CHAPTER 11 | KEAJAIBAN PERINGKAT SATU

902 63 6
                                    

Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa! (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dewangga menggenggam erat setang sepeda pancal hitamnya. Tubuhnya yang kurus tampak ringkih dibalut seragam sekolah yang kusut. Wajahnya, tertunduk lesu, menyembunyikan jejak lebam akibat pertengkaran dengan Ayahnya tadi malam.

Langkah kakinya berat saat ia mendekati toko alat musik tua bernama Supernova. Cahaya mentari pagi yang hangat bagaikan tamparan bagi luka hatinya. Dewangga menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan diri sebelum akhirnya memarkirkan sepeda di depan toko yang seperti tak berpenghuni.

Toko Supernova masih tertutup rapat. Dewangga memilih duduk di kursi reyot di teras toko, menanti jam buka. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, melihat pantulan wajahnya di layar. Biru dan bengkak, seperti korban tawuran.

"Wajah ganteng gue jadi ternodai gini," keluhnya berusaha menegarkan diri.

Dewangga menghela nafas panjang. Lelah. Lelah dengan hidup yang penuh tekanan dan mimpi yang dipaksakan. Mimpi sang Ayah yang harus ia wujudkan, bukan mimpinya sendiri. Seandainya bisa, Dewangga ingin berteriak dan mengatakan bahwa dia ingin memilih jalannya sendiri.

Di antara kesesakan yang memilukan hati itu, akhirnya Dewangga memutuskan untuk menelepon Juan. Mungkin Presiden Galaksi Gang itu sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Pres!" seru Dewa, suaranya serak.

Telepon tersambung. Juan menjawab dengan nada datar, "Tumben lo nelpon sepagi ini."

Dewangga terdiam sejenak, mengumpulkan keberaniannya. "Jadi orang nomor satu di sekolah, rasanya gimana?"

Juan terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan Dewa. "Biasa aja."

Dewa mengangguk, matanya menerawang ke jalanan yang ramai. Menjadi Tuan Muda sejak kecil mungkin membuat Juan terbiasa dengan pujian dan pelayanan terbaik dari semua orang. Juan adalah calon pewaris tunggal dan pemimpin Perusahaan Galaksi ketika dewasa nanti, maka dari kecil ia selalu disegani dan dihormati.

"Apa dengan selalu mendapatkan peringkat satu, lo selalu mendapatkan apresiasi?"

Juan duduk di atas ranjang kamar yang berukuran sangat besar, ia memutar bolpoin di tangannya. Pikiran cowok itu melayang ke masa kecil sampai sekarang, saat ia selalu menjadi juara kelas.

"Nggak juga," jawabnya pelan, "Karena selalu juara satu, malah sering nggak dapet apresiasi. Gue pengen sekali-kali turun peringkat."

Bagaikan petir yang menyambar tanpa ampun, Dewangga tak pernah menyangka Juan yang selalu dipuja dan dielu-elukan memiliki perasaan seperti itu. Selama ini, Dewangga mati-matian belajar untuk mendapatkan peringkat pertama, tapi orang yang selalu juara satu itu malah ingin turun tahta.

FLEUR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang