CHAPTER 49 | CORETAN DEWANGGA

553 55 13
                                    

Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa!
(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

•••

Cuma mau bilang, lapangkan hati kalian buat baca chapter ini.

Sore hari Dewangga sudah sampai di Bandara Internasional Ngurah Rai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore hari Dewangga sudah sampai di Bandara Internasional Ngurah Rai. Tidak sendiri karena Iris, Airlangga, dan juga Frederick mengantarkan kepergiannya untuk pulang kembali ke Jakarta. Tidak ada lagi perbincangan luka seperti kemarin, semuanya tersenyum bahagia meskipun aslinya Dewangga berpura-pura.

Frederick. Dewangga menyadari kebaikan ayah tirinya karena selalu memperhatikannya sampai hal terkecil sekalipun. Tampaknya ia mulai menerima kehadiran Frederick di kehidupannya, meskipun entah kapan lagi mereka bisa bertemu.

"Di makan ya nanti. Jangan sampai nggak habis, nanti Bunda marah."

Iris memberikan sekotak bekal untuk putra sulungnya. Ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan, walaupun lelah berpesta semalam ia tetap bangun pagi untuk memasak. Dua belas tahun lamanya ia tidak pernah memasak untuk Dewangga.

"Nanti kalau ketemu lagi, Bunda masakin Dewa tumis pare dan ikan teri ya? Sudah lama Dewa nggak makan itu."

Iris mengangguk. "Iya, Bunda akan memasak banyak untukmu. Sehat-sehat ya sampai hari kita bertemu lagi, Sayang."

"Janji, Bunda?" Dewangga mengangkat jari kelingking kanan.

"Janji, Anak Bunda," sambut Iris.

Setelahnya Iris menarik tubuh tegap Dewangga ke pelukannya. Belum ada 24 jam mereka bertemu dan sekarang harus berpisah lagi. Jika boleh jujur, ia ingin Dewangga tinggal bersamanya lebih lama. Menikmati momen-momen yang sempat terlewatkan selama dua belas tahun ini, ia ingin menebus kesalahan pada putranya.

"Jaga diri baik-baik ya!"

Dewangga mengangguk, kemudian beralih menatap Frederick. Tanpa pikir panjang, pria berusia 45 tahun itu memeluk erat tubuh Dewangga. Meskipun awalnya bingung, pada akhirnya Dewangga membalas pelukan ayah sambungnya.

"Dewa titip Bunda dan Air ya, ... Dad?"

"Yes, i'll dear."

"Hati-hati, Wa! Nanti gue susul," ungkap Airlangga yang tak lama kemudian mendapat teguran dari Bundanya.

"Yang sopan sama kakaknya, Air! Harus panggil dengan 'Abang'," nasihat Iris yang disambut gelak tawa dari putra kembarnya.

"Tuh, dengerin! Meskipun kita kembar, tapi gue lahir sepuluh menit lebih dulu daripada lo!"

"Iya-iya yang lebih tua."

"Udah, Sayang. Nanti kamu telat naik pesawat!"

Dewangga mengangguk. "Assalamualaikum, Bunda!"

FLEUR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang