanya mulai terasa perih. Tak ada yang baik-baik saja di saat gadis sebaik Claudia memutuskan untuk pergi jauh, tak akan pernah kembali. Kebersamaan saat makan bersama di kediaman Alfan, mengobrol dan berbicara hal random saat di ruang musik, semua itu masih melekat di benak kepala.

"Sejauh ini, lo udah berjuang keras, Clau. Lo perempuan yang kuat meski akhirnya kalah sama keadaan. Terbang yang jauh, Clau, cari kebebasan yang selama ini lo inginkan." Bayu bergumam.

I'm Not A Narsis Baby (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang