"Kaca bagian atasnya belum!"
Langit bersandar pada dinding ruangan sembari memegangi sebotol cling, cairan pembersih kaca. Sesekali ia mengamati Akila yang tengah menjadi clining service dadakan hari ini. Tepatnya, ia yang memberi hukuman untuk gadis narsis itu. Guru dadakan berhak melakukan hal itu pada murid yang tak memahami materi.
Akila mendongak menatap kaca yang dimaksud oleh Langit. Kemudian menatap cowok yang ada di sampingnya itu dengan pipi menggembung. Sepertinya Langit sengaja memancing emosinya. Bagaimana mungkin dengan ukuran tubuh yang pendek, ia bisa menjangkau kaca jendela bagian atas itu? Tak ada kursi atau pun meja disekitarnya untuk ia jadikan tempat untuk berpijak.
"Kenapa?" tanya Langit sinis saat Akila menoleh padanya dengan raut menyebalkan seperti itu. Salah sendiri, kenapa begitu berani mengganggu kehidupannya dengan surat cinta berwarna merah muda itu setiap harinya.
"Kak Langit enggak liat kalo kaca atasnya tinggi? Mana mungkin Akila bisa bersihin itu. Kecuali ada bangku di sini," ujarnya menjelaskan.
"Gue nggak mau tau! Pokoknya pekerjaan lo hari ini harus selesai. Enggak ada kursi di sini berarti lo ... harus manjat." Langit tersenyum miring sembari menyemprotkan cling yang ia pegang pada kaca atas yang tak bisa dicapai oleh Akila.
"Kak Langit nggak boleh gitu dong. Kak Langit enggak liat Akila pake sepatu gini? Mana mungkin bisa manjat. Terus ya, Akila bukan sodara monyet." Akila bersedekap dada. Bagaimana mungkin ia bisa memanjat dinding berpermukaan licin seperti itu? Yang benar saja.
"Gue nggak nerima alesan apapun!"
Akila melongo mendengar jawaban yang keluar dari mulut Langit. Akila beralasan karena memang ia tak mampu memanjat dinding, kecuali Langit mengubah wujudnya menjadi cicak atau pun sebangsanya. Dengan kejamnya, cowok itu pun meninggalkan Akila dan duduk di teras dengan raut datarnya itu.
"Untung sayang." Akila menampilkan senyum paksa saat Langit menyorotnya dengan tatapan tajam nan menuntut.
"Apa liat-liat? Buruan sana!" Langit mengibaskan tangan saat Akila masih menatapnya dengan senyum menjengkelkan itu.
Akila mengusap dada lalu membungkuk bak maid kerajaan pada sang pangeran. Setelahnya, ia mendongak menatap kaca jendela. Tinggi, tak tergapai oleh tangan. Seperti harapan para manusia-manusia yang ada di dunia ini, mengharapkan karakter fiksinya jadi nyata.
"Gue nggak nyuruh lo mandang jendela!" Langit bersuara keras lalu bangkit berdiri dan berkacak pinggang. Mengamati Akila dalam keadaan geram.
"Terus Kak Langit mau Akila kayak gimana? Suruh mandang Kak Langit, gitu? Dengan seneng hati honey bunny sweety." Akila ikut berkacak pinggang dengan mata ia kerjapkan berkali-kali, menggoda Langit.
Langit mendengus lalu melangkah lebar menuju Akila. Sementara Akila menanti cowok itu berdiri di hadapannya dengan kedua tangan ia rentangkan. Ingin menyambut Langit dengan pelukan hangat dan pelukan spesial dari dirinya.
"Banyak tingkah lo, Bayi Narsis!" Langit semakin geram kemudian menarik kerah seragam olahraga yang Akila kenakan, membuat gadis itu nyaris tercekik jika Akila tak segera berjinjit dan memutar badan.
"Terus Akila harus gimana, Kak Langit Sayang? Perasaan, Akila salah mulu di mata Kak Langit. Lama-lama, Akila pindah aja ke hati Kak Langit biar disayang." Akila merengek manja.
"Nggak ada sayang-sayangan!" ketus Langit membuat pipi Akila menggembung. Ia rampas handuk yang ada di tangan Akila kemudian membersihkan kaca secepat mungkin.
Akila bergeser ke belakang saat kecepatan Langit membersihkan kaca begitu bersemangat sampai menabrak tubuhnya ketika cowok itu beringsut ke samping. Meski begitu, Langit tak menoleh sama sekali padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/333629675-288-k172705.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Narsis Baby (TERBIT)
Подростковая литератураFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE! JANGAN TUNGGU SAMPAI ENDING, NANTI NYESEL🥵 Ini bukan kisah tentang Cinderella yang kehilangan sepatu kaca atau pun kisah seorang nerd girl yang bertemu pria kaya raya. Ini hanyalah kisah Ru...