PROLOG

11.1K 255 12
                                    

Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa! (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

•••

Selamat ulang tahun, Restu Dewangga Putera
- dari dunia yang ingin membuatmu bahagia

Selamat ulang tahun, Restu Dewangga Putera- dari dunia yang ingin membuatmu bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Legam. Purnama kali ini sedang malu unjuk diri. Bulan dengan bentuk bulat sempurna itu menutupi kemegahannya dengan gulungan awan hitam yang berhiaskan kilatan petir. Tanpa perlu ditebak, malam ini langit menunjukkan kesenduannya. Angin dingin berhembus, menyapa kulit manusia hingga menusuk tulang. Dalam cuaca seperti ini, jarang ada kendaraan berlalu-lintas. Orang normal lebih memilih bergelut dengan tebalnya selimut di kamar atau memasak semangkuk mie kuah hangat dengan perasaan jeruk nipis.

Dewangga berlari sekuat tenaga, menerjang derasnya hujan yang tak henti-hentinya. Nafasnya tersengal, bajunya kuyup, namun kakinya tak mau berhenti. Ia berlari menuju halte terdekat, mencari perlindungan dari air hujan yang bagaikan tirai air raksasa. Di bawah halte itu, Dewangga terduduk lemas, merasakan dingin menjalar di seluruh tubuhnya.

"Yah, basah!" keluhnya.

Ia membuka plastik kresek yang dipegangnya erat-erat. Di dalamnya, teronggok kue ulang tahun berwarna kuning cerah, dengan hiasan pisang di atasnya. Pisang, buah kesukaannya. Dewangga menatap kue itu dengan mata berkaca-kaca. Hari ini, 6 Juni, adalah hari ulang tahunnya yang ke-16. Harusnya, ia merayakannya bersama orang-orang tercinta, penuh tawa dan canda.

Namun, lagi-lagi, Dewangga harus merayakannya sendirian. Di bawah rintik hujan yang semakin deras, ia menyalakan lilin kecil di atas kue. Cahayanya yang remang-remang menerangi wajahnya yang pucat pasi.

Dewangga memejamkan matanya, meniup lilin dengan sekuat tenaga. Asap tipis mengepul di udara, membawa doa dan harapannya yang terpendam.

"Ya Allah, doanya masih sama kayak tahun lalu."

Dewangga hanya ingin kebahagiaan menghampiri hidupnya. Semoga Bunda pulang dan memasakkan tumis pare dengan ikan teri kesukaannya. Semoga ia bisa bertemu dengan adik laki-laki dan bermain bersama lagi seperti sebelas tahun yang lalu. Terakhir, semoga ia menjadi anak yang berguna untuk Ayah.

"Selamat ulang tahun, Dewangga," bisiknya lirih, suaranya bergetar menahan tangis.

Hujan masih terus turun, seolah menemani kesedihan Dewangga. Dewangga pun bangkit dari duduknya, memotong kue ulang tahun itu menjadi dua bagian. Satu bagian ia makan dengan lahap, meski rasa pahit tercampur di lidahnya. Bagian lainnya, ia simpan dengan rapi di dalam kotak dan plastik kresek.

"Selamat ulang tahun juga, Airlangga." Dewangga menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa pilu yang menusuk kalbunya.

Di sisa tenaganya, Dewangga melangkah pada genangan air di jalanan beraspal yang sepi. Kedua tangannya direntangkan, sambil memejamkan mata Dewangga merasakan air hujan menghujam ke wajahnya, menyamarkan bulir yang terus-menerus mengalir dan meratapi kepiluan yang tersemat di punggung yang rapuh itu. Semakin deras hujan turun, tubuh remaja itu semakin semangat menari-nari, membiarkan alam semesta merayakan ulang tahunnya dengan  kesedihan.

FLEUR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang