Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa!
( ◜‿◝ )♡•••
Taksi online yang menjadi tumpangan Keluarga Yanuar telah sampai di depan sebuah rumah minimalis bercat putih yang kini ramai dengan para pelayat. Baba turun terlebih dahulu, kemudian menyalurkan tangannya untuk membantu putrinya yang tampak tak berdaya. Di belakangnya Emak terus menerus merangkul pundak Daisy agar anak itu tidak oleng. Pagi ini sebelum berangkat melayat, anak itu sudah jatuh tak sadarkan diri.
Tidak pernah Dino sangka bahwa ia akan berkunjung ke rumah Dewangga dengan kemeja hitam. Ia memang berjanji untuk bermain ke rumah Dewangga suatu saat nanti, tetapi bukan untuk menghadiri upacara kematiannya. Bukan hanya Daisy, tetapi ia dan seluruh keluarganya juga merasakan kehilangan yang mendalam.
Frederick menyalami tamu yang terus berdatangan. Ia mungkin baru mengenal putra sambungnya, tetapi ia tahu Dewangga telah tumbuh menjadi orang baik dan bermanfaat bagi sekitarnya. Semua menyalurkan sejuta ketabahan dan doa-doa baik untuk ketenangan jiwa Dewangga.
Tepat di ruang tamu yang telah dikosongkan, kini jenazah Dewangga sedang dishalatkan. Surya berdiri tepat di belakang imam, menyerukan berkali-kali takbir dengan air mata yang terus berjatuhan ketika melihat keranda dengan sehelai kain hijau itu. Tidak pernah ia sangka bahwa hari ini Surya akan menyalati jenazah putranya sendiri, masih teringat jelas pinta Dewangga setiap kali ia pulang ke rumah.
"Ayah, kalau sudah selesai makan nanti shalat isya' berjamaah yuk!" ajak Dewangga seraya menatap Ayahnya penuh harap.
"Ayah masih ada meeting online setelah ini."
"Ya udah, setelah meeting selesai aja, Yah. Waktu isya' masih panjang kok."
"Kalau mau berjamaah di masjid saja. Nggak lihat Ayahmu ini sibuk?"
Lalu pada suatu hari, ketika ia sadar bahwa anaknya telah kekurangan kasih sayang Surya menurut untuk shalat subuh berjamaah. Kalimat yang Dewangga ucapkan pagi itu kembali membawa rasa sakit dan isak tangis yang tak berkesudahan.
"Kalau Ayah lagi nggak sibuk, Dewa ingin shalat berjamaah lebih sering dengan Ayah."
"Akan Ayah usahakan untuk lebih sering pulang ke rumah."
Namun kenyataannya ia masih jarang pulang, membuat putranya terus menunggu waktu yang tepat untuk shalat bersama. Jika pada akhirnya shalat bersama itu akan berakhir seperti ini, di mana Surya yang shalat dan jenazah Dewangga yang dishalati, maka ia akan sering pulang.
"Dewa, maafkan Ayah, Nak. Maafkan, Ayah."
Di ruang keluarga, Iris memandangi tubuh putra sulungnya yang telah dikafani dan dishalatkan banyak orang. Tak pernah disangka bahwa ia akan kembali ke rumah ini hanya untuk mengantarkan kepergian putranya yang selama ini dirindukan. Jika ia tahu bahwa pertemuannya dengan Dewangga di Bali kala itu untuk yang pertama dan terakhir, maka ia akan melarang putranya untuk pulang. Kecelakaan itu pasti tak akan pernah terjadi dan Dewangga masih berada di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLEUR ✓
Fiksi RemajaLENGKAP - Fleur diambil dari bahasa Perancis yang berarti Bunga. ••• Restu Dewangga Putera, anak laki-laki berusia 16 tahun. Setiap ulang tahun Dewa selalu memanjatkan doa yang sama, "kebahagiaan". Sebab hidupnya telah bernafaskan keterlukaan sejak...