Part 30 - Murid Baru

1K 35 2
                                    


Selamat membaca:)

PART 30 - MURID BARU

Dara melangkahkan kakinya memasuki sekolah tempatnya mengajar. Berbeda dengan biasanya, hari ini Dara berangkat ke sekolah diantar oleh Arya dikarenakan mobilnya yang masih diservice. Arya tidak mengijinkannya untuk mengendarai motor karena takut ia pecicilan dan menabrak sesuatu di jalan.

Setelah sampai di depan ruang guru, Dara kemudian memasuki ruang guru dan menyapa beberapa guru yang sudah datang. Ia menuju meja miliknya dan menyiapkan bahan ajar yang akan ia gunakan hari ini. Dara juga sesekali mengecek nilai dari murid-muridnya. Tak lupa juga Dara mengecek absensi dari kelas yang ia bimbing, yaitu kelas X IPA 5.

Di tengah kegiatannya, Dara mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Dara kemudian mendongak dan menatap guru senior yang merupakan guru bimbingan konseling di sekolah tempatnya mengajar.

"Bu Dara."

"Oh Bu Isna, nggih bu ada apa?" jawab Dara sopan.

"Murid baru yang saya bicarakan pada ibu minggu lalu akan mulai masuk sekolah hari ini ya bu. Nanti dia akan jadi anak ibu di X IPA 5. Nanti anaknya datang terlambat karena baru saja sampai dari luar kota." jelas bu Isna.

Dara kemudian mengangguk dan berterimakasih kepada bu Isna. Setelahnya bu Isna pamit kembali ke ruangannya dan meninggalkan Dara yang kembali dengan kesibukannya. Minggu lalu memang bu Isna memberitahunya bahwa akan ada murid baru di kelas yang akan ia bimbing nanti dan murid tersebut tidak bisa mengikuti masa orientasi siswa karena masih mengurus kepindahan dari luar kota. Dan Dara hanya mengiyakan dan memaklumi kondisi dari siswa tersebut.

Beberapa saat setelah bu Isna pergi dari mejanya, Dara mendengar bel masuk jam pertama sudah berbunyi. Dara kemudian bersiap untuk ke kelas X IPA 1 untuk mengajar di jam pertama. Baru saja Dara melangkah keluar dari kantor, tapi bunyi ponsel menarik perhatiannya. Ia mengecek ponselnya dan ternyata ada panggilan masuk dari Hadinata. Dara kemudian melipir duduk di gazebo samping ruang guru untuk mengangkat telpon.

"Assalamu'alaikum pa."

"Waalaikumsalam."

"..." Dara terdiam dan menunggu Hadinata melanjutkan ucapannya.

"Kamu dimana?"

"Di sekolah pa. Ini kan jamnya Dara ngajar."

"...."

"Kenapa pa?"

"Kamu baik?"

Pertanyaan singkat dari Hadinata membuat Dara mematung dan tercekat. Jantungnya berdetak sangat kencang dan tangannya yang mulai dingin pun meremas ponsel yang menempel di telinganya. Dara menelan ludah sebelum menjawab pertanyaan sang ayah.

"Dara baik kok pa." singkat Dara.

"Suami kamu gimana?"

"Suami Dara? Mas Arya?"

"Iya."

"Mas Arya baik-baik aja kok pa."

"Oohhh, syukur deh kalau gitu."

"Hmmm"

"...."

"...."

"Yaudah kamu ngajar aja. Papa cuman mau tanya kabar. Assalamu'alaikum."

Tut!

Belum sempat Dara menjawab salam, Hadinata sudah mematikan telponnya. Dara kemudian hanya terdiam dan matanya menatap ponsel dengan bingung. Dara merasa heran karena Hadinata tidak pernah menelpon Dara hanya untuk menanyakan sebuah kabar. Bahkan Hadinata tidak menelponnya ketika pria itu jatuh pingsan di rumah dan dirawat di rumah sakit selama satu minggu. Dara baru tau kabar bahwa sang ayah sakit dari tetangganya tepat tiga hari setelah Hadinata dinyatakan sembuh dan dibawa pulang ke rumah.

Sebenarnya Dara hendak menanyakan banyak hal dari ayahnya mengenai alasan mengapa ayahnya menyetujui lamaran Arya. Tapi Dara mengurungkan niatnya karena sudah mendapatkan jawaban dari Tania. Lagipula Dara takut untuk bertanya dengan sang ayah, karena hubungan keduanya yang canggung dan asing. Lebih baik jika Dara tidak berhubungan terlalu jauh dengan ayahnya. Durhaka memang, tapi Dara tidak punya pilihan lain. Bagi Dara, mengurangi interaksi dengan sang ayah akan mengurangi konflik antara keduanya. Dan ini adalah kondisi hubungan yang terbaik untuk ia dan sang ayah.

0_0

Dara keluar dari ruang kelas X IPA 1 setelah menutup pertemuan pada hari itu. Ia berjalan dengan lambat menuju ruang guru untuk mengambil beberapa buku yang akan ia gunakan untuk mengajar kelas berikutnya. Sesekali Dara akan menyapa beberapa guru yang berpapasan dengannya.

Setelah sampai di ruang guru, Dara menuju meja miliknya dan menaruh kembali buku-buku yang ada di tangannya. Setelahnya Dara hendak beranjak menuju perpustakaan untuk mencari beberapa buku referensi sebagai bahan ajar. Dara baru saja keluar dari ruang guru dan seketika ia berhenti karena mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.

"Adara?" panggil orang tersebut.

Dara pun menolehkan kepalanya dan menatap lelaki yang berdiri sejauh lima meter darinya. Dara pun mengerutkan kening, ia tidak merasa mengenal laki-laki tersebut. Tetapi pada akhirnya Dara memasang senyum sopan dan berjalan mendekat.

"Maaf, bapak mengenal saya?" tanyanya dengan sopan.

"Tentu saja saya kenal kamu. Bagaimana bisa saya lupa sama kamu." ujar laki-laki tersebut.

Dara hanya terdiam karena melihat tatapan laki-laki tersebut yang tidak biasa. Dara kemudian bertanya kembali.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Tentu saja, kamu Adara, asisten Profesor Dianti Maheswari dari Universitas Pelita Bangsa." ujar lelaki tersebut dengan senyum lebar dan mata berbinar.

Dara hanya terdiam karena kaget. Tapi setelahnya ia kembali memasang senyum sopan. Orang ini pasti mengenalnya semasa kuliah karena mengingat Dara sebagai seorang asisten dosen.

"Maaf pak, apa kita pernah-"

"Ayah!!"

Dara dan juga lelaki tersebut menoleh ke arah suara seorang anak perempuan. Dara menoleh dan mendapati seorang anak perempuan yang berjalan mendekatinya.

"Ayah, aku di kelas IPA 5." ujar gadis tersebut dengan ceria.

Lelaki yang merupakan ayah dari gadis tersebut menatap penuh anaknya yang tersenyum cerah.

"Waahh. Hebatnya anak ayah." ujar sang ayah sambil mengusak rambut sang anak.

Lelaki di hadapan Dara, ayah dari gadis tersebut tersenyum dan mengelus rambut putrinya dengan sayang. Dara hanya menatap interaksi keduanya dalam diam. Ternyata gadis ini adalah murid baru yang akan masuk ke kelasnya hari ini. Lamunan Dara seketika buyar ketika matanya menangkap lelaki tersebut menatapnya dan tersenyum lebar. Lelaki tersebut menyodorkan tangan.

"Saya Reza. Alreza Bratawijaya."

Nama itu terdengar tidak asing di telinganya tapi Dara benar-benar tidak mengingat apapun. Namun pada akhirnya Dara hanya menelungkupkan kedua tangannya di dada dan tersenyum sungkan. Lelaki di hadapannya, Reza, menurunkan tangannya yang tidak disambut Dara sambil tersenyum dan mendenguskan tawa kecil.

"Ternyata kamu masih sama seperti dulu."


TBC

Haloowwww

Maaf ini ngaret pol. Tapi semoga suka yaa, makasih udah bacaaa✨🙌

Love,

Esteh
13 Juli 2023

ARYA & DARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang