CHAPTER 22 | SENJA, PANTAI, DAN DAISY

809 55 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa!
(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

•••

Music playlist:

Suatu hari...
Di kala kita duduk di tepi pantai
Dan memandang ombak di lautan yang kian menepi

Burung camar
Terbang bermain di derunya air
Suara alam ini, hangatkan jiwa kita

Iwan Fals - Kemesraan

Dino Pradana, remaja 15 tahun dengan gitar yang berada di punggungnya itu turun dari bus kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dino Pradana, remaja 15 tahun dengan gitar yang berada di punggungnya itu turun dari bus kota. Ia melangkahkan kakinya menuju kompleks perumahan padat penduduk yang kini tampak sepi. Bulan purnama yang menggantung di atas saja menandakan bahwa hari sudah beranjak larut.

Sejujurnya Dino baru selesai menggosok 50 baju dan langsung pergi menuju studio untuk latihan bersama Escape. Awalnya Escape adalah band yang terbentuk dari beberapa siswa ekskul musik di SMA Rajawali. Namun, sekolah itu punya band tersendiri dan Dino tidak termasuk dalam anggota resminya. Akhirnya ia bersama dua kakak kelasnya-Bianco dan Renald-merintis sebuah band indie yang mereka namai sebagai Escape.

Beberapa waktu lalu Escape mempunyai seorang vokalis, tetapi anak itu keluar dengan alasan fokus belajar. Dino sempat mendengar caci-maki para siswa bahwa Escape tak akan pernah bisa bersinar. Mereka adalah kumpulan para murid yang gagal.

"Woy!" Dino melambaikan tangan pada Bianco dan Renald yang baru sampai di depan gedung dengan berboncengan motor.

Teman satu bandnya itu menyambut Dino dengan senyuman cerah, tampak semangat membara di wajah mereka. Disertai dengan obrolan ringan, ketiganya menaiki satu-persatu anak tangga menuju lantai tiga.

"Loh, studionya kebuka!" Bianco segera bergegas membuka pintu studio dengan lebar, seingatnya dia sudah mengunci pintu kemarin.

"Tapi nggak ada orang di sini."

Renald melihat ke sekeliling dan tidak menemukan tanda-tanda adanya maling. Barang-barang juga masih utuh di tempatnya.

"Dewa mungkin ya?"

"Nggak mungkin, Bang Bian. Bang Dewa aja lagi fokus persiapan OSN, bentar lagi kan kompetisinya." Dino duduk di sofa ruangan, membuka gitar kesayangannya.

"Lo kali lupa ngekunci."

"Sumpah udah gue kunci kemarin, Nald."

Tentu, mari kita buat narasi dan dialog ini lebih hidup dan menarik pembaca:

"Gue yang buka!" seru Dewangga. Seragam sekolahnya masih rapi, tapi sorot matanya sudah berubah menjadi penuh semangat. Tangan kanannya menggenggam sebuah kunci, sementara tangan kirinya membawa segunung kantung kresek berisi camilan yang baru saja ia beli dari minimarket.

FLEUR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang