Hujan turun begitu deras dari setengah jam yang lalu. Seorang anak laki-laki mengenakan jaket hitam berbalut sepatu sneakers tengah duduk di kursi besi. Pandangannya lurus ke luar jendela, menatap dedaunan yang basah.
Tring!
Satu notifikasi masuk. Nama yang tertera di layar membuat sudut bibirnya tertarik ke samping. Detik itu juga, ia meraih ponsel yang semula berada di pinggir meja, lalu membaca pesan tersebut.
Bayi Narsis : Akila lagi nemenin Kak Mario belanja. Kak Langit sedang apa? Akila tebak, pasti Kak Langit lagi kangen sama Akila kan?
Langit terkekeh lalu bergumam. Tebakan Bayi Narsis memang tak pernah salah. Riuh hujan di luar membuatnya semakin merindukan gadis itu. Terlebih lagi keseruan saat di Belanda masih bersarang dalam benak kepala.
Langit mengetik pesan balasan lalu mengirimnya dan kembali menaruh ponsel ke pinggir meja. Ia beralih meraih secangkir capuccino yang beberapa menit lalu ia pesan kemudian meneguknya.
Bayi Narsis : Seneng banget pas tau Kak Langit kangen Akila begini ^^
Bayi Narsis : Kak Langit jangan pernah terluka lagi. Akila janji bakal bikin Kak Langit percaya lagi sama kata cinta.
Langit tertegun membaca chat Akila yang terakhir. Meski ini bukan pertama kalinya Akila berkata demikian, namun ada debaran aneh yang ia rasa.
Bayi Narsis : Kita hapus trauma Kak Langit bareng-bareng, ya. Kalau Kak Langit merasa ragu dan hampa, temui Akila. Ada pundak untuk Kak Langit bersandar. Hug me when you are scared.
Tatapan Langit terus terpaku pada roomchat dirinya dan Akila. Ia berulang kali membaca pesan tersebut hingga debaran aneh itu semakin terasa. Seakan, ia ingin menumpahkan segala ketakutannya pada gadis itu.
Langit : Stay here and never go away, Bayi Narsis!
Bayi Narsis : I am here, with you. Today, tomorrow, and forever.
Langit : Promise?
Bayi Narsis : Yes, I promise you.
Langit mengukir senyum, ia merasakan sendiri ketika keraguan yang semula ia rasa mulai terkikis oleh waktu. Ia semakin percaya, Akila adalah penyelamat yang dihadirkan Tuhan untuk mengobati hati dan perasaannya yang terluka.
Uluran tangan yang diberikan oleh Akila tak lagi ia tepis. Ia menggenggamnya. Ia ingin terus bersama Akila. Ia ingin melewati hari-hari bersama Akila, hanya bersama gadis itu.
Stay here and never go away adalah sebuah permintaan sungguh-sungguh darinya. Langit ingin Akila tetap di sini, di hatinya, tak pernah pergi sampai kapan pun itu. Hari ini, esok, dan selamanya. Akila adalah obat penyembuh baginya.
Layar ponsel meredup setelah Akila mengakhiri acara berbalas pesan. Gadis manis penuh trik itu ikut andil dalam membantu Mario memasak.
"Masih hujan," ujar Langit seraya mengusap kedua lengannya yang berbalut jaket. Ia tatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan, jam 5 sore.
Langit menyesap capuccino hingga tersisa sedikit kemudian berdiri dan mengambil kunci mobil. Ia bergegas keluar dari kafe.
Langkah kaki Langit melambat saat seorang gadis yang ia kenal berlari mendekat ke arahnya. Dia Tamia, teman Claudia, setelahnya ia pun melanjutkan langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...